Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua

Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua

Irma.N

5.0
Komentar
999
Penayangan
27
Bab

Jihan Yuniar harus selalu mengalah ketika uang jatah bulananya harus diambil oleh Inggar Larasati, ibu mertuanya yang suka bergaya seperti wanita sosialita padahal sebenarnya hidupnya serba pas-pasan dan hanya mengandalkan uang pemberian putranya . Bahkan, Jihan harus memenuhi kebutuhan dapurnya dengan hasil dari berjualan seblak dan telur gulung di teras rumahnya. Apalagi sang suami, Rizal Aditama sama sekali tak punya ketegasan untuk menolak keinginan sang ibu. Lalu, bagaimana nasib rumah tangga Jihan dan Rizal pada akhirnya? Sampai kapan Jihan harus berjuang seorang diri untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka? Mampukah Jihan merengkuh kebahagiaan bersama Fadil, putranya? Yuk, kita ikuti kisah rumah tangga Jihan dan Rizal yang penuh konflik di novel ini.

Bab 1 Ternyata Bukan KFC

Jihan tengah sibuk memasak seblak pesanan pelanggan setianya, kala motor sang suami memasuki halaman rumah. Dengan senyum sumringah, sang suami turun sembari menenteng sebuah kantong kresek berwarna hitam yang tak bisa memperlihatkan isi di dalamnya.

Jihan pun ikut tersenyum karena mengira isi dari kresek tersebut adalah ayam goreng crispy dari sebuah brand terkenal yang dijanjikan Rizal, sang suami untuk putranya. Setelah selesai melayani pelanggan, Jihan segera menyusul sang suami yang sudah duduk di sofa sembari memainkan telepon pintar.

"Mas." Panggilan lembut Jihan membuat sang suami memalingkan pandangan dari gawai di tanganya, Rizal menghampiri dan menggandeng tangan sang istri ke ruang makan.

"Jihan, ini ada soto ayam dari ibu. Kamu panasin ya, nanti biar buat makan Fadil," perintah Rizal yang membuat kedua alis sang istri saling bertaut, tentu saja Jihan sudah bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun, wanita itu tetap ingin menanyakan perihal janji sang suami pada Fadil, putra mereka.

"Tapi, Mas. Bukanya kamu sudah janji sama Fadil, kalau gajian ini akan belikan dia ayam goreng KFC?" Pertanyaan itu dilontarkan Jihan sembari menuang soto pemberian ibu mertuanya ke dalam mangkok.

"Ayam goreng KFC itu mahal, Jihan. Sayang uangnya, udah syukur ibuku kasih soto untuk makan Fadil. Toh itu soto juga ada ayamnya," ucap Rizal tanpa memikirkan perasaan putra mereka nanti, jika mengetahui sang ayah lagi-lagi mengingkari janji.

"Ya sudah, kalau begitu aku minta jatah bulananku saja, Mas. Hari ini kamu gajian kan?" Wanita itu menadahkan tangan, meminta haknya pada sang suami yang malah menghembuskan napas panjang.

Dengan berat hati, Rizal mengeluarkan dompetnya dari dalam saku. Seperti yang sudah Jihan tebak sebelumnya, sang suami hanya memberikan lima lembar uang merah kepada dirinya. Padahal, Rizal bekerja sebagai buruh pabrik rokok dengan gaji dua juta lima ratus ribu setiap bulanya.

"Kamu pegang itu dulu ya, kalau kurang kan kamu bisa tutupin dari hasil jualan," ujar Rizal yang kembali memasukan dompet kulitnya ke dalam saku.

Jihan mendengus kesal, memandangi uang lima ratus ribu yang berada dalam genggaman tanganya saat ini. Dan hal ini terjadi setiap bulan. Dengan kata lain, wanita itu harus berjuang sendiri untuk menutupi kebutuhan lainya.

"Mas, Fadil waktunya bayar sekolah. Uang segini mana cukup, belum lagi harus bayar listrik. Dan lihat, soto yang ibu kasih cuma setengah mangkok, itu juga tanpa ayam, Mas. Cuma ada satu kaki ayam. Warna kuahnya juga sudah keruh, pasti sudah beberapa kali dihangatkan." Jihan beranjak mengambil sendok dan mengambil sedikit kuah soto kemudian menyodorkannya pada sang suami.

"Nih kamu coba rasain?" perintah Jihan yang langsung menyuapkan kuah soto itu pada sang suami, Rizal terdiam sejenak mengecap rasa kuah yang sudah terasa sedikit asam di lidah. Pertanda jika soto yang diberikan ibunya sudah setengah basi.

"Emb, kok rada kecut ya, Han?" ucap Rizal pada akhirnya.

Jihan tersenyum kecut, dari warna dan baunya saja ia sudah tahu jika soto itu mungkin sudah dimasak dua hari yang lalu.

"Terus yang seperti ini, kamu tega kasih makan ke anak kamu?" Mata Jihan mendelik, menatap sang suami dengan penuh kekesalan.

"Sudahlah, kalau gitu kamu kasih Fadil makan sama lauk yang ada aja. Aku cuma pegang uang lima ratus ribu buat beli bensin dan rokok. Yang sejuta lima ratus diminta ibu, karena mau ada tetangga yang nikahan dan dia disuruh rewang. Katanya malu kalau nggak pakai perhiasan baru," ungkap Rizal pada akhirnya.

"Mas, harusnya kamu bisa kasih tahu ibu dong. Jangan selalu mikirin gengsi kalau kenyataanya gaya hidup beliau nggak sesuai dengan keadaan, kita punya anak dan kita juga perlu biaya hidup, Mas," debat Jihan yang sudah terlanjur kesal.

"Bunda!"

Suara teriakan dari arah pintu masuk membuat perdebatan itu terhenti. Fadil, bocah berusia delapan tahun itu menghampiri kedua orang tuanya dengan wajah berbinar karena tahu jika hari ini adalah tanggal gajian sang ayah.

"Hallo sayang, dari mana saja kamu?" tanya Rizal pada bocah yang tengah tersenyum menatap ke arahnya.

"Habis main, Yah. Oh iya, ayam KFC-nya mana? Hari ini Ayah gajian kan?"

Pertanyaan bocah itu membuat kedua orang tuanya saling melempar pandangan. Rizal mengedipkan mata sebagai kode untuk meminta sang istri memberi pengertian pada putranya. Jihan mendekat dan menekuk lutut untuk mensejajarkan tingginya dengan sang anak.

"Sayang, hari ini makan pakai telur gulung dulu ya. Bunda bikinin yang gede biar kayak paha ayam, besok setelah bayar uang sekolah kamu baru kita beli ayam gorengnya. Tadi Ayah lupa beli." Jihan memberi pengertian pada Fadil sembari menahan air matanya agar tak sampai jatuh, ini bukan pertama kalinya. Tapi setiap kali sang putra meminta sesuatu, Jihan harus selalu bisa membuatnya mengerti bahkan melupakan keinginanya itu.

Pandangan Fadil tertuju pada kuah soto yang berada di atas meja. Mata bocah itu berbinar, karena ada makanan enak meski bukan ayam goreng yang ia minta dari jauh hari sebelum sang ayah gajian. Bocah kelas dua sekolah dasar itu langsung mendekat ke arah meja makan.

"Lho ini ada soto kan, Bun?" tanya Fadil yang kembali menoleh ke arah sang bunda.

"Iya, itu soto dari nenek. Kamu makan aja," ucap Rizal yang tega menyuruh putranya untuk memakan soto setengah basi pemberian ibunya.

Jihan bergeming, setetes bulir bening telah berhasil lolos dari netra indahnya. Tak habis pikir dengan apa yang baru saja diucapkan oleh sang suami. Fadil kembali menoleh setelah mengaduk-aduk isi mangkok dengan sendok yang tadi digunakan Rizal untuk mencicipi kuah soto itu.

"Ayah, kok isi sotonya cuma ceker sebiji. Dan ini ... sotonya udah bau," protes bocah kecil itu menatap sang ayah dengan pandangan sendu.

Jihan yang sudah tak tahan melihat pemandangan itu langsung memeluk tubuh mungil sang anak.

"Nggak usah dimakan, kita ke depan aja yuk. Beli ayam goreng abang-abang dulu ya, besok kita beli KFC. Bunda janji!"

Jihan menggandeng tangan putranya keluar rumah tanpa peduli pada pandangan tajam sang suami. Namun, wanita itu kembali memutar badannya. Mengambil mangkok berisi soto dan membuangnya ke tempat cucian piring di hadapan sang suami secara langsung.

"Dasar istri kurang ajar, boros banget! Semua permintaan anak diturutin," umpat Rizal karena kesal melihat sang istri membuang soto pemberian ibunya yang sudah setengah basi dan tak layak makan itu.

Jihan tak peduli, wanita itu menyalakan sepeda motornya dan membonceng sang anak untuk membeli ayam crispy harga murah di depan gang.

Lima belas menit kemudian, Jihan kembali dengan menenteng sebuah kantong kresek. Wanita itu membuatkan sambal bawang kesukaan Fadil kemudian menunggui sang anak untuk makan. Nampak Fadil makan dengan sangat lahap, meski dengan lauk ayam goreng crispy murah yang hanya tebal tepungnya saja.

Rizal yang baru saja selesai mandi langsung mengambil sepiring nasi hendak ikut makan. Namun, mata lelaki itu malah melotot kala melihat apa yang tersaji di atas meja makan.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Irma.N

Selebihnya

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Romantis

4.8

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku