My Hot and Cool CEO
Penulis:Riezka Karisha
GenreRomantis
My Hot and Cool CEO
Malam ini Mel datang ke tempat kerjanya dengan terus berlari. Ojek langganannya tiba-tiba tak bisa mengantar Mel karena bannya bocor. Mau tidak mau Mel pun harus berjalan kaki dengan secepat mungkin untuk sampai ke StarLight Lounge. Tentunya, jam segini sudah tidak ada angkot. Sedangkan uang Mel tidak cukup untuk membayar ongkos taksi.
Hosh. Hosh. Hosh. Nafas Mel terengah-engah. Saat ia memutuskan berhenti sesaat untuk mengambil nafas sambil memulihkan sebagian energinya. Namun, hal itu benar-benar tidak berlangsung lama. Mel harus kembali berlari agar ia tidak terlambat masuk kerja. Untungnya dia selalu berangkat lebih awal dibandingkan jam masuk shiftnya. Jadi, dia masih punya cukup waktu untuk berlari sekencang mungkin.
Empat puluh menit kemudian pandangan mata Mel sudah dapat menangkap gedung tempat ia bekerja. Mel pun tersenyum, lalu ia mempercepat langkahnya agar cepat sampai di gedung empat lantai yang diisi dengan empat jenis usaha berbeda itu. Gedung StarLight group memang terdiri dari StarLight Resto di lantai pertama, StarLight Gym di lantai kedua, StarLight Bar di lantai ketiga, dan di bagian Rooftop yang dibuat sebagian tertutup sebagian lagi terbuka diisi dengan StarLight Lounge untuk sekedar para muda-mudi nongkrong atau pertemuan bisnis. Gedung ini buka dua puluh empat jam, kecuali bagian resto dan gym. Makanya, shift masuk kerja Mel selalu diangka sepuluh malam. Karena dia harus bekerja sampai pagi.
Hosh. Hosh. Hosh. Mel menghentikan langkahnya sejenak. Sungguh, sebenarnya ia sudah tidak kuat lagi untuk berlari. Namun, jam yang melingkar di tangannya sudah menunjukkan pukul sepuluh tepat. Padahal, benda itu sudah dipercepat beberapa menit agar Mel masih punya waktu untuk bersiap-siap seperti biasanya. Mel mengangkat badannya lagi, kemudian menyeka keringat yang mengucur deras di keningnya.
'Ayo, Mel! Loe pasti bisa. Langkah loe udah hampir sampai. Semangat, Mel! Jalan yang loe lalui sudah lebih jauh dari yang akan loe lalui. Jadi, tetaplah bersemangat,' ujar batin Mel menyemangati dirinya sendiri. Sembari terus menatap gedung mewah yang berdiri di depan matanya itu. Mel segera menegakkan badannya lagi. Kemudian dengan sisa-sisa tenaganya ia berlari menuju tempatnya bekerja di lantai paling atas.
Sampai di sana ia berpapasan dengan Selvi yang baru saja keluar dari dalam ruang ganti karyawan.
"Mel. Tumben loe baru sampai?" tanya gadis itu dengan kening yang berkerut sempurna.
"Ceritanya panjang. Gue harus ganti baju dulu sebelum Pak Pras sadar gue terlambat," ujar Mel sambil berusaha mengatur nafasnya. Ia segera melewati Selvi dan segera menuju lokernya.
"Mel. Pakai pakaian lengkap loe! Hari ini ada pemeriksaan!" teriak Selvi saat melihat Mel masuk ke dalam ruang ganti. Meskipun Mel tak menjawab, tapi ia mendengar suara cempreng temannya itu. Dengan cepat ia segera melucuti pakaian luarnya. Kemudian menggantinya dengan seragam waitress khas tempat itu. Tak lupa ia juga segera mencuci muka agar lebih mudah dipoles. Setelah wajahnya tampak fresh dengan riasan natural. Mel pun memindahkan tangannya ke rambut Mel yang lurus sepunggung. Mel membuka kuncir rambutnya, menyisirnya dengan cepat, kemudian menggelungnya ke belakang kepala agar terlihat rapi. Mel mengawasi seragamnya sesaat. Lalu matanya terbelalak saat tak menemukan tag name terpasang di bagian dada kirinya. Mel keluar dari ruangan itu, lalu membuka pintu lokernya lagi. Mel mengobrak-abrik ruang sempit itu sambil terus berharap benda sebesar jari telunjuknya itu bisa ia temukan. Namun, nihil. Ia benar-benar tidak menemukan benda itu disana.
"Aduh. Dimana ya tag name gue? Mana sekarang ada pemeriksaan lagi. Ayolah, come on! Gue mohon ketemu," gumam Mel sambil terus mencari.
"Ini kan yang loe cari?" ujar seorang pria di belakang Mel sambil menunjukkan tag name Mel di depan wajahnya. Mel tersenyum lebar seketika.
"Iya, bener. Thanks ya loe udah nemuin tag name gue." Mel mengucapkan hal itu dengan tulus. Sayangnya, saat ia hendak meraih benda itu dari tangan kekar si lelaki. Tiba-tiba lelaki itu menarik tangannya terlebih dahulu. Mel pun merasa geram. Ia segera balik badan dan betapa terkejutnya ia saat melihat sosok Axel ada di belakangnya. "Elo lagi. Elo lagi. Ngapain sih loe ada dimana-mana?!" kata Mel kesal.
"Mungkin karena kita sudah ditakdirkan bertemu," jawab Axel ngelantur.
"Nggak usah ngelawak lagi ya. Gue bener-bener lagi dalam keadaan genting sekarang. Jadi, kembaliin benda itu sini!" bentak Mel. Bukannya menyerahkan apa yang Mel minta Axel malah tersenyum geli sambil terus menatap gadis itu. Ia berjalan mendekat hingga Mel harus mundur dua langkah.
Brakkk!
Punggung Mel menabrak pintu lokernya yang masih terbuka.
"Mau ngapain loe?" tanya Mel was-was. "Mundur nggak?! Kalau enggak gue teriak!" ancamnya. Bukannya mengindahkan peringatan Mel, Axel malah meletakkan kedua tangannya di samping tubuh Mel. Mengunci.
"Teriak aja. Nggak akan ada yang dateng juga kok. Hahaha." Axel tertawa licik.
"Maksud loe apa?" Kening Mel berkerut sempurna mendengar hal itu.
"Gue udah booking seluruh tempat ini dan meminta mereka beristirahat sejenak di lantai bawah," kata Axel yang langsung membuat mulut Mel terbuka lebar.
"Apa? Loe udah gila ya! Udah deh. Jangan ganggu hidup gue lagi. Mending loe kasih tag name gue. Lalu loe cari cewek lain yang lebih memiliki segalanya dari gue. Mengerti!"
"Hahahaha. Loe beneran pengen benda ini ya. Kalau begitu ambil saja sendiri." Dengan sengaja Axel memasukkan tag name Mel ke dalam salah satu saku celananya. Mel tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Axel. Ia membuka mata dan mulutnya lebar-lebar.
"Gila loe ya! Bener-bener maniak tau nggak?" omel Mel. Bukannya marah Axel malah tersenyum manis.
"Memangnya kenapa? Bukannya loe pernah pegang ya. Atau jangan-jangan… loe takut bakal horny ya?" tanya Axel dengan senyum mesumnya.
"Enggaklah. Ngapain juga gue harus terangsang. Gue ingetin lagi ya. Yang kemaren itu gue lagi terpengaruh sama obat. Jadi, gue melakukan kesalahan fatal itu. Kalau sekarang gue sangat sadar. Nggak mungkin gue melakukan hal menjijikkan kayak gitu," elak Mel.
"Oh, gitu. Kalau gitu tunggu apalagi. Cepet gih ambil!" Axel memajukan pinggulnya hingga menampakkan bagian pangkal pahanya yang sudah mengembung.
Gluk!
Mel menelan ludahnya dengan susah payah saat menatap bagian itu. Mau mengelak seperti apapun. Dia tak bisa memungkiri jika dia pernah menikmati bagian itu.
"Kenapa? Keinget saat loe mengulum es krim daging itu ya? Atau saat benda itu berhasil membuat loe menjerit-jerit menahan nikmat?" bisik Axel di depan telinga Mel dengan maksud menggoda.
"Enak aja. Ngapain gue keinget kejadian terburuk dalam hidup gue," timpal Mel masih menjaga gengsinya.
"Oh, gitu. Kalau gitu tunggu apalagi. Cepetan ambil tag name loe. Gue cuma booking tempat ini setengah jam lho. Artinya, bentar lagi teman-teman dan manager loe akan segera datang. Dan sepertinya apa yang akan terjadi ya. Kalau si Pras tau loe nggak pakai tag name di hari pemeriksaan seragam lengkap," kata Axel terus memanasi suasana.
"Iya. Iya. Ini gue ambil. Ish. Nggak sabaran banget sih," timpal Mel. Dengan gerakan ragu-ragu ia memasukkan tangannya ke dalam saku celana itu. Saat tangan lentik Mel menyentuh paha Axel. Lelaki itu pun memejamkan matanya. Seakan menikmati belaian tangan Mel. Kening Mel juga sudah mengucurkan keringat dingin, dadanya terasa berdegup kencang dan darahnya terasa berdesir-desir. Tangan Mel akhirnya menemukan benda yang ia cari. Tetapi, saat ia hendak menarik tangannya lagi. Tak sengaja tangannya yang sudah ia jaga betul-betul itu menyentuh benda keras nan kokoh yang terasa sangat berurat itu.
Gluk!
Mel menelan ludahnya lagi. Tangannya sejenak berhenti di tempat itu. Axel menatap wajah Mel yang terlihat sangat jaim. Meskipun Axel tau wanita itu juga sedang memikirkan hal yang sama. Makanya, dengan jail Axel menggenggam tangan Mel. Lalu mengarahkan tangan itu ke batang kenikmatannya.
"Aargh!" Mel seketika berteriak sambil menarik tangannya dengan cepat. "Gila emang loe ya!" omel gadis itu sambil berjalan meninggalkan Axel sendiri.
Setelah melewati pintu keluar ruangan itu. Tak disangka Mel bertemu dengan Selvi dan yang lainnya.
"Mel. Loe kemana aja dari tadi?" tanya Selvi bingung. Mel tak langsung menjawab. Ia malah terlihat bingung sambil menatap yang lain yang tengah melihatnya dengan tatapan penasaran. Belum sempat Mel menjawab, Axel keluar dari tempat itu sambil membenarkan jasnya. Dan seketika tatapan mereka berpindah ke arah Axel. "Kalian berdua… abis ngapain?" tanya Selvi penasaran.