Pelita Abadisyara terpaksa menikah dengan calon Kakak iparnya. Semua berawal dari kecelakaan yang menimpa Anggun_kakak tirinya. Pelita di paksa menggantikan Anggun menikahi lelaki bernama Bramasta Prayoga.
"Hey bangun! Buatkan saya sarapan! Tidur saja kerjaan kamu! Tidak berguna!"
Perkataan pedas seperti itu bagi Pelita adalah hal biasa, ibarat kata itu sudah menjadi makanannya hari-hari. Telinganya sudah terbiasa mendengar perkataan pedas yang keluar dari mulut seorang lelaki yang tak lain dan tak bukan adalah suaminya sendiri.
Dia adalah Bramasta Prayoga , lelaki yang seharusnya menjadi Kakak iparnya.
"Hey bangun! Apa kau tuli Pelita Abadisyara!" bentakan itu kembali masuk ke gendang telinga Pelita. Dengan perlahan wanita cantik berbadan mungil itu membangunkan tubuhnya yang pagi ini terasa berat, entah mengapa sedari semalam badannya serasa pegal dan berat sekali, biasanya jika seperti itu pertanda ia akan terserang demam.
"Sebentar Bang, beri aku waktu lima menit saja, aku lagi gak enak badan." Jawab Pelita suara serak dan pandangan mata yang sayu serta wajah yang pucat. Kepalanya benar-benar berat saat ini, jangankan untuk berjalan, untuk sekedar bangkit dari baringnya saja sangat berat sekali rasanya, searasa tubuhnya di tindih beban ratusan kilo.
"Alasan! Kamu lupa sama tugas kamu! Cepat bangun! Saya harus menjenguk Anggun sekarang!"
Pelita memejamkan matanya sejenak. Angun lagi Anggun lagi, di mata Bram memang hanya Anggun yang ada, tidak ada Pelita.Dan itu sudah hal yang biasa, Bram memang selalu bersama Anggun. Semenjak kecelakaan yang menimpa Anggun satu tahun yang lalu, wanita itu mengalami kelumpuhan, dan selama ini ia hanya berdiam diri di rumah saja.
Dengan perlahan Pelita bangkit dan brjalan keluar dari kamarnya. Iya, hanya kamarnya karena dia dan Bram selama ini tidur di kamar yang terpisah. Sudah satu tahun lamanya mereka menikah tidak pernah Bram menyentuhnya barang sedikitpun, jangankan memberikan nafkah batin, sekedar bertukar saliva saja mereka tidak pernah. Jangankan itu, berbicara dengan Pelita saja Bram bawaannya selalu marah, meski sebenarnya tidak ada yang seharusnya membuatnya marah.
Di rumah cukup bsear itu, Pelita mengurusnya sendirian, Bram sengaja tidak menyewa sasisten rumah tangga, karena bagi dia Pelita adalah asiten rumah tangga, jika dia menyewa asisten rumah tangga, lantas apa tugas wanita itu? Begitu pikirnya.
Pelita memutuskan untuk memasak nasi goreng saja pagi ini, rasanya dia tidak sanggup jika harus memasak yang lain, karena tubuhnya yang kurang sehat hari ini.
Suara langkah kaki mendekat, siapa lagi jika bukan langkah kaki Bram, karena di rumah itu hanya ada mereka berdua saja.
"Kopi saya mana?"
"Sebentar Bang, ini Pelita lagi goreng sosis, takutnya kalau di tinggal malah gosong."Sahut Pelita masih sibuk dengan kegiatannya. Sementara Bram sudah duduk manis di salah satu kursi meja makan , yang selama ini selalu ia duduki.
"Cepatlah!Anggun sudah menunggu saya!"
Pelita hanya bisa menarik nafas dalam. Sebenarnya dia sudah cukup jengah dengan pernikahannya, yang seperti in. Dia merasa dirinya tidak di anggap, dan hanya di jadikan pembantu oleh lelaki itu.Karena yang ada di mata dan di hati Bram hanyalah sang Kakak tiri saja. Anggun, Anggun dan Anggun.
Lima menit berlalu, Pelita datang dengan nasi goreng di tangannya, lalu meletakkannya di atas meja makan, setelahnya kembali untuk membuatkan kopi untuk sang suami.
"Silahkan Bang ," ujar Pelita sembari meletakkan secangkir kopi hitam di depan sang suami.
Setelah meletakkan kopi, Pelita menjauh, ia ingin kembali ke kamarnya dan beristirahat karena tubuhnya benar-benar serasa tidak enak sekali. Nmaun baru dua langkah ia melangkah pekikkan dari sang uami menghentikan langkahnya.
"Apa-apaan ini! kenapa panas sekali!"
Pelita menutup matanya sejenak, lalu memutar badannya ke arah sang suami. "Itu baru di bikin, jadi sudah pasti panas Bang." Sahut Pelita dengan malas. Ia sudah terlalu muak dengan drama aneh sang suami, yang selalu mencari-cari kesalahnnya yang sebenarnya tidak harus di permasalahkan.
Bram berdehem sebentar, lalu kembali meletakkan koipinya. Ia menatap Pelita yang kembali berbalik badan hendak melangkah pergi.
"Mau kemana kamu!!?" tanyanya.
"Pelita mau ke kamar Bang." Jawab Pelita kembali menoleh .
"Siapa yang mengijinkan kamu ke kamar? Temani saya sarapan! Kamu sudah tau jika saya tidak bisa makan sendiri!"
Pelita mengepalkan tangannya kuat, ingin sekali ia menerjang wajah tampan sang suami yang sialanya hanya bisa ia bayangkan saja. Dengan gontai Pelita kembali bejalan menuju meja makan, duduk di kursi seberang Bram , kursi yang sama juga setiap hari ia duduki saat makan.
"Makan! Saya tidak mau kena getahnya, nanti dikira Ayah kamu saya tidak memberikan kamu makan!" titah Bram.
Plelita melirik tidak minat ke nasi goreng yang tadi ia buat. "Pelita nanti saja, masih tidak selera." Jawab Pelita sembari bersandar di kursi.
"Kamu itu kalau di kasih tau apa susahnya menurut! Oh saya tau! Kamu pasti sengaja 'kan? Supaya saya kena marah, dan di katain suami yang tidak becus?"
Pelita berdecih di dalam hati. 'Faktanya 'kan emang seperti itu, dasar lelaki aneh.'Batin Pelita.
"Apa kamu tuli! saya bilang makan!"
Malas mendnegar ocehan dari lelaki di hadapanmya itu, akhirnya Pelita lun mengambil piring dan mengisinya sdikit nasi goreng. Melihat Pelita yang hanya mengabil sedikit, mata Bram melotot.
"Kamu sengaja makan dikit! biar apa? Biar kurus? Dan biar saya di kira gak kasih makan kamu yang banyak!"
Pelita memutar kedua bola mataya malas, tidak bisakah lelaki di hadapannya itu berfikiraan positif tentangnya? "Pelita lagi gak nafsu makan Bang." Sahut Pelita.
"Saya tidak mau tau! Kamu harus makan yang banyak!" Bram berucap sembari mengambilkan nasi goreng lagi dan menaruhnya di atas piring Pelita.
"Bang udah Bang." Cegah Pelita saat melihat Bram kembali hendak mengambilkan lagi.
"Habiskan!" titah Bram tegas.
Lagi-lagi Pelita hanya bisa menggerutu di dalam hati.
Usai dengan sarapannya, Bram bangkit tanpa berpamitan ia langsung pergi begitu saja meninggaakan Pelita yang sibuk menghabiskan sarapannya.
'Cih! Resiko punya suami ghoib emang gini.' Batin Pelita, kembali meneruskan makannya, dia tidak berniat untuk mengantarkan sang suami pergi. Toh buat apa? Suamianya itu akan pergi kerumahnya, ralat. Rumah Ayahnya, di mana Anggun sang Kakak tiri tinggal. Angun dan Pelita bukanlah saudara kandung, Ibu Angun_Anatasya dulu menikah dengan Abdi_Ayah Pelita masing-masing mebawa anak satu. Abdi mebawa Pelita, sedangkan Anatasya membawa Anggun.
**
Seperti biasa, Bram akan singgah sebentar ke sebuah rumah yang manjadi tempat tinggal sang wanita pujaan, yaitu Anggun.
Ting! Tong!
Bram menekan bel rumah, sedangkan satu tangannya membawa sebuah buket bunga kesukaan Anggun, yaitu bunga mawar.
"Eh Den Bram," sapa Mbok Yan, asisten rumah tangga di kediaman Abdi.
"Pagi Mbok, saya ingin menemui Anggun." Ucap Bram seperti biasa.
"Oh iya Den silahkan masuk, Non Anggun masih di dalam kamarnya." Persilahkan Mbok Yan dengan ramah. Dia sudah biasa dengan Bram lantaran Bram yang hampir setiap hari datang ke sana. Mbok Yan sendiri merasa kasihan pada Nonanya yang satu, yaitu Pelita. Nonanya itu hanya menjadi figuran saja bagi Bram, jika saja Mbok Yan adalah orang tua Pelita, mungkin sudah sedari dulu ia menyruh anaknya berpisah saja. Sayagnaya Mbok Yan tidak bisa berbuat apa-apa untuk Nonanya itu.
'Kasihan Non Pelita, dia di sana sendiri, sedangkan di sini suaminya malah mendatangi Kakak tirinya.' Batin Mbok Yan.
"Papa Abdi dan Mama Ana kemana Mbok? Tumben gak ada?" tanya Bram sembari berjalan masuk ke dalam rumah.
"Oh itu Den, tadi malam Tuan dan Nyonya pergi ke Bandung, ada urusan bisnis katanya" Jawab Mbok Yan seadanya.
"Jadi Anggun sendiri?"
"Ya engga, kan ada Embok."
"Saya langsung ke kamar Anggun saja Mbok." Ucap Bram dan langsung berjalan menuju kamar sang pujaan hati. Mbok Yan lagi-lagi hanya bisa membatin. Ingin sekali dia meneriaki lelaki tamapan itu seperti ini. 'Den! Aden itu suamianya Non Pelita bukan suaminya Non Anggun.' Namun apa daya, Mbok Yan tidak seberani itu untuk berucap.
"Kuat sekali Non Pelita menghadapi cobaannya." Lirih Mbok Yan mentap punggung Bram yang berjalan menjauh pergi ke arah kamar Anggun.
Tok! Tok! Tok!
Bram mengetuk pintu pelan, lalu membukanya perlahan.
"Mbok Anggun sudah bilang Anggun gak mau sarapan!" Ucap seorang wanita yang kini tengah bergelung di dalam selimut.
Bram tersnyum mendengar itu, pasti Anggun mengira dia adalah Mbok Yan.
Perlahan Bram berjalan mendekat ke arah ranjang .
"Kenapa gak mau sarapan hm?" tayanya lembut.
Hal itu sontak saja membuat Anggun membuka selimut tebalnya.
"Sayang!" pekiknya girang.
Bab 1 Figuran
25/07/2024
Bab 2 Rafli
25/07/2024
Bab 3 Pergi ke kantor
25/07/2024
Bab 4 Bram yang Aneh
25/07/2024
Bab 5 Pergi ke rumah
25/07/2024
Bab 6 Alilo
29/07/2024
Bab 7 Hari pertama haid
31/07/2024
Bab 8 Anggun jatuh
01/08/2024
Bab 9 Drama Anggun
01/08/2024
Bab 10 Pertengkaran kecil
02/08/2024
Bab 11 Keluh kesah Pelita
29/08/2024
Bab 12 Reuni
30/08/2024
Bab 13 Lari pagi
31/08/2024
Bab 14 Curhat ke Mega
01/09/2024
Bab 15 Perubahan Bram
02/09/2024
Bab 16 Bram bimbang
04/09/2024
Bab 17 Surga tersembunyi
05/09/2024
Bab 18 Ciuman tak terduga
06/09/2024
Bab 19 Kedatangan Ana
07/09/2024
Bab 20 Kita perbaiki semuanya
08/09/2024
Bab 21 Adek
11/09/2024
Bab 22 Ungkapan Bram
16/09/2024
Bab 23 Penyakit Anggun
17/09/2024
Bab 24 Melepas mahkota
18/09/2024
Bab 25 Kebun teh
19/09/2024
Bab 26 Hubungan yg mulai membaik
20/09/2024
Bab 27 Gaga ginjal
25/09/2024
Bab 28 Permintaan Anggun
26/09/2024
Bab 29 Masuk rumah sakit
01/10/2024
Bab 30 Kedatangan Abdi
03/10/2024
Bab 31 Berduka
14/10/2024
Bab 32 Abdi menghilang
14/10/2024
Bab 33 lahiran
14/10/2024
Bab 34 Selesai.
14/10/2024
Buku lain oleh Byygirl
Selebihnya