My Hot and Cool CEO
Penulis:Riezka Karisha
GenreRomantis
My Hot and Cool CEO
"Ayah," gumam Mel. Saat melihat sosok Sunandar sedang menikmati makan siang bersama Axel. Badan gempal sang ayah pun menggunakan setelan jas mahal dan di depannya sudah tersaji berbagai hidangan seafood kesukaan Sunandar dan Almarhumah istrinya. Seolah tau jika ayah Mel sudah lama menginginkan diner bersama sang almarhumah. Meja, kursi serta tempat itu pun sudah di hias dengan sedemikian rupa. Sehingga tampak cantik dan romantis. Tak hanya itu kursi yang di sediakan pula berjumlah empat. Dua meja berhadapan untuk Sunandar dan Axel. Kemudian, kursi di samping Sunandar diisi dengan foto ibu Mel. Sementara satu kursi terakhir masih kosong.
"Mel. Ayo, sini!" ujar Sunandar yang langsung membuat Mel membuyarkan lamunannya. Mel merasa canggung. Namun, perlahan ia berjalan mendekat. Sambil terus menatap tajam Axel yang terus mengembangkan senyum penuh kemenangan. "Duduk dong, Mel!" titah Sunandar yang kembali mengalihkan perhatian sang putri tercinta.
"Mel duduk samping Ayah saja ya!" kata Mel sambil menjulurkan tangannya untuk meraih foto sang ibunda.
"Jangan!" cegah Sunandar. "Kamu lupa hari ini hari ulang tahun pernikahan Ayah dan Bunda. Kamu mau mengganggu kemesraan kami?" ujar Sunandar yang membuat Mel tak bisa membantah lagi.
"Ah, benar! Hari ini hari Anniversary Ayah dan Bunda. Selamat ya, Yah!" kata Mel sambil menjulurkan tangannya. Namun, Sunandar tak langsung menyambutnya. Ia malah tersenyum geli.
"Sudahlah, Nak. Jangan bercanda lagi. Hadiah kejutannya sudah dibuka, kan? Kamu dan pacarmu ini memang pandai mengatur rencana untuk membuat Ayah bahagia," timpal Sunandar.
"Pacar?" gumam Mel. Ia pun langsung menoleh ke arah Axel. Sedang lelaki itu segera mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan Sunandar mencicipi masakan di atas meja itu.
'Sialan! Pandai betul lelaki ini berakting di depan Ayah. Awas saja! Gue pasti bakal kasih dia perhitungan,' batin Mel kesal. Dengan kasar ia segera duduk di kursi yang sudah di sediakan.
"Wah, Mel. Masakannya enak. Sumpah ini enak banget! Kalau boleh tau ini namanya apa Nak Axel? Kok saya baru liat," kata Sunandar yang sudah terlihat akrab dengan Axel.
'Axel? Padahal, namanya aja baru gue denger. Pakai ngaku-ngaku sebagai pacar gue lagi. Sialan!' ujar Mel lagi dalam hati. Mata Mel terus melirik tajam Axel yang sedang menjelaskan isi mangkuk Sunandar yang berisi penuh dengan telur Caviar yang sangat mahal. Namun, Mel tak memperdulikan hal itu. Matanya terus menatap Axel seakan ingin mencabik-cabik jantung lelaki itu hingga aliran darah berakhir. Axel yang tau akan lirikan Mel mulai melancarkan aksinya.
"Kenapa sayang? Kok lirikannya tajam banget? Mau gue ambilin juga ya? Siniin piringnya!" ucap Axel sok manis. Tangannya tampak sangat halus tanpa kapalan sedikit pun segera meraih piring di depan Mel. Sayangnya, tangan Mel seketika menahannya.
"Nggak perlu! Gue bisa sendiri kok," kata Mel dengan nada penuh penekanan.
"Udahlah, Sayang. Jangan malu-malu. Lagian Ayah loe juga udah tau hubungan kita kok. Jadi, ngapain harus ditutupi lagi. Iya kan, Ayah?" kata Axel yang langsung membuat Mel melongo dengan kening yang berkerut sempurna.
'Apa dia bilang? Ayah? Sok akrab banget sih?' ujar Mel dalam hati. Di saat Mel sedang menahan kesal. Sunandar malah tersenyum manis sambil menganggukkan kepalanya dengan mantap.
"Iya, Mel. Kamu ini kenapa sih harus malu-malu segala. Biasanya juga malu-maluin. Udah jangan sungkan-sungkan. Ayah justru senang kalau melihat kalian berdua romantis-romantisan," sahut Sunandar yang seketika membuat mata Mel membesar.
"Tap… tapi, Yah–" Mel hendak mengelak, tapi Axel malah menyodorkan sendok makan berisi telur Caviar.
"Ayo. Buka mulutnya, Sayang!" kata Axel lembut. Mel menatap ke arah Sunandar yang sedang menatapnya juga. Senyum Sunandar pun terus mengembang dengan tatapan penuh harap. Bahkan, kepalanya sedikit mengangguk. Seolah memerintah Mel untuk menerima suapan lelaki itu. Mau tidak mau, Mel pun membuka mulutnya perlahan lalu memasukkan sendok itu ke dalam mulutnya. Mel sedikit terkejut setelah mengunyah makanan yang baru pertama kali dia nikmati itu.
'Pantas saja harganya mahal. Rasanya enak banget,' puji Mel salam hati.
"Gimana rasanya, Sayang? Enak?" tanya Axel yang langsung membuat lamunan Mel buyar. Mel kembali memperlihatkan ekspresi cemberutnya.
"Biasa aja," timpal Mel ketus. Mendengar hal itu Axel semakin ingin menggoda Mel. Ia mendekatkan badannya ke arah Mel kemudian berbisik.
"Loe tau nggak selain enak. Telur Caviar ini juga bisa untuk meningkatkan gairah seksual lho! Mantap, kan?" bisik Axel yang kembali membuat mata Mel membulat sempurna. Mel ingin sekali memuntahkan makanan itu. Karena dia takut kejadian kemarin terulang lagi. Tetapi, dia merasa sayang harus membuang makanan yang bisa jadi tak mungkin dirasakan oleh lidahnya lagi. Apalagi di depan Mel ada ayahnya yang akan curiga pada Mel jika hal itu ia lakukan. Akhirnya dengan perasaan was-was Mel menelan makanan itu. Axel yang melihat kegalauan hati Mel langsung tersenyum geli. Entah mengapa ia merasa sangat senang bisa menggoda Mel seperti ini.
Tak terasa waktu cepat berlalu. Makan siang mereka pun sudah selesai. Kini mereka bertiga sedang berdiri di depan pintu gerbang tempat terapi untuk mengantar Sunandar.
"Nak Axel. Terima kasih banyak ya. Sudah menyempatkan waktu untuk datang dan membuat kejutan yang sangat indah seperti tadi," ungkap Sunandar tulus.
"Iya, Yah. Mulai hari ini. Ayah jangan pernah sungkan dengan saya. Semua yang Ayah inginkan. Itu sama saja dengan keinginan saya. Jadi, katakan saja. Saya pasti mengabulkannya," kata Axel yang langsung mendapatkan cibiran dari Mel yang berdiri di belakang Sunandar. Axel yang melihat hal itu pun langsung mendapatkan ide brilian. "Tapi, tentunya semua hal itu tidak akan saya berikan secara cuma-cuma, Yah. Ayah juga harus memberikan sesuatu hal untuk saya," tambah Axel yang membuat ekspresi wajah gembira Sunandar seketika pudar.
"Tuh kan, Yah. Makanya Ayah jangan mudah percaya dengan orang asing. Dia ini liciknya. Aku juga curiga jangan-jangan dia adalah agen properti dan mau memaksa Ayah untuk menjual rumah peninggalan Bunda. Hati-hati Yah. Jangan mudah terhasut," ujar Mel setengah menyindir. Axel hendak menggertak. Namun, seketika ia tahan emosinya itu. Karena Sunandar kini menatap ke arahnya lagi.
"Apa benar itu, Axel?"
"Aduh, Ayah. Saya tau saya punya salah dengan anak Ayah. Tapi, teganya dia memfitnah saya seperti ini," kata Axel dengan wajah memelas. Kedua tangan Mel reflek langsung mengepal erat.
"Memangnya yang kamu inginkan dari saya itu apa sebenarnya?" tanya Sunandar pelan.
"Restu," jawab Axel. Entah untuk keberapa kalinya mata Mel membulat. Begitu juga dengan Sunandar yang tidak percaya dengan ucapan Axel.
"Hahaha. Kamu ini ada-ada saja. Saya sampai hampir jantungan mendengarnya. Kalau urusan yang satu itu. Tenang saja. Ayah pasti kasih terus kalian berdua hingga ke jenjang pernikahan. Oke?"
"Oke, Yah. Secepatnya saya akan melamar anak Ayah," balas Axel antusias. Sunandar tak membalas. Ia hanya tersenyum sambil menepuk-nepuk pundak Axel beberapa kali. Setelah itu ia pun balik badan dan kembali ke dalam ruang terapi. Setelah sang ayah tak lagi terlihat. Mel menginjak kaki Axel kuat-kuat. Kemudian berjalan meninggalkan tempat itu.
"Aw! Aw! Aw!" rintih Axel sambil memegang kakinya yang terasa cenat-cenut. "Eh! Tunggu! Tungguin gue!" teriaknya sambil berjalan tertatih menyusul kepergian Mel. Axel segera menarik tangan Mel saat langkahnya hampir mendekati Mel. "Apa-apaan sih loe? Udah nginjek kali gue masih ninggalin pula. Mau loe apa, hah?!" Mel membalik badannya hingga berhadapan dengan Axel.
"Mau gue apa? Loe tanya mau gue apa?! Harusnya gue yang tanya mau loe apa?! Loe tiba-tiba datang ngelamar gue. Terus loe juga deketin bokap gue. Emang mau loe apa sih, hah?!" Axel tersenyum sekilas.
"Kalau gue bilang… gue jatuh cinta sama elo dan nggak mau kehilangan elo. Apa elo akan meleleh hatinya?" ujar Axel sambil melengkungkan senyum manisnya. Bahkan, ia juga mengusap rambutnya yang klimis dengan penuh gaya. Bukannya terpesona, Mel malah mendengus sebal.
"Loe bilang apa? Cinta pandangan pertama? Sama gue? Hahahaha." Mel tertawa lepas dengan nada mengejek. Tak lama kemudian tawanya berhenti dan wajahnya kembali serius. "Nggak usah ngelawak deh. Loe itu tampan, kaya, orang kelas atas. Mana mungkin sih loe cinta sama gue. Yang ada loe cuma kesemsem sama tubuh gue setelah kejadian saat itu. Terus loe deketin gue hanya untuk dijadikan istri kedua? Atau selingkuhan? Atau malah cuma jadi pemuas nafsu? Yang artinya gue harus hidup dalam cibiran orang, dalam persembunyian dan dalam kesengsaraan batin. Sementara elo. Elo bebas memperlakukan gue. Elo bisa bersenang-senang dengan siapapun. Lalu kembali ke tempat gue di saat loe butuh. Oh My God. Hebat banget loe. Oops, maksud gue… uang loe," ujar Mel dengan menekan kata terakhirnya. Axel tak bisa membalas. Ia hanya tersenyum kecut. "Heh? Nggak bisa bales, kan? Karena semua kartu loe udah gue buka. Jangan loe pikir orang miskin kayak gue nggak punya otak juga ya. Gue mungkin puluhan kali lebih pinter dari wanita kaya yang selama ini loe bohongi. Jadi, jangan sekali-kali loe mau kibulin gue. Ngerti?!" kata Mel penuh penekanan. Ia pun balik badan lalu berjalan meninggalkan Axel sendiri di tempat itu.
"Heh?" Axel tersenyum kecut sambil terus menatap punggung Mel menjauh. "Pinter juga nih cewek. Tapi, bukan berarti loe nggak bisa gue taklukkin," gumam Axel. Ia menepuk tangannya ke udara. Lalu sebuah mobil sedan bermerek BMW 8 series berjalan mendekat dan berhenti tepat di samping Axel. Seorang lelaki keluar dari dalam mobil. Lalu membukakan pintu mobil untuk Axel masuk.
"Silahkan, Tuan Muda!" ujarnya saat Axel berjalan masuk.