Kecanduan Manis: Istri Manja Tuan Wahid
Penulis:I. LARSON
GenreRomantis
Kecanduan Manis: Istri Manja Tuan Wahid
"Rossa, pernikahan bukanlah hal yang main-main. Aku tidak bisa membiarkanmu melakukan ini." Jelita menatap putrinya dengan cemas.
Rossa meletakkan makanan yang dibawanya di meja samping ranjang dan berkata, "Bu, aku bukannya akan menikah dengan orang asing. Dia putra dari teman lama Ibu, kan?"
"Temanku sudah lama meninggal. Aku belum pernah bertemu dengan putranya. Bahkan jika aku harus melanggar janjiku padanya, aku tidak bisa membiarkanmu melakukan ini. Aku ingin kamu menikah dengan orang yang kamu cintai. Kamu seharusnya tidak menggunakan pernikahan ini sebagai alat tawar-menawar. Aku lebih suka tinggal di negara ini selama sisa hidupku." Jelita meraih tangannya sambil berbicara dengan tulus.
Seseorang yang dicintainya?
Bahkan jika Rossa bertemu pria yang tepat di masa depan, dia takut dia tidak pantas untuknya.
Dia menundukkan kepalanya dengan pahit. Tidak masalah dengan siapa dia menikah. Yang penting baginya adalah mengambil kembali semua yang pernah menjadi milik mereka.
Tidak dapat mengubah pikiran Rossa, Jelita mulai mengemasi barang-barangnya dan kembali ke dalam negeri bersama putrinya itu keesokan harinya.
Peter tidak ingin Jelita dan Rossa tinggal bersama keluarganya, jadi dia menyuruh mereka untuk menyewa sebuah apartemen.
Rossa tidak mempermasalahkannya. Dia juga tidak ingin melihat istri dan anak perempuan Peter.
Sementara itu, Jelita masih diliputi kekhawatiran. "Rossa, meskipun akulah yang menjanjikan pernikahan ini pada teman lamaku, Peter tidak akan membiarkanmu menikah dengan Keluarga Wahid jika dia berpikir bahwa pernikahan ini adalah hal yang baik."
Rossa tidak ingin membicarakan ini lagi, jadi dia dengan cepat mengubah topik pembicaraan. "Bu, Ibu harus makan sesuatu."
Melihat reaksi putrinya, Jelita hanya bisa menghela napas.
Rossa memegang sendok, dan ketika dia hendak mengambil makanan, dia tiba-tiba ingin muntah.
"Apa kamu sakit? Wajahmu terlihat sangat pucat," ucap Jelita yang khawatir.
"Aku baik-baik saja. Mungkin hanya lelah karena penerbangan yang lama. Aku akan kembali ke kamarku dulu."
Rossa tidak ingin ibunya mengkhawatirkannya, jadi dia membuat alasan yang sederhana.
Tanpa memberi Jelita kesempatan untuk mengatakan apa-apa, dia bergegas ke kamarnya dan menutup pintu. Segera setelahnya, dia merasa ingin muntah lagi.
Sudah lebih dari sebulan berlalu sejak malam itu. Menstruasinya juga terlambat sepuluh hari. Ini hanya bisa berarti satu hal ....
Rossa segera menggelengkan kepalanya, tidak berani berpikir lebih jauh.
Keesokan harinya, Rossa memeriksakan diri di rumah sakit.
"Kamu hamil enam minggu."
Rossa meninggalkan rumah sakit dalam keadaan linglung, ucapan sang dokter masih terngiang-ngiang di kepalanya.
Dia melihat ke bawah, dan tidak bisa menahan diri untuk meletakkan tangannya di perutnya. Meskipun terkejut dan bahkan sedikit malu, dia merasa enggan untuk menggugurkan kandungannya.
Mungkin inilah yang disebut naluri keibuan karena dia merasa senang menanti kehadiran seorang anak.
Sebelum memasuki apartemen, Rossa dengan hati-hati menyelipkan laporan USG-nya.
Begitu dia membuka pintu, ekspresinya menjadi muram.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya pada Peter yang sedang duduk di ruang tamu. "Ini belum hari pernikahan."
"Beraninya kamu berbicara dengan ayahmu seperti itu?"
Peter sudah menunggu selama dua jam dan dia menjadi gusar. Pertanyaan kasar Rossa akhirnya memicu amarahnya.
"Ganti pakaianmu," teriaknya kesal.
Rossa mengerutkan kening. "Kenapa?"
"Kita akan menemui calon suamimu." Peter menatapnya dari atas ke bawah. "Apakah kamu benar-benar ingin dia melihatmu dengan pakaian lusuh seperti itu? Apa kamu sengaja ingin mempermalukanku?"
"Jika aku kaya, kamu pikir aku akan mengenakan pakaian seperti ini? Jika aku kaya, apa adik laki-lakiku akan meninggal di rumah sakit karena terlambat mendapatkan perawatan? Sebagai seorang ayah, kamu seharusnya tahu persis bahwa aku tidak kaya, bukan?"
Rossa menggertakkan gigi dan mengepalkan tinjunya, tidak mampu menahan amarahnya.
Peter tampak sedikit malu dan terbatuk canggung. "Kita bicarakan ini nanti. Ayo pergi. Keluarga Wahid akan segera tiba. Kita tidak bisa membuat mereka menunggu."
"Rossa, aku sudah kehilangan seorang putra. Aku hanya ingin kamu menjalani kehidupan yang baik. Uang tidaklah penting bagiku." Jelita berdiri di depan Rossa, masih berusaha meyakinkannya.
"Bu, jangan khawatir. Aku tahu apa yang kulakukan." Rossa memberinya tatapan meyakinkan dan kemudian memeluknya.
"Ayo cepat!" bentak Peter tidak sabar. Dia takut Rossa akan berubah pikiran jika mereka semakin lama berada di sini, jadi dia menariknya.
Perhentian pertama mereka adalah sebuah toko pakaian wanita kelas atas.
Begitu mereka memasuki toko, seorang asisten toko menyambut kedatangan mereka. Peter mendorong Rossa ke depan dan berkata, "Berikan dia satu set pakaian yang layak."
Asisten toko mengamati sosok Rossa dengan cermat dan kemudian mengangguk. "Silakan ikuti saya, Nona."
Asisten toko pergi untuk mengambil gaun biru muda dari salah satu rak dan menyerahkannya pada Rossa. "Gaun ini terlihat bagus untuk Anda. Bagaimana kalau Anda mencobanya di kamar ganti?"
Rossa mengambilnya dan berjalan ke arah yang ditunjuk oleh sang asisten toko.
"Laskar, apa kamu benar-benar harus menikahi wanita dari Keluarga Bramantia itu?" Terdengar suara seorang wanita yang diwarnai dengan nada mengeluh.
Hal itu membuat Rossa refleks berhenti dan melihat ke kamar ganti sebelah. Melalui celah antara pintu dan kusennya, dia bisa melihat seorang wanita sedang memeluk leher seorang pria, cemberut. "Jika kamu menikahinya, bagaimana denganku?"
Laskar Wahid merasa kasihan pada wanita dalam pelukannya. Dengan suara rendah, dia bertanya, "Apa kamu kesakitan malam itu?"
Lebih dari sebulan yang lalu, dia pergi ke luar negeri untuk memeriksa sebuah proyek. Namun, dia digigit ular berbisa di sana. Racunnya begitu kuat, dan memberikan efek peningkatan hasrat seksual yang tak terkendali. Jika dia tidak melampiaskan hasratnya pada seorang wanita, dia bisa mati karena rasa panasnya.
Sonia Bustami-lah yang menyelamatkannya malam itu.
Wanita itu kesakitan, tetapi dia tidak berani mengeluarkan suara. Dia hanya menanggungnya, gemetar dalam pelukannya.
Laskar tahu bahwa Sonia mencintainya, tetapi dia tidak pernah memberinya kesempatan.
Alasan yang pertama adalah dia tidak mencintainya. Sementara alasan yang kedua adalah ibunya telah mengatur sebuah pertunangan untuknya sejak lama.
Sonia adalah sekretarisnya selama bertahun-tahun, dan dia selalu melakukan pekerjaan dengan sangat baik.
Setelah apa yang terjadi pada malam itu, dia merasa harus bertanggung jawab untuk menikahi wanita ini.
Bersandar di dada Laskar, Sonia menunduk dan cemberut malu-malu.
Dia mencintai Laskar, tetapi dia sudah tidak perawan lagi. Dia tidak bisa membiarkan pria ini mengetahui rahasianya, jadi dia menggunakan tipu daya malam itu.
"Jika ada sesuatu yang kamu suka, belilah," ucap Laskar dengan lembut.
"Itu kamar ganti VIP, Nona. Anda tidak bisa masuk ke sana. Silakan pergi ke kamar ganti di sebelah kanan," ucap asisten toko pada Rossa, menyadarkannya dari pikirannya.
"Oh, baiklah." Rossa mengalihkan wajahnya dengan cepat dan melangkah ke kamar ganti yang ada di sebelah kanan.
Saat dia berganti pakaian, dia tidak bisa berhenti memikirkan percakapan antara pria dan wanita di kamar ganti VIP tadi. Mereka sepertinya sedang membicarakan Keluarga Bramantia.
Apakah pria itu ...?