Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda

Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda

Ziya_Khan21

5.0
Komentar
70
Penayangan
32
Bab

Alayya Farhana Pramudhita (24 tahun) seorang wanita malam yang selamat dari kematian karena mendapatkan donor jantung dari seseorang yang tidak dia kenal. Pertemuannya dengan Ibrahim Abhimata Danadyaksa (30 tahun) suami dari pemilik jantung yang ada di dalam tubuhnya membuat kehidupan Alayya berbalik 180° . “Ikut saya pulang dan tinggalkan pekerjaanmu ini atau kembalikan jantung almarhum istri saya sekarang juga.” - Ibrahim - Bisakah Alayya membebaskan diri dari Ibrahim di saat jantungnya berdegub tidak teratur setiap berdekatan dengan pria itu? Atau sanggupkah Alayya meninggalkan Ibrahim saat satu kenyataan tentang almarhum pemilik jantung dalam tubuhnya terungkap? “Satu sisi aku sangat membencinya, tetapi di sisi lain aku begitu merindukan dirinya. Apa yang sebenarnya terjadi pada diriku?” - Alayya -

Bab 1 CEO 1 Jantung Istriku

Seringai senyum tercetak jelas dari bibir seorang pria yang saat ini sedang berada di atas tubuh seorang wanita cantik. Tangan kanannya bergerak menyusuri sisi wajah wanita itu. Pelan, yang mana membuat bulu kuduk si wanita meremang seketika. Sama halnya dengan si pria, wanita cantik berkulit putih itu pun menebar senyum yang menggoda juga gerak tangannya yang melingkar pada leher kokoh pria yang tak lagi muda, tetapi tetap terlihat garis ketampanannya itu seketika mematik hasrat kelaki-lakiannya.

“Malam ini kamu harus jadi milikku, Ayya,” bisiknya lirih tepat di telinga sang wanita yang biasa dipanggil Ayya itu. Embusan napas hangat yang menerpa wajahnya seketika membuat sekujur tubuh sang wanita membeku. Pria itu kembali tersenyum lalu menatap penuh nafsu pada bibir berpemulas merah merona juga seksi itu.

Perlahan dia gerakan bibirnya mendekati bibir wanita itu, tetapi sial. Baru saja kulit bibirnya akan menyentuh bibir seksi yang sedari tadi menggodanya itu, ketukan pintu kamar menginterupsi gerakannya. Mencoba abai, dia teruskan apa yang sempat dia hentikan. Namun, lagi-lagi suara ketukan pintu mengganggunya bahkan kali ini suara itu begitu memekakkan telinganya, pria itu pun mengeram kesal.

“Brengsek! Siapa yang berani mengganggu kesenanganku seperti itu!” umpatnya kesal seraya beranjak dari atas tubuh sang wanita.

“Mungkinkah layanan kamar?” Alayya Farhana Pramudhita bicara sambil beringsut bangkit dari rebahnya. Tubuh atasnya yang menyisakan pakaian dalam itu dia tutupi segera dengan selimut tebal dari ranjang tidurnya.

“Nggak mungkin. Aku nggak pesan apa-apa dan orang hotel tahu aku ke sini bersamamu,” ujar pria bertubuh tinggi dan tegap itu sambil mengancingkan kembali pengait celana panjangnya.

“Buka pintunya! Cepat buka pintu ini atau saya dobrak sekarang!” Mendengar seruan dari luar kamar, Alayya membesarkan bola matanya, tubuhnya tiba-tiba gemetar ketakutan.

“Jangan bilang itu polisi, Tuan.” Bibirnya pun bergetar saat mengucapkan kalimat itu.

“Tuan Hardiawan Daneja! Cepat buka pintu kamar Anda kalau Anda tidak ingin saya buat malu!” Kali ini pria bernama Hardiawan Daneja itu yang terbelalak.

“Kurang ajar! Siapa dia berani memerintahku!” ucapnya dengan kesal yang tak terkira, Hardiawan segera menuju pintu kamar hotel tempatnya menginap. Dia ingin tahu siapa yang sudah berani mengganggu malam yang seharusnya indah buatnya itu.

Saat pintu terbuka, mata Hardiawan kembali melotot sempurna karena bukan hanya satu orang yang berada di balik pintu bercat cokelat kayu itu, melainkan ada sekitar enam orang. Mereka semua memakai jas hitam, tetapi ada satu yang mencolok di antara gerombolan kecil itu. Dia adalah pria yang berdiri paling depan dengan jas slim fit yang membalut tubuh atletisnya, wajahnya tampan dengan cambang tipis di rahangnya, sorot matanya bening tetapi tajam menghunus iris mata Hardiawan yang terkejut saat itu juga.

“Siapa kamu dan apa urusanmu denganku!” tanya Hardiawan dengan mata memincing.

“Saya nggak ada urusan dengan Anda, melainkan dengan wanita yang ada bersama Anda di dalam.” Tegas, lugas, dingin serta raut wajah yang datar itu berbicara.

Hardiawan berdecih. Dia melipat kedua tangan di depan dada yang tidak tertutup sehelai benang pun lalu dengan nada sinis dia menanggapi ucapan sang pria.

“Memangnya kamu siapa? Dia wanita yang aku bayar untuk melayaniku malam ini, kalau kamu mau, tunggulah sampai aku selesai dengannya pria bodoh!”

Rahang pria itu mengeras. Seenaknya saja pria yang lebih tua darinya itu mengatainya pria bodoh. Kedua tangan kanan yang sedari tadi ada di dalam kantong celana bahannya itu pun terkepal dengan kuatnya.

“Kalian masuk dan bawa wanita itu keluar, ingat, jangan sampai melukainya,” titahnya kepada kelima ajudan dengan tubuh berotot dan wajah sangar itu.

“Siap, Tuan.” Kompak kelimanya menjawab. Kemudian tanpa menghiraukan keberadaan Hardiawan yang berdiri di ambang pintu, kelima ajudan itu masuk ke kamar President suits itu berbarengan hingga sempat membuat tubuh pria berusia kepala lima itu terhuyung.

“Hei! Apa yang kalian lakukan! Berhenti!,” cegahnya, tetapi tidak ada satu pun yang mau menurutinya.

Hardiawan makin kesal jadinya, dia pun menyusul gerombolan itu yang sudah memaksa Alayya turun dari ranjangnya. Wanita itu tidak terlihat takut meski wajah kelima pria di depannya seakan-akan ingin menelan dirinya.

“Pergi kalian! Apa-apaan kalian memaksaku berhenti melayani pelangganku, memangnya siapa kalian ini!” pekik Alayya dengan seluruh tenaganya. Tubuhnya yang hanya berbalut pakaian dalam berwarna hitam sempat menggoda iman kelima ajudan laki-laki itu, tetapi mereka harus profesional. Wanita ini keinginan Tuannya, hanya milik Tuan mereka.

“Segera pakai pakaian Anda dan ikutlah bersama kami, Nona. Jangan membantah maka Anda akan aman bersama kami,” ucap salah satu ajudan.

“Enak saja! Kalian ini siapa? Saya nggak mau nuruti orang yang nggak saya kenal.” Alayya melengos, kedua tangannya pun sudah terlipat di depan dadanya.

“Silakan pakai pakaian Anda atau kami akan memaksa anda, Nona?” Ajudan itu bicara lagi, dia bahkan sudah berani menyentuh tangan Alayya membuat Hardiawan yang melihat langsung terbakar emosi.

“Kurang ajar, kalian berani menyerobot kamarku dan menyentuh wanitaku, aragghh ….” Satu pukulan berhasil mendarat di ulu hati Hardiawan yang sebelumnya ingin menyerang salah satu dari ajudan pria tampan itu.

“Jangan banyak bicara pak tua! Jangan sampai kami bertindak lebih kurang ajar dari ini!” desis ajudan berkulit hitam itu setelah berhasil memilin tangan Hardiawan ke belakang punggungnya.

“Sebenarnya siapa kalian! Apa mau kalian?” tanya Hardiawan dengan berteriak frustasi. Dia tidak bisa bergerak sama sekali karena tubuh ajudan itu begitu kuat.

“Ibrahim Abhimata Danadyaksa, CEO CULTURE Company, pengusaha muda yang masuk deretan lima pengusaha terkaya di negara ini, itulah saya. Dan malam ini saya akan membawa pergi Nona Ayya bersama saya, apa Anda bisa mengerti sekarang Tuan Hardiawan yang terhormat?”

Hardiawan kembali tercengang. Pria yang jauh lebih muda darinya itu muncul dan langsung menebar tatapan setajam mata elang padanya yang sedang meringis kesakitan. Pria muda itu ternyata bukan orang sembarangan. Dia tahu benar sepak terjang perusahaan yang pria itu sebutkan, maka tanpa pikir dua kali, Hardiawan berkata pada Alayya, “Ikuti perintahnya agar kamu nggak mengalami kesulitan, Ay.”

Alayya melongo. Tidak percaya kalau pria yang sudah jadi pelanggannya sejak sebulan terakhir ini menurut pada pria yang Alayya akui jauh lebih tampan dari orang yang masih mencoba melepaskan diri dari cengkeraman ajudan itu.

“Aku nggak mau!” salak Alayya dengan mata membulat, dia memilih duduk di tepi ranjang dan kembali menarik selimut untuk menutupi tubuh setengah bugilnya itu karena AC kamar membuatnya kedinginan.

Ibrahim tersenyum sinis. Dia melangkahkan kaki mendekati wanita berambut panjang dan lurus itu. Setengah membungkukkan tubuhnya, Ibrahim berkata dengan sangat jelas dan tegas tepat di depan wajah Alayya. “Kamu harus ikut saya pergi karena jantung di dalam tubuhmu itu milik almarhum istri saya, mengerti?”

Ucapan itu sukses membuat Alayya terperangah untuk kesekian kalinya.

Bersambung …

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku