Rahasia Anak CEO
Sebuah pesan singkat masuk, Anne yang tengah menyetel alarm di ponselnya mengerutkan kening saat membaca pesan dari Hendrik.
[Jangan tidur terlalu larut malam]
"Bukan urusanmu!" ucapnya.
Anne pun berbaring setelah mematikan lampu utama dan tidak butuh waktu lama dia kembali tertidur dengan lelap.
Sepanjang perjalanan, Hendrik menekan-nekan layar ponselnya berharap ada balasan pesan dari Anne, namun sayangnya pesan yang dia kirim sudah lama terbaca namun tak kunjung ada balasan.
Sejak hari itu, Anne tidak pernah mau membalas pesannya bahkan panggilannya pun tak diangkat mereka hanya berbincang di kantor dan itu pun sangat formal.
"Bagaimana kalau kamu jadi aku Keisar?" Tanya Hendrik tiba-tiba.
"Maaf, saya tidak mengerti dengan maksud anda, Tuan" jawab Keisar dengan jujur.
Hendrik mendesah pelan, ia lalu membuka ponselnya dan menatap fotonya dan Angela, foto yang diambil di hari pertama mereka kembali bertemu.
Hari itu sudah menunjukkan pukul 05.00 sore, Hendrik dan Anne memutuskan untuk pulang bersama, mereka juga sempat menghabiskan waktu intim berdua sebelum Ibunya menghubungi dan meminta dirinya untuk segera pulang ke kediaman orang tuanya.
Hendrik memang tinggal berpisah dengan orang tuanya sejak Dia diangkat menjadi CEO menggantikan jabatan sang ayah.
Haendrik pun segera pergi,b ini bukan sekali dua kali ibunya menghubunginya dan memintanya untuk pulang, sehingga Hendrik tidak berpikiran apa-apa, hingga akhirnya dia dikejutkan dengan kehadiran Angela bersama dengan kedua orang tuanya di kediaman Ayah dan Ibunya.
Hendrik Tentu saja sangat bahagia setelah bertahun-tahun tidak pernah melihat Angela ataupun mengetahui kabar wanita itu.
Awalnya Hendrik sempat marah dan mempertanyakan ke mana Angela selama ini pergi. Namun setelah dijelaskan bahwa Angela berobat ke rumah sakit karena dia menderita suatu penyakit, Hendrik tidak lagi mempermasalahkan hal itu.
Di malam itu juga kedua keluarga kaya Raya itu memutuskan untuk menjalin kembali hubungan kekeluargaan yang sempat terhambat sebelumnya.
Hendrik Tentu saja tidak menolak, dia masih sangat mencintai Angela terlepas dari hubungannya bersama dengan Anne yang sudah berjalan cukup lama, dia yakin dan berpikir Angela adalah cinta sejatinya.
"Cinta lamamu kembali setelah sekian lama, mana yang akhirnya akan kau pilih? Cinta yang lama atau cinta yang baru?"
Keisar terdiam sejenak, dia mencerna terlebih dahulu pertanyaan bosnya sebelum memberikan jawaban. "Kalau saya pribadi akan memilih cinta yang baru, Tuan"
"Kenapa seperti itu? Bukankah Cinta lama-mu adalah cinta sejatimu?"
Hendrik tidak terima dengan jawaban yang diberikan Keisar, karena menurutnya yang baru hanya sebagai pelarian dan tidak lebih.
"Belum tentu tuan, Cinta lama yang seperti apa dulu yang bisa dikatakan sebagai Cinta sejati? Cinta sejati tidak akan pernah pergi kecuali kita yang meninggalkannya sendiri"
Hendrik sejenak, dia mencerna kalimat demi kalimat yang berhasil menohoknya hingga ke ulu hati. "Kalau perginya karena sakit dan tidak ingin kita bersedih atas sakit yang kita alami? Bagaimana?" Tanyanya lagi
"Pastikan dulu apa itu benar adanya, dan bukan hanya sebuah alasan yang diadakan untuk menutupi sebuah kebohongan"
"Kenapa kamu sini seperti itu pada Angela? Bukankah kamu tahu aku dan Angela sudah berhubungan sangat lama!"
Rahang Hendrik tampak mengeras, sorot matanya mendadak tajam, dia tidak terima Keisar menuduh Angela berbohong.
"Saya tidak menuduh Nona Angela, Tuan bertanya kepada saya dan saya hanya memposisikan diri sebagai orang yang berada di situasi seperti itu, tidak ada maksud sedikitpun untuk menyinggung Nona Angela" jelas Keisar terus terang.
Hendrik mengusap wajahnya kasar, nafasnya terasa sesak menahan emosi yang tiba-tiba menyerang. Kaisar benar, dia memang hanya memposisikan dirinya bukan malah menuduh Lalu kenapa dia merasa tersinggung? Bukankah tersinggung artinya benar? Kenapa dia langsung menerima perjodohannya tanpa menyelidiki terlebih dahulu semua kebenarannya?
***
"Selamat pagi, cantik"
Anne mendongakkan kepalanya, sebuah buker bunga besar terulur padanya. Anne tidak bisa melihat wajahnya karena tertutupi buket bunga tersebut, dan hanya tangannya saja yang terlihat.
Dia memiringkan kepalanya, Anne lantas tersenyum saat melihat Arkano yang berada di belakang buket bunga cantik itu. Dia pun berdiri dan menyambut bunga baby breath kesukaannya, hmmh, dari mana Arkano bisa tahu dia sangat menyukai baby breath.
"Terima kasih, Tuan"
"Aku tidak terima ucapan terima kasih, tapi aku ingin kamu menemaniku sarapan, ini masih pagi, aku pikir Hendrik tidak akan marah kalau kita pergi ke cafe sekarang,"
Anne menatap jam di pergelangan tangannya, waktu masih menunjukkan pukul 07.00 masih 1 jam lagi sebelum jam kerja dimulai.
"Bagaimana?" Tanya Arkano.
Anne mengangguk, kebetulan dia juga belum sempat sarapan. Anne meletakkan bunga baby bread-nya ke atas meja lalu meraih tasnya dan pergi bersama Arkano.
***
Hendrik melangkah pasti keluar dari lift, hari ini dia tampak bersemangat sekali Tidak seperti biasanya. Tiba di divisi pemasaran, tetapannya langsung tertuju pada sebuah buket bunga besar di atas meja Anne.
Dia mendekat dan menyipitkan matanya saat melihat nama Arkano pada kartu ucapan kecil yang terselip diantara susunan bunga baby breath itu.
"Kemana Anne?" Tanya Hendrik kepada Melani yang baru saja datang.
"Maaf Tuan, saya baru saja datang"
Hendrik mengangguk, ia merogoh sakunya dan mencoba untuk menghubungi Anne. Handphone Anne berdering, Anne sudah menduganya, Hendrik pasti akan menghubunginya, namun ia tidak begitu peduli.
"Iya, Tuan"
"Dimana kamu?" Tanya Hendrik dingin.
Hendrik bergerak menuju ke ruangannya, dia masuk ke dalam dan menutup pintunya sedikit kasar, pagi-pagi dia sudah dibuat kesal.
"Saya sedang sarapan, Tuan"
"Dimana?"
"Di cafe seberang kantor"
"Kembali ke kantor, Ada hal penting yang harus kamu kerjakan!"
Belum sempat Anne menjawab, Hendrik sudah menutup teleponnya secara sepihak membuat seulas senyum terbit di bibir Anne.
"Apa dia marah?" Tanya Arkano sambil menyesap kopi hitamnya.
Anne menggeleng, "tidak, tuan Hendrik tidak marah, Tuan hanya bilang ada pekerjaan yang harus saya selesaikan"
Anne kembali melirik pada jam tangan yang ada di pergelangannya, waktu masih menunjukkan pukul delapan kurang.
"Apa dia selalu memaksamu bekerja sebelum waktunya?" Tanya Arkano penasaran.
Anne hanya tersenyum, ia meneguk tehnya lalu bangkit. "apa Tuan masih mau disini?
"Tidak, saya akan ikut dengan kamu"
Arkano ikut bangkit, ia lalu menuju ke kasir untuk membayar. Anne menunggunya sambil menatap tower perusahaan tempatnya bekerja, belum ada 2 tahun dia bekerja di sana dan sebentar lagi Dia harus meninggalkan perusahaan milik keluarga Hendrik.
"Pagi-pagi sudah melamun," bisikan lembut terdengar di telinga Anne membuatnya terkesiap.
Ia lalu membenarkan helaian rambutnya yang berantakan diterpa angin, suatu hari nanti dia pasti akan merindukan tempat ini.
**
"Anne, Tuan Hendrik memintamu untuk memeriksa laporan ini"
Anne yang baru saja datang sudah disambut oleh Melani, ia menyerahkan map pelaporan yang baru saja dia selesaikan kemarin.
Anne menelitinya sebelum mengambil dari tangan Melani. "Bukankah ini sudah ditandatangani Tuan Hendrik?"
"Iya, tapi Tuan bilang ada yang salah, aku sudah memeriksanya dan tidak menemukan ada yang salah"
Melani nampak bingung, ia sampai berulang kali mencocokannya dengan yang ada di komputernya, tidak ada satupun yang terlewat dan tidak ada yang keliru.
Anne menghela nafas dalam, jelas sekali Hendrik hanya mengada-ngada.