icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon

Rahasia Anak CEO

Bab 3 Pindah Tempat

Jumlah Kata:2894    |    Dirilis Pada: 03/06/2023

Sinar mentari mulai mengintip dari balik tirai yang sedikit tersingkap. Anne mengeratkan pejaman matanya karena tidurnya mulai terganggu.

Hari ini adalah hari Minggu, Anne libur dan ia tidak akan bangun pagi. Berbeda saat dulu ia tinggal bersama Hendrik, ia bahkan sudah bangun pagi-pagi sekali karena Hendrik mengganggu waktu tidurnya. Dan biasanya Anne akan memasak untuk mereka sarapan. Hendrik tidak pernah meminta, namun Anne melakukannya dengan sukarela.

Anne kembali larut dalam tidur nyenyaknya, namun hal itu tidak bertahan lama karena dering ponselnya langsung menggema ke seluruh ruangan.

"Ah, shit!"

Anne menutup kedua telinganya, dia mulai meringkuk di bawah selimut, bahkan untuk sekedar melihat Siapa yang menghubunginya sepagi ini saja Dia sangat malas.

Dering teleponnya mulai berhenti, Anne kembali tertidur pulas hingga menjelang tengah hari.

"Astaga tidurku nyenyak sekali" gumam Anne sembari mengusap perutnya yang terasa begitu lapar, waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 siang.

"Kita makan apa ya sayang? Mama sama sekali belum belanja bahan mentah" gumamnya kembali sambil bangkit dari tempat tidur.

Anne langsung menuju ke kamar mandi dan membersihkan dirinya, dia harus keluar untuk mencari makan siang, sarapan sekaligus makan siang lebih tepatnya.

Anne keluar dari plat tempatnya tinggal, Anne mengedarkan pandangannya ke sekeliling, ternyata tempat tinggal barunya itu cukup ramai saat siang hari.

"Mari kita berpetualang, Nak"

Anne menuruni tangga secara perlahan, Dia memutuskan untuk berjalan ke arah kanan karena tadi malam dia melihat Ada swalayan di Jalan Utama.

Dia harus segera berbelanja kebutuhan dapur untuk bisa mengisi kulkasnya yang sangat kosong, tidak mungkin juga dia pergi keluar setiap saat hanya untuk membeli makanan.

Sebelum dia sampai di minimarket, Anne melihat ada sebuah kedai makanan yang cukup ramai dikunjungi, dia pun mampir untuk mengisi perutnya terlebih dahulu.

Anne masuk ke dalam kedai itu, beberapa orang yang sedang makan langsung menoleh kearah Anne, kecantikan alami dari wanita itu terpancar, padahal dia hanya mengenalkan hoodie kedodoran dan juga celana training.

"Mau makan apa nona?" Tanya pemilik kedai, dia tersenyum dengan ramah karena baru kali ini kedainya didatangi oleh seorang wanita yang sangat cantik.

"Ah, Boleh saya lihat dulu menunya?" Izin Anne dengan sopan.

Pemilik kedai mengangguk, dia membuka tirai etalase makanannya. Anne menelan salivanya kasar saat melihat beranekaragam makanan yang menggugah selera.

"Saya mau itu, itu dan itu" tunjuknya.

"Baik, silahkan duduk, Nona"

Anne mengedarkan pandangannya ke sekeliling kedai itu, masih ada meja kosong di sudut dan tanpa ragu dia melangkahkan kakinya menuju meja yang ada di pojok ruangan.

Tidak begitu lama makanan yang dia pesan pun datang, Anne makan dengan begitu lahap, rasanya begitu luar biasa, bahkan menurut Anne makanan disini lebih enak dibandingkan dengan makanan yang ada di restoran.

Setelah selesai makan, Anne beranjak dari duduknya dan hendak membayar, Namun ternyata makanannya sudah dibayar.

"Tapi saya belum membayar makannya, Bu"

Anne bersikeras menyodorkan uangnya kepada pemilik kedai, namun wanita setengah baya itu gagah menolak uang dari Anne.

"Seseorang sudah membayar makanan Anda, Nona. Saya tidak bisa menerima uang ini" ucapnya sembari mendorong yang yang Anne berikan.

Anne mengehela nafasnya pelan, "Baiklah, kalau Ibu bertemu lagi dengan orang yang sudah membayar makanan saya tadi, Tolong sampaikan Terima kasih dari saya"

Wanita itu mengangguk sambil tersenyum, tidak banyak yang seperti dirinya, menolak menerima pemberian orang dan berterima kasih walaupun tidak tahu siapa yang sudah mentraktirnya makan.

Anne keluar dari kedai dan kembali menyusuri trotoar menuju minimarket yang ada di Jalan Utama. Dia tidak membawa apapun kecuali pakaian yang dia beli sendiri dari apartemen Hendrik, tidak ada satupun barang pemberian Hendrik yang dia bawa karena hanya akan membuatnya sesak saat dia melihat barang itu.

Sudah cukup jauh dia berjalan, hingga akhirnya sampai di minimarket. Anne membeli semua kebutuhannya, beruntung bonus pemberian Hendrik cukup untuknya membayar sewa plat sehingga tabungannya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

"Aku bahkan lupa kapan terakhir berbelanja seperti ini" gumamnya perlahan.

Dulu Hendrik tidak mengizinkannya keluar sembarangan, semua kebutuhannya sudah disediakan oleh Hendrik sehingga dia hanya perlu melayani lelaki itu, terdengar begitu menjijikan saat dia mengingat kembali detik demi detik hidupnya dulu. Hendrik sangat perhatian padanya sampai dia lupa bahwa dirinya tidak pernah dipublis oleh lelaki itu.

Selesai berbelanja, Anne kembali ke platnya, dia memasukkan semua belanjaannya terlebih dahulu ke dalam kulkas, lalu berbaring di dipan.

"Ke mana aku harus pergi nantinya?" Gumamnya perlan, dia menoleh ke arah nakas. Setelah berjalan-jalan hampir 2 jam lebih, dia baru teringat akan ponselnya, Anne tidak peduli dengan benda pipih itu karena tidak ada lagi cintanya yang menghubunginya setiap waktu jika lelaki itu sedang tidak berada di sisinya.

Anne tersenyum dengan kecut, pada begitu banyak kenangan yang terlalu sulit untuk dia lupakan, dia sama sekali tidak menyangka akhirnya akan seperti ini.

Tangannya mulai terulur mengambil ponsel berwarna merah muda itu, ponsel ini sudah lama tidak dia gunakan, Hendrik membelikannya handphone couple limited edition dan benda mewah itu ikut ditinggalkannya di apartemen.

Kening Anne mengkerut saat melihat ada beberapa panggilan tidak terjawab di ponselnya. "Tuan Hendrik" desisnya lirih.

Lelaki itu berkali-kali menghubunginya, jantung Anne berdebar kencang gugup dan takut berbaur menjadi satu, "apalagi yang dia inginkan"

Ponsel Anne kembali berdering, "Tuan Hendrik" kembali menghubunginya lagi. Anne terpaku sebentar, dia bingung harus menerima panggilan itu atau membiarkannya begitu saja. Di satu sisi, dia ingin menerimanya, ia rindu dengan lelaki itu, tapi di sisi lain dia membencinya.

Deringnya berhenti, Anne mengeratkan genggaman tangannya dengan mata yang terpejam, "Lupakan saja dia, Anne. Dia sudah tidak mencintaimu!"

***

Tepat di apartemen Oscord, apartemen mewah yang Hendrik balikan untuk Anne, lelaki itu mondar-mandir di depan tempat tidur. Dia berkali-kali menghubungi Anne, namun wanita itu tidak menjawab panggilan teleponnya sama sekali.

"Kemana dia? Kenapa semua barang-barangnya ditinggalkan di sini?" Gumam Hendrik terus berpikir.

Matanya menatap lekat tiga buah kartu yang dia berikan pada Anne, sudah tergeletak di atas tempat tidur. Satu black card, satu debit card, dan satunya lagi key card apartemen yang dipegang oleh wanita itu.

Hendrik meneliti kesekitar, kamar ini amat sangat rapi meskipun tidak pernah mempekerjakan tukang bersih-bersih. Anne selalu menyempatkan diri untuk membersihkan apartemennya selelah apapun dia bekerja.

Matanya langsung tertuju pada meja rias wanita itu, dia lalu berjalan mendekat, tatapannya jatuh pada pigura foto yang ada di atas sana. Hanya ada foto Hendrik dan Anne merobek foto dirinya sendiri.

Kedua jemari Hendrik terkepal, sudut hatinya terbuka kalah melihat foto itu sudah tidak kutu lagi.

Dia membuka laci meja rias, kota-kota perhiasan yang dia berikan masih lengkap. Dia mengambil salah satunya, kotak perhiasan berwarna hitam itu adalah favorit Anne, dia tahu karena Anne selalu memakainya bahkan saat terakhir mereka bertemu kemarin.

"Kenapa kamu mengembalikannya ke tempatnya? Apa maksudnya, Anne?" Lirihnya pada dirinya sendiri. "Bukankah ini semua adalah milikmu? Apartemen, perhiasan, debit card, black card"

Nafas Hendrik terdekat di tenggorokan, apalagi yang dia pertanyakan saat ini? Bukankah perpisahan ini adalah keinginannya, selalu kenapa rasanya sungguh menyesakan dada?

***

"Kamu tidur di mana?"

Pertanyaan penuh intimidasi keluar dari mulut Hendrik pagi-pagi sekali saat Anne baru saja memasuki ruangan CEO untuk meletakkan draft kontrak yang sudah ditandatangani tempo hari.

Saking kagetnya Anne, map yang berada Di tangannya hampir saja terjatuh, beruntung Anne bisa dengan cepat mengendalikan keterkejutannya.

"Apa maksud, Tuan?"

Pagi ini seperti biasa, Anne masuk ke dalam ruangan CEO untuk mengambil berkas yang sudah ditandatangani, sekaligus meletakkan berkas baru yang harus ditandatangani oleh Hendrik. Biasanya Hendrik tidak pernah seperti ini ke kantor, dia biasanya selalu datang di atas pukul 08.00 pagi.

"Apa pertanyaanku kurang jelas?" Tanya Hendrik balik, tanpa mau menjelaskan maksud dari pertanyaannya. Anne amat sangat mengerti pertanyaan dari Hendrik, tapi dia merasa tidak ada urusan lagi dengan lelaki itu.

"Kenapa kamu diam saja?"

"Maaf tuan Hendrik, saya tidak mengerti maksud anda barusan" jawab Anne sembari menunduk hormat.

Hendrik melangkahkan kakinya mendekat membuat Anne sontak memundurkan langkahnya. Jantungnya berdebar dengan hebat, pada perasaan takut yang menyelinap di dalam hatinya.

"Apa maksudmu meninggalkan apartemen dan semua barang pemberianku?" Tanya Hendrik dingin. Suaranya pelan namun terdengar menuntut sesuatu.

"Bukankah sudah sangat jelas? Saya bukan lagi siapa-siapa Anda dan itu artinya saya tidak berhak untuk tinggal di sana" jawab Anne berusaha tetap terlihat tenang.

Dia sudah memantapkan dirinya untuk mengubur semua masa lalu yang pernah ada di antara dirinya dan Hendrik, meskipun di dalam rahimnya tumbuh buah hati mereka.

Rahang Hendrik seketika mengeras, dia kembali maju dan langsung mengapit dagu Anne dengan jemari kokohnya. Dia menarik dagu lancip wanita itu hingga Anne mendongak. Manik coklat gelap dan manik hitam jernih itu saling tatap. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar, hanya deru nafas keduanya yang terdengar saling memburu.

"Apa aku pernah bilang kalau kamu bukan siapa-siapa aku? Aku akan menikah, tapi bukan berarti aku melepaskan apa yang sudah menjadi milikku, Anne!" Ucapnya dengan tegas.

Anne menepis tangan Hendrik, membuat pria itu terkejut. Selama bersama dengannya setahun belakangan ini, Anne tidak pernah melawannya, Gadis itu sangat penurut dan manis.

"Saya tidak bersedia untuk menjadi simpanan anda, Tuan" ucapnya dengan suara bergetar dan mata berkaca-kaca, Baru kali ini dia sebenci itu dengan seorang pria.

"Setelah Apa yang terjadi, dengan mudahnya Tuan berkata bahwa saya ini milik tuan. Jangan mentang-mentang saya miskin dan Tuan kaya raya sehingga Tuan tidak menghargai perasaan saya. Saya hanya manusia biasa, Tuan, hati saya tidak seluas samudra"

Air mata yang sudah ditahan sejak tadi akhirnya luruh begitu saja. Anne jatuh merosot menangisi nasibnya yang begitu tragis, ditinggalkan kedua orang tuanya dalam kecelakaan mobil saat dirinya baru masuk sekolah menengah atas, dia harus berjuang sendiri untuk membiayai hidupnya hingga bisa melanjutkan kuliah dan mendapatkan pekerjaan elit berkat kepandaiannya, namun percintaannya sangat tragis. Dia tertipu oleh mulut manis seorang Hendrik.

"Anne..."

Hendrik mengulurkan tangannya hendak membantu wanita itu berdiri, namun dengan cepat Anne langsung menepisnya. Dia Lalu mengusap kedua pipinya yang banjir akan air mata dan berdiri dengan bertumpu pada daun pintu.

"Saya datang ke sini untuk menyerahkan berkas tempo hari dan mengambil berkas yang sudah anda tanda tangani, Apa ada yang anda perlukan lagi, Tuan Hendrik?"

Anne berusaha bersikap seprofesional mungkin, dia tidak boleh berlama-lama larut dalam kesedihan tanpa ujung.

Hendrik tidak menjawab, bibirnya langsung tertutup rapat, lidahnya terasa begitu penuh, Dia hanya bisa menatap punggung Anne yang berjalan menuju meja kerjanya, wanita itu menaruh berkas yang dia bawa dan mengambil berkas yang ada di atas meja.

"Saya permisi, Tuan"

Anne menunduk sebelum membuka pintu dan keluar dari ruangan Hendrik. Hendrik masih mematung di posisinya, kata-kata yang Anne ucapkan barusan berhasil menohok hingga ke jantung hatinya.

"Saya tidak mau jadi simpanan, Tuan!"

Dia mengusap wajahnya kasar, Hendrik mulai merasa bimbang dengan keputusannya sendiri. Baru saja dia berbalik, pintu ruangan kerjanya dibuka. "Anne..."

Ucapan Hendrik menggantung saat melihat sosok ibunya berdiri di depan pintu. Wajah Hendrik seketika berubah menjadi datar, Dia pikir itu adalah Anne yang kembali dan meminta maaf padanya, Namun ternyata dugaannya salah.

Pintu kembali tertutup, Nyonya Maria, Ibunda Hendrik menatap anak semata wajahnya dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Apa yang dilakukan j4lang kecil itu?" Tanyanya sinis.

Tahu ke mana arah pertanyaan ibunya, Hendrik nampak marah. "Dia bukan wanita j4lang, Mah!"

"Ck, semua wanita miskin itu sama saja, mereka selalu menghalalkan segala cara untuk bisa naik ke atas tempat tidurmu. Setelah mereka hamil, dia akan meminta pertanggung jawabanmu. Semua itu hanya karena uang, mereka hanya menginginkan uangmu bukan cintamu, hanya Angela yang tulus mencintai kamu!" Ucapnya sambil menunjuk wajah Hendrik dengan menggunakan telunjuknya.

Hendrik menggelengkan kepalanya, Anne bukanlah wanita yang seperti ibunya tuduhkan. Bahkan setelah mereka putus, tidak ada satupun barang yang diberikan olehnya diambil oleh Anne, bahkan pakaiannya masih utuh di dalam walk in closed

"Anne, tidak seperti itu,

"Jangan membelanya di hadapanku, aku sudah hafal dengan perangai wanita-wanita murahan seperti itu. Mulai sekarang, kamu hanya harus berfokus dengan Angela, kalian sebentar lagi akan menikah. Angela itu terlahir dari keluarga terpandang, pendidikannya sangat bagus dan juga cantik, jadi jangan berani membuat Mama malu"

Nyonya Maria keluar dari ruangan Hendrik, tadinya dia ingin mengajak anak lelakinya menjemput Angela untuk melihat ballroom hotel. Namun karena kesal, dia mengurungkan niatnya untuk mengajak Hendrik.

Keluar dari ruangan Hendrik, Nyonya Maria langsung menghampiri Anne yang tengah disibukkan dengan berbagai laporan perusahaan.

Anne langsung berdiri dan membungkuk hormat kala melihat ibunya Hendrik menghampirinya. "Selamat pagi, Bu..."

"Tidak usah berpura-pura baik, Saya tahu kamu menggoda anak saya!"

Nafas Anne rasanya tercekat di tenggorokan, dia memang sempat berpacaran dengan Hendrik waktu itu, tapi Hendrik lah yang mengejarnya. Anne juga cukup tau diri dengan kondisinya, namun Hendrik berhasil meyakinkan dirinya.

"Mulai sekarang jauhi Hendrik, karena kamu tidak pantas untuk dia!'

Anne hanya menunduk, dia tidak bisa berkata apapun. Bagaimanapun keadaannya yang salah tetap dirinya, jadi percuma saja dia membela dirinya, karena orang miskin akan selalu direndahkan.

"Ma!"

Hendrik datang tiba-tiba, dia menarik tangan sang Mama karena kebetulan melihat layar CCTV.

"Lepasin!"

Nyonya Maria berusaha melepaskan tangan Hendrik, namun anaknya itu tidak mengindahkan perintahnya, dia langsung membawa sang Mama menuju ke dalam lift.

Setelah masuk ke dalam lift, Hendrik baru melepaskan tangannya. "Mama bilang jangan membelanya!" Makinya dengan kesal. Nyonya Maria belum puas memperingatkan Anne, namun Hendrik keburu datang.

"Ma, please, Hendrik tidak mau mama membuat keributan di kantor. Hendrik masih butuh Anne, dia salah satu karyawan terbaik yang ada di perusahaan"

Nyonya Maria menarik nafasnya dan menghembuskannya kasar, satu yang membuatnya tidak meminta Anne untuk dipecat karena dia tahu wanita itu membawa Hendrik mendapatkan proyek-proyek besar. Selain itu juga, dia ingin memamerkan pernikahan Hendrik dan Angela agar Anne sadar akan posisinya.

"Maafkan mama, mama hanya tidak mau kamu menikah dengan wanita yang tidak jelas asal usulnya. Sekarang berjanjilah kamu akan melupakannya dan menikahi Angela"

***

"Temani saya makan malam dengan clien" Hendrik meletakkan sebuah paper bag di atas meja kerja Anne.

Anne mendongakkan kepalanya, matanya terlihat sebab setelah tadi menangis karena hinaan dari ibunya Hendrik.

"Baik, Tuan" jawabnya dengan suara sedikit serak.

Anne beranjak dari duduknya dan mengintip paper bag yang ada di atas mejanya. Kalau dia tidak salah lihat, Itu adalah sebuah gaun berwarna merah marun, dari rancangan desainer terkenal yang sering Hendrik belikan untuknya.

"Kalau kamu butuh ke salon, kamu minta antarkan Keisar saja!"

"Baik, Tuan"

Hendrik berdecih pelan, dia ingin mendengar Anne yang cerewet seperti biasanya, selalu bertanya dari a sampai z.

"Ibuku, Apa dia sudah menyakitimu?" Tanya Hendrik pelan namun Anne masih bisa mendengarnya dengan jelas

"Tidak, Tuan"

Hendrik menghala nafasnya kasar, dia lalu berbalik meninggalkan Anne yang menunduk. Setelah pintu ruangan CEO ditutup, aanne kembali melanjutkan pekerjaannya, dia harus ke salon karena tidak membawa satupun peralatan make up. Tidak mungkin dia tidak berdandan kalau menemani Hendrik makan malam dengan klien.

***

"Keisar, lebih baik kamu kembali saja, nanti aku akan naik taksi ke hotel tempat makan malam dengan klien Tuan Hendruk"

"Tapi, Nona .."

"Tidak apa-apa, kasihan kamu kalau harus menunggu terlalu lama"

Anne tidak bermaksud mengusir Keisar, hanya saja dia tidak mau menyusahkan asisten Bosnya itu. Keisar tidak bergeming, Karena dia sudah diamanahkan oleh tuannya untuk menjaga Anne. Bagaimana bisa dia pergi begitu saja?

"Keisar!"

Didorongnya tubuh Keisar karena laki-laki itu tidak bergeming.

"Saya jalan-jalan di mall saja, setelah Nona selesai, Nona harus segera menghubungi saya"

Dihalanya nafasnya pasrah, susah memang berbicara dengan laki-laki kulkas ini.

"Oke, fine. Tapi mulai sekarang panggil aku Anne, Jangan panggil nona!"

Anne berbalik tanpa menunggu jawaban dari Keisar.

Setelah memastikan Anne masuk ke dalam salon langganannya, Keisar berjalan menuju coffee shop yang ada di dekat salon, dia memesan segelas kopi dan duduk santai sambil menunggu.

Lima menit berlalu, ponsel Keisar berdering. Laki-laki bertubuh atletis itu segera mengambil handphonenya dari dalam kantong jasnya.

"Iya, Tuan"

"Apa kalian sudah sampai?"

"Iya, Tuan"

"Saya ingin melihatnya, aku akan menghubungi melalui panggilan video"

"Ta..."

Telepon langsung terputus, Keisar panik karena Anne tidak sedang bersamanya, namun detik berikutnya panggilan video masuk. Mau tidak mau Keisar mengangkatnya.

"Mana, Anne?" Pertanyaan pertama yang Hendrik lontarkan.

"Nona di salon, saya disuruh menunggu di luar Tuan" jawabnya jujur apa adanya.

"Bukannya aku bilang kamu harus selalu bersamanya?" Bentaknya.

"Maaf, Tuan"

"Sekarang masuk ke salon, aku ingin melihatnya"

"Baik, Tuan"

Keisar bergegas menuju ke salon, beruntung Coffee shop tanpa dia menunggu letaknya bersebelahan dengan salon.

Keisar masuk ke dalam salon dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling, namun Anne tidak terlihat.

"Mana dia?" Tanya Hendrik tak sabaran.

"Sebentar, Tuan. Saya tanyakan dulu"

Keisar mendekat ke arah seorang hair stylist yang sedang menata rambut klien. "Dimana Anne?" Tanyanya.

"Nona Anne di dalam sedang membersihkan dirinya"

"Oke, terima kasih"

"Tuan.."

"Ya, aku mendengarnya. Jangan jauh-jauh darinya, pastikan kamu selalu melihat gerak-geriknya"

"Baik, Tuan"

Hendrik menutup sambungan teleponnya secara sepihak setelah memastikan Anne aman. Hendrik mulai berpikiran yang tidak-tidak setelah Anne keluar dari apartemennya, terlebih lagi setelah penolakan wanita itu tadi pagi. Entah mengapa Hendrik merasa takut Anne pergi dan dia tidak lagi bisa melihat wanita itu.

Satu jam berada di dalam salon, Anne akhirnya keluar bersama Keisar dengan penampilan bak artis, gaun yang dibelikan Hendrik bukanlah gaun terbuka, justru gaunnya sangat tertutup dari leher hingga ke mata kaki. Riasannya pun minimalis dengan rambut panjangnya dibiarkan terurai namun pesona wanita itu membuat Siapa saja yang berpapasan dengannya pasti akan memuji kecantikannya.

"Kita langsung ke hotel?" Tanya Anne begitu mobil yang dikemudikan Keisar keluar dari basement parkiran mall.

"Iya, Non, Annee, kita langsung ke hotel karena tuan Hendrik sudah menunggu di sana"

Anne mengangguk-anggukan kepalanya dia Lalu meraih ponselnya dari dalam cluth berwarna senada dengan gaunnya, tidak hanya gaun saja, Hendrik juga memberikan satu set perhiasan dan juga cluth serta heels.

Ada sebuah pesan, Anne membukanya.

[Apa sudah selesai? Aku menunggumu di lobby]

Anne kembali memasukkan ponselnya ke dalam cluth, Anne malas sekali membalas pesan Hendrik. Pria itu pasti sudah tahu dari Keisar, lagi pula mereka bukan lagi sepasang kekasih jadi tidak ada gunanya berbalas pesan Kalau tidak ada hubungannya dengan pekerjaan.

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka
1 Bab 1 Kenyataan pahit2 Bab 2 Mempertahankan Janin3 Bab 3 Pindah Tempat4 Bab 4 Tidak menginginkan5 Bab 5 Cinta Sejati 6 Bab 6 Jauhi dia7 Bab 7 Sosok berbeda8 Bab 8 Makan Siang9 Bab 9 Merayakan Ultah Sendirian10 Bab 10 Lebih baik pergi11 Bab 11 Anne Pergi12 Bab 12 Rasanya Hampa13 Bab 13 Ketakutan Terbesar14 Bab 14 Terus Mencari15 Bab 15 Umurnya Berapa 16 Bab 16 Pergi 17 Bab 17 Saya mencintai18 Bab 18 Edit19 Bab 19 Bahagia di Pecat20 Bab 20 Hendrik X Jonas21 Bab 21 Dia Anak ku 22 Bab 22 Jonas Anak ku23 Bab 23 Ambil Anakmu24 Bab 24 Melepaskan Tahta25 Bab 25 Demi Anak ku26 Bab 26 Negosiasi!27 Bab 27 Hidup Hendrik Hancur28 Bab 28 Hancur Perlahan-lahan 29 Bab 29 Kenyataan yang Terbantahkan30 Bab 30 Berpelukan31 Bab 31 Dari Hati Ke Hati32 Bab 32 Makan Malam 33 Bab 33 Ada harga yang harus dibayar34 Bab 34 Anne Jatuh Cinta! 35 Bab 35 Gulung Tikar36 Bab 36 Panggil Papa37 Bab 37 Kian Memburuk38 Bab 38 Berdamai dengan Masa lalu39 Bab 39 Kekecewaan Vino40 Bab 40 Pergi Kalian!41 Bab 41 Apa dia Cucuku !42 Bab 42 Mama, Papa datang!43 Bab 43 Foto Bertiga44 Bab 44 Ulang Tahun Terbaik Jonas45 Bab 45 Proyek Besar46 Bab 46 Will You Marry Me47 Bab 47 Temani Aku48 Bab 48 Mengalah49 Bab 49 Anne Berasal Dari Keluarga Kaya50 Bab 50 Anne Pewaris Tunggal51 Bab 51 Buktikan52 Bab 52 Mendapatkan Kesempatan53 Bab 53 Sebuah Ultimatum54 Bab 54 Bukan Hanya Ucapan Saja55 Bab 55 Sebuah Perhatian56 Bab 56 Mogok Di Tempat Sepi57 Bab 57 Takut ditinggalkan58 Bab 58 Papa Cepat Sembuh59 Bab 59 Kembali Ke Rumah60 Bab 60 Semakin Intim61 Bab 61 Tidur Bertiga62 Bab 62 Terpaksa Tidur Bertiga63 Bab 63 Kehilangan Orang Tersayang64 Bab 64 Bisakah Kita Menikah Sekarang 65 Bab 65 Quality Time66 Bab 66 Izin Percepat Hari Pernikahan67 Bab 67 Mendapatkanmu Kembali68 Bab 68 Baru Menikah Sudah Berpisah69 Bab 69 Suami Istri Menebus Rasa Rindu70 Bab 70 Penyatuan Setelah Sah71 Bab 71 Wanita Bayaran Perusak Rumah Tangga72 Bab 72 Semua Warisan Untuk Anne73 Bab 73 Honeymoon Dadakan74 Bab 74 Rasa Mual Hendrik75 Bab 75 Lakukan Secepatnya76 Bab 76 Kehamilan Simpatik77 Bab 77 Dua Garis Biru78 Bab 78 Aku Akan Pelan79 Bab 79 Kecelakaan80 Bab 80 Dalang Kecelakaan81 Bab 81 Salah Cari Masalah82 Bab 82 Bayi Kembar83 Bab 83 Menunggu Persalinan84 Bab 84 Kelahiran Baby Twins85 Bab 85 Tangisan Kembar86 Bab 86 Namanya Siapa 87 Bab 87 Hh