My Hot and Cool CEO
Penulis:Riezka Karisha
GenreRomantis
My Hot and Cool CEO
Mel berjalan tergopoh-gopoh ke arah ruang karyawan. Baru saja melewati pintu masuk. Ia terkejut melihat rekan-rekan dan juga managernya sudah menunggunya.
"Mel. Loe nggak papa?" sergah Selvi sambil berjalan mendekat.
"Gue nggak papa kok," balas Mel sambil berusaha tersenyum manis.
"Syukurlah, Mel. Tadi, Selvi dan Salsa sudah menceritakan semuanya. Dan tadi saya juga sempat bicara sama Ezio," kata lelaki yang akrab dipanggil Pak Pras itu. Lelaki empat puluh lima tahun itu memang sudah mengenal karakter dan kinerja Mel yang bisa dibilang sangat bagus. Makanya meskipun banyak pelanggan komplain karena tak bisa menggoda Mel seperti tempo hari. Ia tetap mempertahankan gadis itu jadi karyawannya.
"Ezio bilang apa, Pak? Apa dia marah sama saya?" balas Mel cepat.
"Oh, enggak-enggak. Dia justru tampak khawatir. Bahkan, dia menyarankan saya agar kamu diizinkan untuk pulang cepat," jawab Pak Pras.
"Enggak perlu, Pak. Saya tidak apa-apa kok."
"Enggak gimana? Wajah kamu saja terlihat merah seperti itu dan badan kamu juga terlihat sangat lemas. Sudah sana kamu pulang saja. Saya janji tidak akan memotong gaji kamu. Karena ini perintah dari saya!" ujar Pak Pras lagi.
"Tapi, Pak?"
"Udahlah, Mel. Loe nurut aja kenapa sih? Lagian tadi si Ezio juga keliatan panik banget. Pasti obat itu bukan obat sembarangan, kan?" ujar Selvi. Wajahnya terlihat sangat cemas.
"Iya, Mel. Bener mending loe pulang aja," sahut yang lain. Mel berpikir sejenak. Sebenarnya, ia memang masih merasa kelelahan akibat kejadian tadi. Selain itu, ia juga masih syok. Rasanya ia tidak percaya dengan apa yang batu saja ia lakukan.
'Aku yakin, Ayah pasti kecewa sama aku. Karena kejadian itu,' pikir Mel dengan raut wajah penuh penyesalan.
"Gimana, Mel?" tanya Pak Pras. Mel tersadar dari lamunannya. Kemudian ia mengangguk mantap. Rasanya ia menyimpan trauma tersendiri dengan tempat ini.
****
Pelan-pelan Mel berjalan keluar dari tempat kerjanya itu. Tenaganya belum pulih benar dan selangkangannya juga masih terasa mengganjal akibat kemasukan benda panjang, besar dan berurat tadi. Tetapi, Mel harus tetap berjalan menuju halte yang berada cukup jauh dari tempat itu. Saat ia sedang berjalan di trotoar tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti di depannya. Mel pun menghentikan langkahnya sejenak. Matanya terus menatap ke arah mobil dengan penuh rasa penasaran.
Tak berselang lama seorang laki-laki dengan menggunakan jaket Hoodie yang tertutup bagian kepalanya dan sebuah kacamata hitam yang bertengger di hidungnya. Keluar dari dalam mobil. Lelaki itu pun langsung berjalan mendekati Mel.
"Hei. Mau gue anter pulang?" tawar lelaki itu. Jelas saja Mel langsung menggeleng cepat. Dia bukan gadis murahan yang bisa dibawa orang sembarangan. Apalagi orang itu belum ia kenal. Namun, setelah lelaki itu membuka kacamatanya. Seketika mata Mel terbelalak.
"Ez… Ezio Clay," ujarnya tergagap. Nyaris berteriak. Untungnya, Ezio segera menutup mulutnya.
"Iya. Gue pengen ngomong sesuatu sama elo. Buruan masuk mobil gue!" timpal Ezio sambil celingukan ke kiri dan kanannya. Takut ada fans fanatiknya melihat dan membuatnya tak bisa berkutik. Karena harus menuruti kemauannya terlebih dahulu. Atau ada paparazi yang akan mengambil gambarnya diam-diam. Lalu ia akan menjadi tranding topik di media sosial dan juga media gosip besok pagi. Mel langsung mengangguk setuju. Tentu saja ia mau menerima tawaran emas tersebut.
'Kapan lagi gue bisa duduk berdekatan dengan Ezio?' batinnya. Seketika masalah yang baru saja menambah beban pikirannya menghilang. Dengan secepat kilat Mel masuk ke dalam mobil Ezio yang sudah dibukakan pintunya.
Blak!
Ezio kembali menutup pintu mobil itu. Kemudian ia memakai kacamatanya lagi sebelum berlari ke sisi mobilnya yang lain. Ezio segera masuk. Lalu meninggalkan tempat itu dengan segera.
Setelah beberapa saat hanya terdiam. Akhirnya Ezio membuka pembicaraan duluan.
"Gimana dengan reaksi obat tadi?" tanya Ezio yang membuat Mel segera tersadar dari lamunannya. Yah! Tentu saja sejak masuk tadi Mel tak berhenti mengawasi wajah tampan lelaki itu. Sembari senyum-senyum tak jelas.
"Oh, tentang itu. Eng… enggak papa kok," jawab Mel terbata.
"Beneran?" tanya Ezio. Ia melirik Mel sekilas. Lalu kembali fokus menyusuri jalan menuju rumah Mel.
"Heem," jawab Mel singkat.
"Syukurlah. Gue sempet kejar loe tadi. Tapi, loe cepet banget larinya. Gue takut loe ketemu sama lelaki hidung belang. Karena hal itu pasti akan dimanfaatkan oleh mereka." Mel tersentak. Ia teringat dengan kejadian di dalam toilet beberapa saat yang lalu. Namun, Mel segera menggelengkan kepalanya cepat.
"Enggak. Enggak. Aman kok. Gue bisa mengontrol diri gue sendiri," ujar Mel berbohong. "Oh, ya. Emang loe tau minuman itu dicampur obat apaan?"
"Hahaha. Cara kuno. Itu ulah si Cleona. Dia memang udah lama naksir gue. Tapi, sengaja gue nggak terima. Nggak cocok sama cewek yang gue suka," balas Ezio dengan senyuman manisnya.
"Bukannya kalian berdua pacaran?" tanya Mel dengan kening yang berkerut sempurna.
"Hahaha. Loe kemakan gosip murahan itu juga ya."
"Gosip? Emang itu nggak bener ya? Bukannya beritanya dimana-mana?"
"Iya. Itu cuma buat naikin rating penonton film baru gue."
"Berarti… gosip itu nggak bener?" tanya Mel dengan mata berbinar-binar. Ezio pun menggeleng dengan mantap. "Yes!" sorak Mel girang.
"Kenapa loe jadi seneng gitu?"
"Ya, abis emang kalian itu keliatan aneh. Rasanya auranya itu nggak dapet. Beda saat elo main sama artis cantik Katrina Lawalata. Cocok banget. Rasanya kemistri kalian itu dapet banget. Apalagi saat loe nembak dia di FTV terakhir kalian. Sumpah deh. Gue nonton ikutan meleleh," ujar Mel sambil menunjuk ekspresi wajah yang tampak lucu.
"Heh. Ya, karena itu gue lakuin dari hati," gumam Ezio tanpa sadar.
"Tapi, gue kesalnya. Kenapa dia nggak dijadikan lawan main elo di film ini. Kan lebih cocok tuh. Dan kalau pun kalian dinyatakan dekat. Gue amat sangat mendukung."
"Dia sudah punya tunangan," timpal Ezio lirih. Wajahnya seketika terlihat murung.
"Apa?! Kenapa nggak ada kabar? Padahal kan dia artis terkenal," balas Mel yang tak sengaja mendengar gumaman Ezio.
"Dia memang nggak suka memamerkan hal-hal pribadi dalam hidupnya. Padahal, acara tunangannya cukup mewah. Tapi, hanya mengundang orang-orang penting aja. Sampai gue aja nggak diundang," ujar Ezio lirih. Mel menatap wajah Ezio yang terlihat murung.
"Loe beneran suka ya sama Katrina?" tanya Mel pelan.
"Hah?!" sahut Ezio tergagap. "Rumah loe sebelah mana?" tanya lelaki itu mengalihkan pembicaraan.
"Oh, iya. Gue turun di depan gang itu aja!" jawab Mel sambil menunjuk ke arah depan. Ezio langsung mengarahkan mobilnya ke arah yang ditunjukkan oleh Mel. Mel segera membuka pintu mobil itu dan bergegas keluar.
"Thanks ya," ujar Mel setelah menutup pintu mobil itu lagi.
"Sama-sama," balas Ezio singkat.
"Kalau gitu gue balik dulu ya. Bye!" pamit Mel sambil melambaikan tangannya sekilas. Ia berjalan menjauh dari mobil itu, tapi baru beberapa langkah mobil Ezio kembali mengejarnya.
"Hei, tunggu!" ujarnya sedikit berteriak. Mel kembali menoleh.
"Kenapa?"
"Ehms…. Loe nggak akan cerita sama siapapun kan masalah kejadian hari ini?" tanyanya pelan. Mel tersenyum.
"Santai aja. Gue juga udah lupain kejadian itu kok. Jadi, loe nggak perlu merasa khawatir. Anggap aja, itu hanyalah hadiah dari seorang penggemar berat loe," jawab Mel sambil nyengir kuda. Ezio tak bisa menahan senyum gelinya mendengar jawaban polos itu.
"Oke. Kalau gitu selamanya gue akan menganggap ini sebagai hutang budi."
"Salah," ucap Mel cepat yang langsung membuat kening Ezio berkerut.
"Kok salah?" protes Ezio.
"Ya. Karena cuma itu yang bisa gue kasih ke elo sebagai seorang fans. Gue nggak bisa kasih hal lain yang lebih berharga," ujar Mel dengan nada yang semakin merendah. Ezio terdiam. Ia bingung harus membalas apa. "Ya, udah. Gue balik dulu ya. Sekali lagi. Bye!" kata Mel. Lalu ia berjalan cepat masuk ke dalam gang sempit itu.
"Eh, tung… gu!" kata Ezio dengan nada yang tertahan. Ia menatap punggung Mel yang semakin menjauh. Lalu setelah tersenyum manis. Ia segera menstarter mobilnya dan segera meninggalkan tempat itu.