My Hot and Cool CEO
Penulis:Riezka Karisha
GenreRomantis
My Hot and Cool CEO
"Aku mencintaimu, Jani. Aku nggak peduli apa kata orang. Aku hanya ingin kamu dalam hidupku," kata seorang cowok sambil memegang kedua tangan gadis di depannya. Si gadis hanya menangis sesenggukan. Ia tampak merasa sedih, tapi juga bahagia. "Jadi, kamu mau kan menjadi istriku? Menjadi ibu dari anak-anakku?" lanjutnya.
"Tapi–" Belum sempat menyelesaikan kalimatnya lelaki tadi langsung menempelkan telunjuknya di bibir
"Hust. Kamu nggak perlu mikirin hal lain. Aku ingin kita berdua bisa terus bersama dalam suka maupun duka dan dari sekarang sampai kelak kita menua," ujar si cowok lagi. Akhirnya gadis itu tersenyum lalu mereka saling berpelukan erat.
"Hems…. So sweet," gumam Mel saat menonton film dari aktor tampan favoritnya yang sedang tayang di layar kaca. "Wah! Ini kan Universitas Pelita Bangsa. Enak banget kampus mereka digunakan untuk shooting oleh aktor setampan Ezio Clay. Pasti para Mahasiswa disana bisa melihat langsung wajah tampannya. Lalu mereka juga bisa kenalan sama dia dan foto bareng. Duh! Jadi, tambah iri deh," tambah Mel dengan tatapan yang terus tertuju pada televisi tabung dua puluh satu inci di depannya. Tanpa ia sadari Sunandar si ayah sudah ada di belakangnya dengan menggunakan kursi roda.
"Mel," panggil Sunandar yang langsung membuat Mel terkejut.
"Ayah. Kok Ayah ada disini sih? Ayah kan belum sehat benar. Harusnya kalau Ayah butuh apa-apa tinggal bilang saja sama Mel. Pasti Mel akan segera datang dan membantu keperluan Ayah," ujar Mel seraya berjalan mendekati Sunandar. Mel pun langsung jongkok di depan kursi roda lelaki berumur lima puluh tahun itu.
"Mel. Ayah udah mendingan kok. Ayah malah merasa bosan kalau harus di kamar terus. Makanya, Ayah cari udara segar kesini," balas Sunandar.
"Syukurlah, Yah. Mel benar-benar takut Ayah kenapa-napa. Di dunia ini kan Mel cuma punya Ayah. Jadi, Mel nggak mau Ayah sampai sakit kayak kemarin," kata Mel sambil meletakkan kepalanya di pangkuan Sunandar. Lelaki itu tersenyum lemah. Lalu tangannya yang terangkat mengelus rambut putrinya dengan pelan.
"Maaf ya, Mel. Gara-gara Ayah sakit-sakitan kamu jadi batal kuliah dan kejar cita-cita kamu." Mel seketika mengangkat kepalanya mendengar ucapan sang ayah barusan.
"Ayah. Ayah ngomong apa sih? Mel kan udah berkali-kali bilang sama Ayah. Kalau cita-cita terbesar Mel itu bikin Ayah seneng. Jadi, kalau Ayah masih merasa sakit artinya Mel belum bisa mencapai cita-cita Mel. Dan hal itu akan tetap jadi prioritas Mel." Gadis itu berkata dengan sungguh-sungguh.
Sunandar menatap wajah Mel sambil tersenyum manis. Padahal dalam hatinya terasa teriris. Ia merasa sangat bersalah tak bisa memberikan kebahagiaan untuk sang putri tercinta selayaknya orang tua pada umumnya. Apalagi Mel sudah kehilangan ibunya sejak ia lahir ke dunia. Itu berarti Mel sudah kehilangan kasih sayang dari sosok ibunya. Sehingga, seharusnya Sunandarlah yang berkewajiban membuat Mel merasa bahagia. Namun sayangnya, Sunandar tak bisa berjalan semenjak tiga tahun yang lalu.
Tepat saat Mel sedang duduk di bangku kelas tiga SMA. Ia pernah pernah mengalami kecelakaan saat menjadi driver ojek online. Sumsum tulang belakangnya rusak setelah kejadian naas itu. Tak hanya sumsum tulang belakang Sunandar yang bermasalah, ternyata dinding paru-parunya juga terjadi cedera akibat hantaman yang cukup keras saat kecelakaan terjadi. Sunandar pun pernah tak sadarkan diri selama beberapa hari. Ia hanya terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.
Saat itu Mel tampak sangat terpuruk. Bahkan, ia sempat ingin mengakhiri hidupnya, jika sampai terjadi hal terburuk pada Ayahnya. Untungnya, Sunandar lekas sadarkan diri, meskipun dengan keadaan tubuh yang seperti ini. Tetapi hal itu seakan memberikan secercah harapan pada Mel. Ia pun berjanji pada dirinya sendiri. Bila ia akan melakukan apapun agar bisa membuat sang ayah bisa sembuh kembali.
Kembali pada Mel yang tengah menggenggam erat kedua tangan ayahnya. Senyum gadis itu terus mengembang dengan tatapan yang penuh harapan.
"Ya, udah. Ayah jangan mikir macem-macem lagi ya. Mending sekarang Ayah tidur aja. Mel pun mau siap-siap buat berangkat kerja," kata Mel sambil beranjak.
"Mel. Kenapa sih kamu nggak minta sift siang aja? Malem-malem gini kan bahaya buat cewek kayak kamu kerja. Belum lagi kalau ketemu sama orang yang tidak bertanggung jawab di jalan. Ayah kan jadi khawatir."
"Ayah. Jangan khawatir ya! Shitf malam itu kan gajinya besar. Lagian, aku bisa jaga diri baik-baik kok. Dan temen-temen kerja juga baik-baik semua. Jadi, Ayah jangan khawatir ya. Aku janji. Kalau tabungan Mel sudah cukup untuk membayar biaya operasi ayah. Mel akan keluar dari tempat itu dan nyari pekerjaan yang jam kerjanya siang hari." Lagi-lagi Sunandar hanya bisa tersenyum. "Ya, udah. Mel antar Ayah sampai kamar dulu ya!" kata Mel. Ia segera berjalan ke belakang kursi roda itu. Kemudian mendorongnya menuju kamar Sunandar. Tak hanya itu, sampai dalam kamar Mel juga memapah tubuh Sunandar hingga berpindah ke atas ranjang. Ia menyelimuti tubuh lelaki yang sangat ia cintai itu dengan selimut bergambar macan kumbang. "Ayah istirahat ya. Mel mau siap-siap dulu," ujar Mel sebelum pergi.
Empat puluh menit kemudian Mel sudah sampai di StarLight Lounge. Ia langsung masuk ke ruang karyawan untuk segera berganti pakaiannya dengan seragam waitress khas tempat itu. Setelah berganti pakaian tak lupa Mel juga segera merias wajah dan menata rambutnya menjadi Cepol dengan rapi. Setelah penampilannya dianggap sudah memenuhi standar karyawan tempat itu. Mel segera keluar untuk bergabung bersama rekan-rekannya di luar.
"Mel!" panggil salah rekannya saat melihat Mel keluar dari ruang ganti. Mel pun langsung menoleh.
"Ada apa Sis?" tanya Mel bingung.
"Bantuin gue dong. Pesanan di meja Seratus sebelas banyak banget nih. Gue sampai kewalahan membawanya," kata Siska itu.
"Ya, udah. Ayo kita kesana secepatnya!" timpal Mel. Mereka pun segera berjalan beriringan menuju dapur. Lalu mereka mulai mengangkat masakan demi masakan itu. Lalu membawakan beberapa botol wine dan Vodka menuju meja yang maksud Siska.
"Selamat malam, Tuan. Ini ini pesanan anda," kata Siska yang sampai lebih dulu di meja bundar dekat jendela yang sudah dikelilingi oleh para wanita dan lelaki yang tak menghiraukan keberadaannya. Kemudian ia pun segera meletakkan beberapa menu hidangan andalan dari atas nampan yang ia bawa. Mel melakukan hal yang sama. Sambil melayangkan senyumannya ia meletakkan beberapa botol wine dan Vodka beserta gelas kecilnya. Namun, setelah ia meletakkan botol itu dan hendak balik badan. Tiba-tiba tangan kanannya dicengkram oleh salah satu pria yang duduk paling ujung.
"Mau kemana cantik?" ujarnya dengan nada menggoda. Memang dibandingkan dengan para waitress di tempat ini. Wajah Mel yang tampak paling menonjol. Tak hanya wajahnya, bodynya pun sangat bagus dengan tinggi dan berat badan ideal yang membuat iri semua orang. Sebenarnya ini bukan kali pertama dia digoda oleh lelaki hidung belang macam ini.
"Maaf, Tuan. Saya harus kembali ke dapur," jawab Mel dengan nada merendah sambil mengibaskan tangannya. Kepalanya pun tertunduk dalam-dalam dengan ekspresi wajah ketakutan. Bukannya iba lelaki itu malah terlihat senang. Ia pun segera beranjak dan berjalan lebih dekat dengan Mel.
"Alah. Gaji kamu berapa sih disini? Saya bisa kasih puluhan kali lipat. Kalau kamu mau jadi simpanan saya, Cantik," kata lelaki yang mungkin sudah seumuran dengan Sunandar itu. Sambil mencolek dagu Mel. Reflek Mel menghindar.
"Maaf, Tuan. Tapi, gaji saya disini sudah lebih dari cukup. Terima kasih atas tawarannya," tolak Mel halus. Lalu ia segera melangkah pergi. Sayangnya, lelaki itu tak menerima penolakan dalam bentuk apapun. Makanya ia kembali menangkap tangan Mel dengan gerakan yang lebih kuat.
"Kalau saya bilang tetap disini! Itu artinya kamu jangan pergi!" bentaknya. Hingga membuat semua orang menoleh. Sementara teman-temannya hanya cekikikan.
"Maaf, Tuan. Tapi saya harus pergi." Mel mengibaskan tangannya lagi.
"Alah. Nggak usah naif kamu. Kamu pasti butuh uang, kan?" Orang itu semakin nekat. Bahkan, tanpa izin ia berniat memeluk tubuh Mel. Tentu saja Mel langsung membela diri. Dengan kuat ia mendorong lelaki itu hingga jatuh.
Brukkk!
Lelaki itu pun tersungkur ke lantai. Namun, tak lama ia segera bangkit. Semua orang terkejut melihatnya. Sesaat lelaki itu mengawasi sekitar. Betapa malunya dia saat ini. Lelaki itu segera bangkit. Kemudian….
Plak!
Satu tamparan keras mendarat di pipi Mel.
"Kurang ajar kamu! Berani-beraninya kamu mendorong saya!" ujar lelaki itu.
"Maaf, Pak. Saya tidak sengaja. Sungguh saya tidak sengaja," kata Mel sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali. Matanya mulai berkaca-kaca, tapi ia tahan sekuat tenaga agar tidak tumpah begitu saja. Sungguh, ia merasa bersalah atas kejadian tadi.
"Ada apa ini, Pak? Ada yang bisa kami bantu?" ujar seorang lelaki dengan setelan jas krem melekat di tubuhnya.
"Anda manager tempat ini?"
"Betul."
"Pecat dia sekarang juga. Dia sudah berani mendorong saya sampai jatuh."
"Saya mohon maaf atas tindakan yang tak mengenakkan hati Bapak. Biar saya tegur anak buah saya. Kalau perlu saya kasih tindakan tegas," balas lelaki itu sambil melirik Mel yang tak berani mengangkat wajahnya sedikitpun. Si lelaki hidung belang tersenyum penuh kemenangan mendengar ucapan si manager tadi. Lalu ia segera kembali ke sofa bersama teman-temannya. "Mel. Ikut saya ke ruangan!" ujar si lelaki itu yang membuat badan Mel mendadak bergetar hebat.
'Hah. Apa? Gue mau dipecat?' batin Mel putus asa.