My Hot and Cool CEO
Penulis:Riezka Karisha
GenreRomantis
My Hot and Cool CEO
Axel menatap tag name bertuliskan Camelia yang ada di tangannya. Sesekali ia memutar benda kecil itu tanpa membalikkan tulisan di dalamnya. Axel terus mengamati nama Camelia sambil membayangkan setiap adegan yang mereka lakukan semalam. Padahal, di atas meja kerjanya sudah tertumpuk beberapa berkas yang harus segera ia cek dan tanda tangani. Namun, semua itu seakan sedang terlewat dari pikirannya.
Axel yang biasanya terkenal sebagai pebisnis sejati yang tak suka menyia-nyiakan waktu untuk hal-hal yang tidak penting. Tiba-tiba melupakan kredibilitas sebagai pemimpin tegas dan tak suka melihat bawahannya membuang waktu saat bekerja. Walaupun, hanya untuk sekedar menyapa satu sama lain. Hal itu pula yang membuat anak buahnya takut akan sosok Axel yang dingin serta jarang tersenyum itu. Sebab, dia tak segan-segan memecat karyawannya. Jika ada yang melanggar aturan perusahaan dalam menggunakan keefektifan waktu.
Sayangnya, hal itu sedang dilanggar oleh Axel sendiri. Ia yang sedang dimabuk asmara. Tak lagi ingat dengan aturan ketat yang membuat anak buahnya sulit bernapas lega. Karena terus dituntut dengan berbagai pekerjaan yang tiada habisnya. Axel tak mampu berpikir lagi. Karena yang ada dipikirannya sekarang hanyalah Camelia saja.
'Gue harus segera dapetin cewek ini. Cepat atau lambat,' batinnya tanpa melepas pandangannya dari benda itu. Saat Axel sedang fokus dengan tag name itu tiba-tiba pintu ruangannya dibuka dari luar. Buru-buru Axel segera memasukkan benda itu ke kantong jasnya.
"Lagi ngapain loe?" tanya Rendi curiga dengan sikap Axel. Axel seketika menggelengkan kepalanya cepat.
"Biasa. Cek berkas," jawab ya sambil membuka salah satu diantara berkas-berkas yang bertumpuk-tumpuk di depannya. Rendi memicingkan matanya. Curiga.
"Beneran? Kok gelagat loe tampak mencurigakan." Axel menutup kembali berkas tadi. Lalu ia menatap sahabatnya sejak kecil itu lekat-lekat.
"Loe ngapain kesini? Pakai nyelonong aja lagi. Ketuk pintu dulu kek," omel Axel sambil menyandarkan badannya ke sandaran sofa.
"Hehe. Sorry. Gue cuma pengen tau. Katanya semalem Milano hampir menjebak loe ya?"
"Heem," balas Axel tak bersemangat.
"Terus gimana cara loe menghindar. Pasti dia udah merencanakan semuanya dengan matang?"
"Heh. Loe pikir gue sebodoh itu? Justru, gue mau berterima kasih sama dia. Karena dia, gue jadi bertemu sama wanita itu," ujar Axel sambil membayangkan wajah Camelia saat merintih keenakan.
"Wanita? Siapa?" tanya Rendi cepat dengan wajah yang tampak sangat penasaran. Axel tak langsung menjawab. Ia malah tersenyum misterius. Dan saat ia hendak membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu. Mendadak seorang lelaki mengetuk pintu ruangan itu.
Tok. Tok. Tok.
Axel langsung menghentikan gerakan bibirnya.
"Masuk!" titah Axel. Si empu yang berhasil mengusik ketenangan ruangan itu pun segera membuka pintu ruangan Axel yang terbuat dari kaca gelap itu. Lalu berjalan ke arahnya.
"Selamat siang, Bos," ujar lelaki itu. Sembari menundukkan badannya sedikit.
"Siang," timpal Axel dingin.
"Ini semua data yang bisa saya dapatkan mengenai Camelia, Bos," ujar si lelaki itu sambil menyerahkan sebuah amplop Map coklat dengan size C3. Axel yang sudah tak sabar menunggu benda itu sejak tadi. Segera menerimanya dengan antusias. Sedangkan, Rendi hanya bisa menatap Axel dengan tatapan penuh selidik.
"Loe boleh pergi sekarang!" kata Axel setengah mengusir.
"Baik, Bos. Saya permisi dulu," pamit lelaki itu. Ia kembali menundukkan badannya pada Axel dan juga Rendi.
"Wait! Wait! Camelia? Siapa dia?" tanya Rendi dengan wajah sangat penasaran.
"Ntar gue ceritain. Sekarang gue ada acara yang lebih penting," kata Axel sambil berdiri. Saat ia hampir meninggalkan meja kerjanya. Mendadak langkanya kembali terhenti. "Tolong handel semua kerjaan gue ya. Bye!" ujarnya yang seketika membuat kedua mata Rendi melotot.
"Eh, enak saja! Emang loe mau kemana?! Sel! Axel!" teriak Rendi yang tak digubris Axel sama sekali.
Axel malah berjalan melenggang menuju lift terdekat dengan langkah riang. Dalam hati ia sudah tidak sabar bertemu dengan Camelia lagi.
'Gue yakin dia pasti akan terpesona. Saat melihat ketampanan gue. Dan dengan semua yang gue miliki sekarang. Tanpa, basa-basi dia pasti mau melakukan apapun yang gue mau,' batin Axel. Sambil menatap wajah tampannya di pintu lift yang tertutup. Ia bahkan, mengusap rambutnya yang sudah tertata rapi. Kemudian mengedipkan salah satu matanya dengan genit. Di saat yang sama pintu lift terbuka. Beberapa karyawan yang melihat tingkah aneh Axel hanya bisa terbengong-bengong melihatnya. Sedangkan, Axel segera menurunkan tangannya. Lalu berdehem untuk mengembalikan wibawanya. Di saat yang sama orang-orang itu pun terjaga dari lamunannya. Dengan cepat mereka masuk ke dalam lift.
"Selamat siang, Pak Axel," ujar mereka sambil menundukkan badannya sedikit.
"Siang," sahut Axel tanpa menoleh sedikitpun.
Di belahan bumi yang lain. Mel sedang menata bekal untuk dibawa ke tempat terapi Sunandar. Karena hari ini ada jadwal sang ayah pergi terapi. Makanya sejak tadi ia sibuk memasak untuk bekal makan siang Sunandar. Sementara sang ayah sudah ia antar tadi pagi-pagi sekali agar mendapatkan giliran pertama. Meskipun begitu terapi ini biasanya berlangsung seharian penuh. Jadi setelah mengantar, Mel kembali pulang untuk menyiapkan makan siang yang tidak disediakan oleh pihak terapisnya.
"Selesai!" sorak Mel setelah memasukkan telor ceplok ke dalam kotak makan yang sudah terisi dengan nasi dan mie goreng. Mel segera menutup benda itu. Lalu memasukkannya ke dalam tas bekal.
Sret!
Mel segera menutup resleting tas tadi. Sebelum akhirnya mencangklong benda itu di pundaknya. Dengan senyum yang terus mengembang. Mel berjalan keluar. Ia memutar kunci di pintu kayu rumahnya beberapa kali. Hingga akhirnya ia merasa aman untuk meninggalkan tempat itu.
Mel pun balik badan seraya melepas ujung kunci itu dari lubangnya. Namun, betapa terkejut Mel dia saat mendapati dia sosok laki-laki berbadan tegap sudah berdiri di belakangnya.
"Ka… kalian siapa? Dan ngapain ada disini?" Mel tiba-tiba terbata dengan wajah ketakutan. Ia yakin sudah melunasi hutangnya pada rentenir kemarin. Sehingga ia bingung dengan kedatangan kedua lelaki berbadan kekar itu.
"Ikut kami sekarang!" ujar salah satu diantara lelaki itu sambil mencengkram kedua lengan Mel.
"Enggak. Enggak. Gue nggak mau!" ujar Mel sambil terus berontak.
"Tidak perlu takut. Kami tidak akan menyakitimu," ujar lelaki satunya. Namun, ucapan itu tak membuat Mel serta merta setuju.
"Enggak mau. Lepasin gue sekarang! Atau gue teriak nih. Tol–" Belum sempat selesai berteriak minta tolong. Mendadak mulut Mel dibekap dari belakang. Tubuh Mel pun langsung terkulai lemas tak berdaya. Sehingga membuat kedua orang itu dengan mudah membawa tubuh Mel pergi.
Beberapa menit kemudian Mel mulai tersadar. Perlahan ia membuka kedua matanya sambil berusaha menegakkan badannya. Mata Mel seketika terbelalak saat menyadari dirinya sedang berada di dalam sebuah mobil mewah. Mel terus menatap memandangi desain interior mobil mewah itu hingga ia tak sadar jika ada seseorang yang duduk di sampingnya, sedang menatap wajah Mel dengan tersenyum geli.
Mel semakin takjub dengan kendaraan ini. Apalagi joknya terasa sangat empuk. Berbeda dengan jok bus atau angkot yang biasa dinaikinya. Mel menggerakkan badannya naik turun untuk menikmati gaya pegas dari dalam jok mobil itu. Gerakan Mel pun membuat mobil MPV premium itu bergerak cukup kencang. Hingga tiba-tiba seseorang melingkarkan tangannya di pinggang Mel.
"Hentikan! Loe pengen kita dikira orang sedang melakukan hal-hal tak senonoh?" ujar lelaki itu setengah berbisik di telinga Mel. Mel yang baru sadar ia tak sendiri di tempat itu pun langsung menoleh.
"Kyaaa!" teriaknya kaget.