Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Fitnah Dari Mertua

Fitnah Dari Mertua

Rere muis

5.0
Komentar
88
Penayangan
2
Bab

Harapan Audy buyar, ketika ibu dari pria bernama Dion, yang baru saja menikahinya, memaksa pengantin baru itu untuk tinggal di kediaman mereka setelah acara pernikahan selesai dilaksanakan. Gambaran tentang pernikahan yang manis dan indah perlahan sirna saat dirinya diperlakukan layaknya pembantu oleh sang mertua ketika suaminya sibuk bekerja. "Jujur, dari awal Dion membawamu bertemu denganku, aku tidak menyukaimu. Gadis dengan pendidikan rendah yang tidak pantas menjadi seorang menantu keluarga nigrat seperti kami! Kalau bukan gara-gara Dion yang memaksa, mana mungkin aku mau punya menantu rendahan sepertimu!" Ningsih, sang mertua bersikap tak baik padanya, bahkan memperlakukannya tak pantas dibelakang sang anak. Mampukah Audy bertahan? Atau, siapkah Audy bercerai?

Bab 1 Bujukan Ningsih

"Jangan, mas. Aku ingin kita tinggal sendiri. Dikontrakan kecil juga tidak apa-apa. Yang penting hanya kita berdua!" tolak Audy, wanita berparas cantik yang baru saja melangsungkan pernikahan dengan seorang pria bernama Dion, yang sudah satu tahun dipacarinya. Dion, hanya bisa menghela nafas panjang mendengar penolakan sang istri.

Serba salah. Itu yang dirasakan pria itu saat ini. Mengingat sang ibu, Ningsih, yang sejak tadi malam, sebelum ijab kabul berlangsung hari ini, terus memohon agar dirinya tetap tinggal di rumah mewah peninggalan sang ayah, meski dirinya telah menikah.

Ningsih memang sudah tua. Usianya tahun ini sudah 60 tahun. Wanita dengan sifat agak pemaksa itu hanya memiliki Dion saat ini. Sebab Dion adalah anak satu-satunya yang ia miliki. Meninggalkan Ningsih hidup dirumah besar itu sendirian, sebenarnya juga agak membuat Dion khawatir. Meski pekerja yang bekerja disana tergolong cukup banyak. Tapi tetap saja, Ningsih butuh seseorang untuk menjaganya di hari tuanya.

"Tapi sayang, kasihan mama. Dia sudah tua. Apa lagi rumah itu terlalu besar untuk dihuni sendirian. Lagipula, kalau ada kamu bersamanya, aku akan tenang saat bekerja!" jawab Dion kemudian. Audy menggeleng pelan. Gambaran tatapan mengintimidasi wanita yang saat ini telah resmi menjadi mertuanya, saat ia pertama kali dibawa oleh Dion untuk berkenalan kembali teringat olehnya. Audy bisa merasakan ketidaksukaan dari raut wajah Ningsih saat itu. Meski entah kenapa, wanita itu akhirnya merestui mereka.

"Tapi mas sudah janji kita akan tinggal terpisah dengan mama. Kita sudah membicarakan semua ini sebelumnya, mas!" kata Audy tetap menolak. Dion memijit pelipisnya pertanda berpikir.

"Kasihan mama Audy! Dia sudah tua!" jawab Dion lirih.

"Kita sudah membicarakan semua ini, mas. Kita akan mengunjungi mama setidaknya dua kali dalam seminggu. Lagi pula, mama kan tinggal sendiri dirumah. Ada asisten rumah tangga yang jumlahnya lebih dari satu orang. Ada satpam, ada tukang kebun!"

"Tapi mereka bukan keluarga yang sebenarnya. Atau, kamu sebenarnya tidak menyukai mama?"

"Bukan begitu...." Audy menyela dengan cepat. Namun kata-katanya terhenti, sebab ia bingung harus menjelaskan apa yang ia rasakan dengan baik agar Dion mengerti. Ningsih lah yang tidak menyukainya. Audy sadar akan hal itu. Dan ia tak mau hubungannya dan Ningsih makin memburuk jika satu rumah. Dan sejujurnya, Audy juga merasa dirinya tidak akan cocok dengan Ningsih. Audy terlahir di dalam keluarga sederhana. Ayahnya hanya seorang guru. Dan ibunya penjual sarapan pagi. Ia juga bukan gadis dengan pendidikan tinggi. Mungkin hal itu yang membuat Ningsih tidak menyukainya. Dion adalah anak satu-satunya dari keluarga nigrat Gusnidarma. Pendidikannya tinggi, dan lulusan luar negri. Mungkin hal itulah yang menyebabkan Ningsih selalu menatap Audy dengan tatapan tak suka. Bahkan sampai saat acara ijab kabul dan resepsi berlangsung siang ini.

Tok

Tok

Tok

Sebuah ketukan terdengar dari luar kamar hotel dimana Audy dan Dion kini berada. Tiba-tiba bulu kuduk Audy meremang, seakan tau siapa yang kini ada di balik pintu itu.

"Biar aku yang buka!" ujar Dion sambil berdiri dari duduknya. Audy mengikuti langkah sang suami dengan ekor matanya. Menghitung dari angka satu sampai lima, sambil memicingkan matanya pasrah.

"Dion, sayang!" suara Ningsih terdengar dibarengi dengan helaan nafas Audy yang terdengar lelah. Ningsih melirik ke arah Audy sambil tersenyum dibuat-buat. Membuat Audy merasa perutnya bergolak.

"Audy, sayang. Selamat datang dikeluarga Gusnidarma!" ucap Ningsih sambil masuk ke dalam kamar, melewati Dion yang terlihat begitu senang sangat ibu menyambut Audy. Audy menarik bibirnya membentuk senyum. Memaksa senyum lebih tepatnya, kemudian membiarkan Ningsih memeluk tubuhnya dengan erat. Entahlah. Biasanya pelukan terasa hangat. Tapi pelukan Ningsih terasa begitu dingin bagi Audy.

"Sudah ma. Istriku tidak bisa bernafas!" ucap Dion sambil tergelak, menutup pintu dan bergerak mendekat ke arah ibu dan istrinya sambil menyunggingkan senyum.

"Aduh, maaf sayang!" ucap Ningsih.

"Saking bahagianya mama lupa. Hahaha!" sambungnya, lalu melepaskan pelukannya di tubuh Audy. Di tatap nya Audy dengan tatapan lembut. Tatapan yang belum pernah diberikannya pada Audy sebelum ini. Audy sedikit kaget mendapat tatapan penuh kasih sayang itu. Ia ragu sejenak.

"Jadi, bagaimana, apa kita langsung pulang sekarang? Atau kalian mau menginap di sini satu malam ini?" Ningsih mulai berbicara lagi seraya duduk di samping menanti barunya itu. Dion melirik ke arah Audy. Pembicaraan mereka tadi belum selesai sama sekali, dan keputusan belum mereka ambil.

"Hmm, bagaimana kalau kami menginap dulu di sini malam ini ma?" Dion mengambil jalan tengah. Ningsih mengerutkan kening.

"Berarti mama akan pulang sendiri?" tanyanya.

"Ma, sebenarnya aku dan Audy masih belum memutuskan akan tinggal dimana!" ucap Dion jujur. Netra Ningsih sedikit melebar pertanda terkejut.

"Loh, maksudnya bagaimana?"

"Begini, ma. Aku dan Audy sebelum ini sempat membicarakan hal ini. Dan kami sepakat kalau kami ingin tinggal secara terpisah." jelas Dion akhirnya. Wajah Ningsih langsung berkerut. Di tatap nya sang menantu dengan tatapan yang penuh tanda tanya. Membuat Audy merasa sedikit terintimidasi.

"Jadi, kalian ingin tinggal terpisah? Membiarkan mama hidup sedirian di rumah besar itu? Apa betul begitu, Audy? Ya Tuhan, tega sekali kalian!" ucap Ningsih dengan nada suara sedikit di naikkan. Audy menunduk. Ia takut melihat gurat kekecewaan yang kini terpancar di wajah wanita yang baru saja menjadi mertuanya itu. Sementara itu, Dion hanya bisa memilih dahinya yang tiba tiba terasa pusing.

"Bukan begitu, ma. Kami hanya ingin mencoba hidup mandiri. Aku yang salah. Aku yang sudah menjanjikan pada Audy untuk tinggal terpisah dengan mama. Jadi-"

"Tapi kamu juga sudah berjanji pada mama, Dion. Apa hal itu tidak penting bagimu? Oh, betapa terlukanya hati mama," Ningsih mulai terisak. Jujur, kini Audy merasa begitu bersalah. Wanita cantik itu kemudian melirik ke arah suaminya, yang kebetulan juga melirik ke arahnya. Dion menganggukkan kepala. Mencoba memberi kode pada Audy agar istrinya tidak perlu khawatir.

"Ma, aku tau kami sudah membuat mama terluka. Tapi sekarang aku sudah punya tanggung jawab lain. Kami janji akan terus mengunjungi mama tiap akhir pekan. Iya kan, sayang?" Dion melirik Audy. Wanita itu mengangguk pelan. Namun semua itu tak cukup untuk menghentikan air mata Ningsih yang makin deras.

"Audy, mama tau pertemuan pertama kita kurang mengenakkan. Mama Minta maaf karena itu. Tapi apa dengan memberi restu pada kalian tidak cukup untuk membuktikan mama sudah menerima kamu? Mama sudah begitu berharap akan hidup dengan kalian. Tapi, malah ini keputusan yang kalian ambil. Sudahlah. Memang tidak ada yang peduli pada wanita tua seperti mama. Silahkan. Lakukan saja apa yang kalian mau!" Ningsh bergerak hendak meninggalkan tempat itu. Audy menghela nafas. Sepertinya ia benar benar telah melukai hari wanita paruh baya itu. Mungkin benar, ia terlalu takut dan masih tidak percaya kalau Ningsih telah menerimanya dengan hati lapang

Dan hal itu membuatnya menjadi begitu egois sampai sampai berniat memisahkan seorang anak dengan ibunya.

"Tunggu, ma. Baiklah. Kami akan tinggal dengan mama!" ucap Audy tiba tiba. Langkah Ningsih terhenti. Dan Dion, tentu saja terkejut mendengar hal itu. Seulas senyum mengembang di bibir Audy saat melihat mertuanya berbalik dengan wajah terkejut bercampur gembira.

"Sayang, apa kamu yakin?" tanya Dion masih tidak percaya. Audy mengangguk.

"Seperti katamu tadi, mas. Mama pasti akan kesepian jika tinggal di rumah kalian yang besar itu sendirian. Jadi, tidak ada salahnya kita tinggal di sana untuk menemani mama. Aku tidak mau jadi menantu yang egois. Ma, maaf kan aku, ya!" jelas Audy. Dion tampak terharu. Ia merasa begitu beruntung mendapat istri yang berhati lembut dan penuh kasih seperti Audy.

Ningsih bergerak mendekat ke arah menantunya. Memeluknya dengan erat sambil tersenyum bahagia. Dion bahkan tergelak melihat Audy yang sedikit tercekik akibat ketatnya pelukan ibunya.

"Ma, istriku tak bisa bernafas!"

"Oh, maaf, sayang. Mama terlalu bahagia. Audy, mama tau kamu adalah anak yang baik. Terima kasih, sayang. Kamu tidak akan menyesal tinggal bersama mama. Mama janji. Sekarang, nikmati waktu kalian. Mama akan urus hal yang masih sedikit tersisa di bawah. Nanti mama akan ke sini lagi setelah semua beres!" ujar Ningsih, seraya bergerak menuju pintu. Audy tersenyum. Senyuman manis yang menyiratkan ia juga bahagia telah membuat ningsih bahagia.

"Terima kasih, sayang. Aku tau kamu tidak akan tega pada mama!" Dion mendekat, lalu mencium kening Audy. Membuat Audy tersipu malu.

_________

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku