Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Istri Kesayangan Tuan Lumpuh

Istri Kesayangan Tuan Lumpuh

Nona Kaya

5.0
Komentar
291
Penayangan
2
Bab

"Eum, Beb ... kondom mu masih ada, 'kan? Aku sudah tidak tahan ..." "Ada, Beb. Sebentar aku ambil di laci dulu." Alena mengintip dari celah lemari pakaian. Terlihat tubuh sang kekasih nyaris menyatu dengan tubuh wanita yang amat dia kenali. "Axxello dan Clara ... mereka berdua tidur bersama? Clara ... kenapa dia tega tidur dengan pacar sahabat nya sendiri?" Alena bertanya-tanya dalam hati. Dia meneteskan air matanya. Tak tahan dengan apa yang dia lihat. Axxello dan Clara terus mengeluarkan suara menjijikkan. Keduanya tampak menikmati sentuhan satu sama lain. Tubuh mereka berdua bergetar hebat. Kata-kata menjijikkan mereka ungkapkan membuat gairah keduanya semakin menggebu. Tak tahu saja kalau ada manusia yang bersembunyi di dalam lemari menatap jijik mereka berdua. "Jadi, ini alasan Clara ingin kuliah di Inggris juga," gumam Alena pelan penuh kebencian. "Hah ... kamu suka tubuhku, Beb?" tanya Clara di sela-sela permainan nya dengan Axxello. "Suka ... tubuhmu indah." "Lebih indah dari tubuh Alena?" tanya Clara dengan suara sensual. "Aku bahkan belum pernah melihat tubuh Alena. Dia terlalu sok suci. Bahkan, ciuman saja dia tidak mau," jawab Axxello seraya memeluk erat tubuh Clara karena pria itu hampir tiba di puncak. Alena tak sanggup lagi menahan diri untuk tidak menggerebek kedua pengkhianat itu. Segera gadis itu keluar dari lemari baju Axxello. Suara lemari terbuka membuat kedua insan yang sedang memandu kasih itu terkejut. Clara langsung mendorong Axxello. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Tubuh kedua pengkhianat itu membeku saat melihat seorang gadis yang amat mereka kenali. "Alena," pekik keduanya terkejut.

Bab 1 Pengkhianatan

Seorang gadis cantik sedang bersembunyi di dalam lemari baju sang kekasih. Saat ini dia sedang berada di apartemen pria pujaan hatinya. Berniat untuk memberi kejutan setelah tiga hari mengabaikan pesan sang kekasih. Sang gadis memberanikan diri untuk berangkat ke Inggris seorang diri, demi memberikan kejutan pada sang kekasih. Hari ini adalah hari anniversary tujuh tahun mereka berpacaran.

Gadis itu bernama Alena Gilbert – usianya 22 tahun. Dia telah merajut kasih bersama Axello Dominic dari masa SMA dulu. Mereka terpaksa berpisah sementara, karena Axello memilih kuliah di Inggris. Suara pintu berderit menandakan si pemilik apartemen telah terbuka membuat Alena tersenyum cerah. Jantungnya berdegup kencang tidak sabar untuk muncul di hadapan sang pujaan hati. Akan tetapi, senyumnya pudar dan kerutan muncul di keningnya saat mendengar suara orang yang sedang berciuman.

"Eum, Beb ... kondom mu masih ada, 'kan? Aku sudah tidak tahan ..."

"Ada, Beb. Sebentar aku ambil di laci dulu."

Alena mengintip dari celah lemari pakaian. Terlihat tubuh sang kekasih nyaris menyatu dengan tubuh wanita yang amat dia kenali. "Axxello dan Clara ... mereka berdua tidur bersama? Clara ... kenapa dia tega tidur dengan pacar sahabat nya sendiri?" Alena bertanya-tanya dalam hati. Dia meneteskan air matanya. Tak tahan dengan apa yang dia lihat. Axxello dan Clara terus mengeluarkan suara menjijikkan. Keduanya tampak menikmati sentuhan satu sama lain.

Tubuh mereka berdua bergetar hebat. Kata-kata menjijikkan mereka ungkapkan membuat gairah keduanya semakin menggebu. Tak tahu saja kalau ada manusia yang bersembunyi di dalam lemari menatap jijik mereka berdua. "Jadi, ini alasan Clara ingin kuliah di Inggris juga," gumam Alena pelan penuh kebencian.

"Hah ... kamu suka tubuhku, Beb?" tanya Clara di sela-sela permainan nya dengan Axxello.

"Suka ... tubuhmu indah."

"Lebih indah dari tubuh Alena?" tanya Clara dengan suara sensual.

"Aku bahkan belum pernah melihat tubuh Alena. Dia terlalu sok suci. Bahkan, ciuman saja dia tidak mau," jawab Axxello seraya memeluk erat tubuh Clara karena pria itu hampir tiba di puncak.

Alena tak sanggup lagi menahan diri untuk tidak menggerebek kedua pengkhianat itu. Segera gadis itu keluar dari lemari baju Axxello.

Suara lemari terbuka membuat kedua insan yang sedang memandu kasih itu terkejut. Clara langsung mendorong Axxello. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Tubuh kedua pengkhianat itu membeku saat melihat seorang gadis yang amat mereka kenali.

"Alena," pekik keduanya terkejut.

Alena berdiri memandang mereka kedua dengan sorot mata penuh kekecewaan. Dia bertepuk tangan layaknya penonton yang suka dengan sebuah pertunjukan. "Waw ... hebat sekali kalian. Luar biasa ... ternyata selain kuliah di sini, kalian juga kumpul kebo. Waw ... amazing!"

Gadis itu tertawa hambar dengan mata yang berkaca-kaca. Sekuat mungkin dia menahan diri untuk tidak menangis di hadapan pria yang sangat dia cintai itu. Hatinya patah, meski harga dirinya masih utuh. Dia tidak mau menangis dan merengek di hadapan kedua pengkhianat ini.

"Alena, please! Dengarkan penjelasan aku dulu!" Axxello segera mengambil celana pendeknya lalu memakai dan menghampiri Alena. Dia ingin menggenggam tangan Alena.

Namun, gadis itu lebih dulu menepis tangan Axello. Tak lupa dia menggosok tangannya dengan keras, seolah jijik bersentuhan dengan kulit Axello. "Don't touch me, Bastard!" sentak Alena dengan nada tinggi memakai bahasa inggris yang cukup kasar untuk membuat Axello paham kalau dirinya sedang murka sekarang.

"Sayang, tolong beri aku waktu untuk menjelaskan semua ini," pinta Axxello lembut membuat Alena mendengus kesal.

"I don't fucking care ... berhenti berbicara omong kosong lagi. Mulai hari ini kita putus! Lo gue end ... dan kamu!" tunjuk Alena ke arah Clara. Dia menatap sahabatnya itu dengan sorot mata penuh amarah dan rasa kecewa.

"Bukan lagi sahabatku! Aku menyesal karena terlalu percaya padamu kalau kamu tulus berteman denganku. Aku selalu membantah dan marah kalau ada orang yang ingin menjelekkan kamu. Tapi, sekarang! Kamu sendiri telah membuktikan kalau apa yang mereka katakan itu benar! Aku benci kamu, Clara ... aku lebih benci kamu Axxello!"

Alena berteriak dengan keras meluapkan segala amarah di dalam dadanya. Setelah itu dia hendak pergi, namun Axxello menahan pergelangan tangannya. "Al, please ... aku tidak mau putus," ucap Axxello serius.

Alena tersenyum sinis. "Kamu tidur dengannya berarti kamu sudah mau putus denganku. Lagian, aku ke sini cuma mau beri kamu kabar kalau sebentar lagi aku akan menikah." Alena bergegas pergi dari sana. Dia meneteskan air matanya karena rasa sakit dalam hati begitu membara. Gadis itu menghubungi sang ayah.

Ayah: Halo, Alena.

Suara sang ayah terdengar lembut membuat hati Alena sedikit tenang.

Alena: Pa, Alena setuju menikah dengan pria pilihan papa. Ternyata papa benar kalau Axxello bukan laki-laki yang baik. Dia ... dia selingkuh, Pa!

Alena menceritakan semua yang terjadi hari ini pada sang ayah tanpa ditutupi lagi. Niat hati dia datang ke Inggris untuk membujuk Axello menikahinya, karena sang ayah mendesak Alena untuk menikah dengan pria pilihannya. Pria yang sanggup membantu perusahaan ayahnya yang hampir gulung tikar. Nyatanya yang dia dapat hanyalah luka batin.

Pria itu ... entah akan menjadi mimpi buruk atau mimpi indah Alena.

***

"Jangan melamun. Fokus pada acara pernikahan kita!" desis Xavier dingin di dekat telinga Alena. Gadis itu tersadar dari lamunan panjang. Tadinya Alena sedang mengingat kejadian seminggu yang lalu. Di mana dia memergoki kekasihnya tidur bersama sahabatnya. Namun, suara dingin Xavier; pria yang berstatus suami sah Alena menegur gadis itu. Alena menelan ludah kasar saat melihat wajah Xavier muram.

Suaminya memiliki wajah tampan blasteran Indonesia-Belanda. Xavier adalah pemuda sukses yang punya latar belakang bangsawan. Kehidupannya begitu sempurna, sebelum musibah besar menimpa Xavier. Akibat kecelakaan tunggal, Xavier mengalami kelumpuhan sementara. Sudah setahun pria itu tak bisa berjalan. Dulu sikap pria itu sangatlah ramah dan hangat. Akan tetapi, pasca kecelakaan. Sikap pria itu berubah total, dia sering mengamuk. Kejam dan dingin. Pemuda otu sengaja menikahi Alena agar gadis itu mau mengandung anaknya. Dia butuh pewaris agar harta Xavier tidak direbut oleh walinya.

"Saya tahu kalau saya tampan," cetus Xavier dingin membuat Alena menggerutu dalam hati.

"Narsis," sindir Alena pelan.

Pria itu langsung menatapnya tajam. Bulu kuduk Alena berdiri saat menyadari Xavier menatap tajam dirinya.

"Jaga tutur bahasamu. Kamu tidak lebih dari gadis perawan yang saya sewa jasanya untuk melahirkan keturunan buat saya. Andai kita tinggal di Belanda, mungkin saya tidak sudi menikah gadis kecil berdada rata sepertimu!" hina Xavier kejam dengan mulut pedasnya.

Alena mengepalkan tangannya erat. Sang ayah telah mewanti-wanti agar Alena sabar dan bisa mengontrol emosinya bila berhadapan dengan Xavier, karena mulut pria itu lebih tajam dari pada pedang. Lebih pedas dari pada cabe setan. Oh Tuhan ... lihatlah wajahnya yang sangat tampan tak tercela. Namun, mengapa lisannya sangat mudah mencela?

"Tuhan memang adil. Dia memberikan sebagian hamba-Nya wajah yang rupawan. Untuk menutupi mulut mereka yang terlampau busuk!" maki Alena tak kalah pedas.

Xavier melebarkan bola matanya. Seumur hidup baru kali ini ada orang yang berani membantah perintahnya. Terlebih lagi orang itu berani menghina dirinya. Gadis kecil ini, entah punya berapa nyawa dia. Hingga berani membalas perkataan Xavier. Tak tahu saja pria itu kalau Alena punya kesabaran yang setipis tisu. Dia bukan gadis lemah. Alena adalah gadis kaya yang dibesarkan dengan uang, kasih sayang, pujian dan pendidikan. Itulah sebabnya gadis itu tumbuh menjadi sosok pemberani, ambisius, egois dan baik. Dia yang terbiasa dipuji oleh keluarganya. Tak suka dihina oleh Xavier.

"Benar, kamu adalah contohnya," sergah Xavier datar.

Alena mengerucutkan bibirnya. Dia mengepalkan tangannya erat lalu menatap tajam Xavier.

Oh, Tuhan ... ingin sekali ku hancurkan wajahnya, pekik Alena dalam hati.

***

Acara resepsi pernikahan telah usai. Alena merasa lelah, tubuhnya pegal-pegal. Jujur saja saat memasuki kamar pengantin gadis itu tersipu melihat ranjang pengantin yang sudah ditaburi kelopak bunga mawar lalu dibentuk love.

"Syukurlah dia belum masuk. Itu artinya aku bisa mandi sekarang," gumam Alena tersenyum cerah.

Segera dia membuka gaun pengantinnya. Lalu masuk ke dalam kamar mandi guna membersihkan diri. Pintu kamar terbuka. Seorang pria berkursi roda masuk ke dalamnya. Pakaian pria itu telah berganti, jas putih yang melekat di tubuhnya telah berganti dengan kaos putih. Rambutnya juga basah. Xavier sengaja membersihkan diri di kamar lain agar Alena nyaman membersihkan diri.

"Huff ... semoga saja malam ini aku berhasil memasukinya," gumam Xavier pelan.

Pria dingin itu selalu rapuh bila sedang sendiri. Wajah dingin, sorot mata yang tajam hanyalah topeng belaka. Dia bersikap demikian guna menutupi kesedihannya. Xavier tidak ingin dinilai lemah oleh orang-orang.

"Aagh ...!"

Xavier tersentak kaget saat mendengar suara jeritan wanita. Dia menoleh ke kanan dan ternyata Alena yang baru keluar dari kamar mandi hanya menggunakan sehelai handuk yang menutupi aset pribadinya.

"Kamu ngapain di sini? Bu-bukannya tadi kamu di luar?" tanya Alena dengan suara terbata-bata.

Gadis muda itu amatlah gugup mendapati Xavier berada di dalam kamar. Raut wajah Xavier begitu sulit ditebak. Dia hanya menatap datar Alena.

"Kemarilah! Saya ingin mencicipi tubuhmu!" titah Xavier angkuh membuat Alena tersinggung.

"Tidak mau! Kamu kira aku gadis murahan, huh?!" sentak Alena lupa bila dirinya telah sah menjadi istri Xavier. Raut wajah Xavier berubah suram.

"Mungkin kamu lupa. Kalau kita telah sah menjadi suami istri. Lalu, bila saya ingin mencicipi tubuhmu itu telah sah dan halal." Xavier berkata dengan nada tegas dan dingin membuat Alena tersadar akan hubungan mereka berdua. Namun, dia belum juga beranjak dari posisinya. Hal itu memancing amarah Xavier.

"Baiklah kalau kamu tidak mau. Saya akan mengurus surat perceraian kita malam ini juga. Keluargamu masih di bawah, jadi kamu bisa pulang dengan mereka. Dan satu hal yang harus kamu ingat! Saya juga akan menarik semua suntikan dana yang sudah saya berikan ke perusahaan ayah kamu, karena kamu telah menyalahi kontrak!" ancam Xavier tak main-main. Pria itu mengambil gawainya dan langsung menghubungi seseorang.

"Kevin, tarik seluruh ...." Ucapan Xavier menggantung ketika melihat Alena sudah berdiri di hadapannya dengan tubuh polos.

"Tubuhku milikmu," cicit Alena pelan.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku