Kecanduan Manis: Istri Manja Tuan Wahid
Penulis:I. LARSON
GenreRomantis
Kecanduan Manis: Istri Manja Tuan Wahid
Setelah berganti pakaian, Rossa keluar dari kamar ganti dan melihat ke kamar ganti di sebelah kirinya, tetapi pintu kamar itu sudah tertutup.
"Gaunnya sangat cocok dengan temperamen Anda," puji sang asisten toko.
Ketika Peter melihat Rossa dalam gaun biru muda, dia mengangguk setuju dan pergi untuk membayar. Dia tak menyangka bahwa gaun itu berharga lebih dari enam puluh juta rupiah. Akan tetapi, ketika memikirkan gadis ini akan menemui Keluarga Wahid, dia hanya bisa menggertakkan gigi dan membayar tagihan. "Ayo pergi," ucapnya dingin.
Menundukkan kepalanya, Rossa mengikuti pria itu masuk ke dalam mobil.
Mobil memasuki kompleks dengan vila-vila yang indah.
Ketika mobil berhenti di depan sebuah vila yang megah, Rossa tersenyum sinis.
Sementara dia dan ibunya harus banting tulang di luar negeri karena kondisi adik laki-lakinya, ayah dan simpanannya hidup bahagia di vila besar ini.
"Kenapa kamu hanya berdiri di sana?" Peter melihat ke belakang dan bertanya dengan tidak sabar.
Rossa tersadar dari lamunannya dan bergegas mengikutinya.
Seorang pelayan mendekat dan berkata bahwa Keluarga Wahid belum datang, jadi Peter menyuruh Rossa untuk menunggu di ruang tamu.
Di sebelah jendela Perancis, masih ada piano lamanya yang indah. Itu adalah merek Jerman yang terkenal dan harganya sangat mahal. Ibunya membelikan piano itu pada hari ulang tahunnya yang kelima.
Dia suka bermain piano ketika dia masih kecil. Namun, sejak dia dikirim ke negara asing itu, dia tidak pernah menyentuh piano itu lagi.
Rossa tidak bisa menahan diri untuk tidak mengulurkan tangannya dan menekan sebuah tuts. Suara yang merdu dan jernih keluar dari alat musik itu.
Nostalgia yang muncul sedikit menghangatkan hati Rossa.
"Siapa yang memberimu izin untuk menyentuh pianoku?!" Suara yang terdengar marah datang dari belakangnya.
Rossa berbalik dengan acuh tak acuh.
Mungkin gadis ini adalah saudari tirinya. Benar saja, dia mewarisi kecantikan ibunya.
Akan tetapi, saat ini, wajah cantiknya berkerut karena amarah dan kebencian saat dia memelototi Rossa.
"Pianomu?" Mata Rossa berkilat dingin.
Orang-orang di keluarga ini telah menghancurkan pernikahan ibunya dan menikmati semua hal yang seharusnya menjadi milik ibunya. Sekarang, gadis ini bahkan berani mengaku bahwa piano ini adalah miliknya.
"Kamu ... kamu adalah Rossa!" Tina Bramantia mengerucutkan bibirnya.
Tina masih ingat penampilan menyedihkan Rossa yang waktu itu berusia sepuluh tahun, berlutut memohon pada Peter untuk tidak mengirim mereka pergi.
"Apa kamu senang karena Ayah membawamu kembali?" Sambil menyilangkan tangan di depan dada, Tina memandang Rossa dengan jijik. "Aku tidak akan berharap banyak jika aku jadi kamu. Satu-satunya alasan mengapa Ayah membawamu kembali adalah untuk menikahkanmu dengan Keluarga Wahid. Dan pria yang akan kamu nikahi ...."
Tina menutup mulutnya dan mencibir.
Pernikahan sama sekali bukan masalah sepele. Bukankah hidupnya akan hancur jika dia menikah dengan pria seperti itu?
Rossa mengerutkan kening dalam-dalam.
"Tuan, Keluarga Wahid sudah datang," ucap seorang pelayan yang tiba-tiba masuk.
Peter bergegas keluar untuk menyambut mereka secara langsung.
Rossa juga berdiri dan menunggu mereka masuk. Tak lama kemudian, seorang pria di kursi roda didorong ke ruang keluarga.
Melihatnya, kedua mata Rossa terbuka lebar-lebar.
Bukankah ini pria yang dilihatnya di kamar ganti?
Dia adalah Tuan Wahid?!
Akan tetapi, saat di toko tadi, dia melihat dengan jelas bahwa pria ini bisa berdiri sendiri. Dia bahkan memeluk wanita yang sedang bersamanya tanpa kesulitan.
Apa yang sebenarnya terjadi?
"Rossa, kemari. Biar aku memperkenalkanmu pada Tuan Wahid."
Peter mendorong Rossa ke hadapan Laskar dan berkata dengan senyum yang menyanjung, "Tuan Wahid, ini putriku, Rossa."
Sambil mengerutkan kening, Laskar memandang Rossa dari atas ke bawah.
Sebelum ibunya meninggal, dia selalu membicarakan tentang pertunangan antara dirinya dan putri dari Keluarga Bramantia. Dia tidak berani melawan keinginan ibunya. Jadi, setelah digigit ular sewaktu melakukan perjalanan bisnis, dia sengaja menyebarkan berita bohong tentang dia yang menjadi impoten dengan harapan Keluarga Bramantia akan membatalkan pertunangan ini.
Laskar tetap bungkam. Semakin lama dia menatap Rossa, semakin suram ekspresinya. Peter mengira bahwa Laskar tidak puas dengan penampilan putrinya, jadi dia dengan cepat berkata, "Dia masih muda, baru berusia delapan belas tahun. Aku yakin dia akan menjadi cantik ketika dewasa nanti."
Laskar kemudian tersenyum penuh arti. "Ketika aku melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri, aku mengalami kecelakaan. Bahkan sekarang, untuk berjalan saja aku tidak bisa, apalagi memuaskan istriku."
"Aku tidak keberatan," jawab Rossa tanpa menunggu sedetik pun.
Peter telah berjanji padanya bahwa selama dia menikah dengan Keluarga Wahid, dia akan mengembalikan semua properti milik ibunya. Bahkan jika dia harus diceraikan setelah hari pernikahan mereka, dia masih akan menyetujui pernikahan ini.
Rossa dengan cepat mengetahui apa yang ada di benak Laskar.
Alasan Laskar datang ke Keluarga Bramantia dengan kursi roda adalah karena dia ingin Keluarga Bramantia membatalkan pertunangan mereka. Dia melakukan semua ini untuk menikahi wanita yang dilihat Rossa di toko pakaian.
Namun, Laskar tidak menyangka bahwa Peter rela mengorbankan Rossa untuk memenuhi janji antara dua keluarga ini.
Laskar menyipitkan matanya pada Rossa.
Rossa bisa merasakan hawa dingin mulai menjalari tulang punggungnya karena tatapan pria itu. Dia menggigit bibir bawahnya, menahan perasaan pahitnya. Dia melakukan ini bukan karena ingin menikah dengan Keluarga Wahid juga.
Akan tetapi, jika dia mundur sekarang, bagaimana dia bisa mendapatkan kembali apa yang menjadi milik ibunya?
Akhirnya, dia memaksakan sebuah senyum. Tidak ada yang tahu betapa keras perjuangannya. "Kita sudah bertunangan sejak masih anak-anak. Tidak peduli apa pun keadaanmu sekarang, aku tetap harus menikahimu."
Mata Laskar menjadi muram. Wanita ini ternyata pintar berbicara.
Peter tidak menyadari ada yang aneh dengan keduanya dan berdeham. "Mengenai tanggal pernikahan ...."
Sambil menatap wajah pucat Rossa, Laskar berkata, "Pernikahan akan berjalan sesuai dengan perjanjian."
Rossa menundukkan kepala untuk menyembunyikan emosinya. Dia tidak berani menatap pria ini. Jelas terlihat bahwa dia juga tidak senang dengan perjodohan ini.
"Tolong bimbing dan bantu Rossa di masa depan," ucap Peter sambil tersenyum tulus.
Dia merasa sangat gembira. Dia berhasil menikahkan putrinya yang biasa saja ke dalam Keluarga Wahid.
Kemudian, Peter membungkuk sedikit dan berkata dengan sopan, "Aku sudah meminta juru masak kami untuk menyiapkan makan malam untukmu. Silakan makan malam bersama kami sebelum kamu pergi, Tuan Wahid."
"Tidak, terima kasih. Ada urusan yang harus kutangani." Laskar menolak undangan makan malamnya tanpa ragu.
Asisten Laskar, Tanto Wirawan, memutar kursi rodanya untuk pergi. Saat melewati Rossa, Laskar mengangkat tangannya untuk memberi isyarat pada Tanto agar berhenti.
Laskar menatap Rossa dan bertanya, "Apa kamu punya waktu sekarang, Nona Bramantia?"
Meskipun pertanyaan itu terdengar biasa saja, Rossa bisa merasakan nada mendominasi yang kuat darinya.
Jadi, dia mengangguk. Sepertinya pria ini ingin mengatakan sesuatu padanya.
Rossa juga memiliki sesuatu untuk dikatakan padanya.
Peter segera melirik Rossa dan mendesis, "Jaga perilakumu."
Rossa pura-pura tidak mendengarnya dan mengikuti Tanto keluar.
Ketika mereka sendirian, Laskar memutar kursi rodanya dan menatap Rossa. "Kamu ingin menikah denganku meskipun aku cacat? Ternyata Nona Bramantia bukan wanita yang pilih-pilih. Memangnya apa yang kamu lihat dalam diriku? Apakah uangku? Pasti itu. Kamu ingin hidup kaya raya sebagai istri Keluarga Wahid, bukan?"
Kepala Rossa terasa kesemutan di bawah tatapan tajamnya. Dia memasang ekspresi tenang dan membalas, "Lalu bagaimana denganmu? Mengapa kamu berpura-pura lumpuh?"