/0/15854/coverorgin.jpg?v=b594a04d014046248ebf9b1fc39c8739&imageMogr2/format/webp)
"Apa maksudnya, Mas Bima? Aku masih nggak ngerti?"
Wanita cantik itu terdiam. Wajahnya pucat dengan kuku-kuku di jarinya menekan paha.
Mencoba bersikap waras dengan apa yang baru saja dikatakan sang suami.
"Maafkan aku, Hana, kita bercerai saja. Mungkin ini lebih baik bagi kita, toh kamu juga sudah tahu hubunganku dengan Zhifa kan? Aku tidak ingin terus menyakiti kamu dengan cara seperti ini. Lebih baik kita bercerai saja."
Laki-laki itu berkata seperti tidak memiliki perasaan.
Entah apa yang sedang dipikirkannya, tapi malam ini Hana berdandan sangat cantik demi untuk menyenangkan suaminya.
Bima adalah suami Hana selama tiga tahun ini.
Sebenarnya mereka menjalani rumah tangga karena perjodohan.
Bima mau tidak mau menikahi Hana karena pesan dari kakeknya tiga tahun lalu.
Sekarang kakek Bima sudah tiada dan tidak ada alasannya lagi untuk mempertahankan biduk rumah tangganya.
Kedua orang tua Bima sudah lama tiada, itu terjadi saat Bima berusia tujuh tahun.
Tidak ada perasaan cinta antara Hana dan Bima.
Kecelakaan yang menewaskan kedua orang tuanya dan Bima dibesarkan juga dirawat oleh kakeknya, Sanjaya.
"Tega banget kamu, Mas Bima, apakah kamu nggak mengerti perasaanku. Dimataku, hanya ada kamu, Mas. Kamu adalah orang yang paling aku cintai, Mas!"
Rasanya Hana tak kuat lagi membendung semua air mata. Tanpa terasa mengalir membanjiri wajah cantik itu.
"Maafkan aku, Hana. Aku sudah mengurus semua. Pengacara akan datang ke tempatmu besok dan membawakan semua berkas. Kamu hanya perlu tanda tangan."
"Untuk masalah tunjangan aku juga sudah menyiapkan semua. Anggap saja ini adalah balasan dari kontrak pernikahan kita selama tiga tahun ini."
Laki-laki itu berkata dan memandangi wajah Hana tanpa ada rasa iba sedikitpun, bahkan terkesan terburu-buru untuk mengakhiri semua.
"Apa salahku Mas Bima, apa? Aku tetap akan menjadi istri yang baik kok, asalkan kamu tetap membiarkan aku disisi kamu," ucap Hana, wanita itu seperti meminta belas kasih dan sedikit saja harapan agar Bima yang sekarang masih berstatus suaminya itu mengerti dan memahami semua perasaan.
"Sudahlah, Han, ini tidak akan berhasil dengan hubungan kita. Aku ini ingin membebaskan kamu. Kamu nggak perlu menunggu aku lagi setiap hari. Aku benar-benar ingin mengakhiri segalanya. Tolonglah, hubungan kita ini nggak akan berhasil, Han ...," pinta Bima terus mendesak.
"Apa ini karena wanita itu, Mas? Kita sudah membicarakan ini kan, Mas? Aku sudah katakan, aku rela, Mas. Aku rela berbagi dengannya," ucap Hana lagi, bibirnya bergetar saat mengatakan hal yang paling dibenci.
Mana mungkin di dunia ini ada wanita yang rela berbagi suami. Apalagi Dimata Hana, hanya Bima lah satu-satunya.
Dia hanya menahan semua untuk tetap mendapatkan posisinya sebagai istri Bima Sanjaya.
Bima beranjak dari duduknya, dia terlihat ingin segera pergi.
"Mas, jangan pergi, Mas. Aku mohon, Mas," air mata Hana semakin deras.
Dia bahkan rela bersujud asalkan suaminya tidak meninggalkan, "tolong Mas, aku mohon, pikiran hubungan kita yang sudah tiga tahun ini, Mas. Jangan karena permintaannya kamu malah berubah, Mas. Katakan, Mas? Tolong jangan tinggalkan aku, Mas," suara Hana tiba-tiba berteriak dan mengundang semua orang yang berada dalam restoran itu menatap ke arah mereka.
"Aduh, Hana, kamu lebay banget sih. Mas Bima kan sudah memberikan penawaran yang bagus, kamu cukup terima saja sih, nggak perlu ribut. Semua tunjangan juga pasti kamu dapatkan."
"Kamu cukup tanda tangan, pergi dan semua beres! Nggak ada yang kurang kan? So, nggak usah main sinetron termehek-mehek disini."
Hana menarik wajahnya dan melihat sosok wanita berbalut gaun serba terbuka juga menonjol sedang mengapit lengan suaminya dengan mesra.
Wanita itu berkata tanpa peduli lagi perasaan Hana terluka atau tidak.
Hana memang tidak pernah bisa berpenampilan seperti wanita dihadapannya.
/0/27636/coverorgin.jpg?v=d422ba9e6f3dfe10a423db19eac2470b&imageMogr2/format/webp)
/0/17434/coverorgin.jpg?v=1de4f94e2e2aba3ab8d4e61d73353126&imageMogr2/format/webp)
/0/3095/coverorgin.jpg?v=1113e82abad1f60f913a3f9d60365a6e&imageMogr2/format/webp)
/0/21438/coverorgin.jpg?v=0b02ebfe9498379b9de835ace5234dfc&imageMogr2/format/webp)
/0/27383/coverorgin.jpg?v=20250904182604&imageMogr2/format/webp)
/0/17059/coverorgin.jpg?v=5f6e058de49b1d2b018b68b106d57469&imageMogr2/format/webp)
/0/19016/coverorgin.jpg?v=fa0a7ea0d31a1a092582abff71ac8703&imageMogr2/format/webp)
/0/21167/coverorgin.jpg?v=0eaf36107d3953be702842be2e46ecb6&imageMogr2/format/webp)
/0/18008/coverorgin.jpg?v=c117440b6886cefdb6e9950c4468fbbf&imageMogr2/format/webp)
/0/3066/coverorgin.jpg?v=1968055e65003abae00f1e114a907847&imageMogr2/format/webp)
/0/4896/coverorgin.jpg?v=e4d73480546b66939e583eeaf04cb2d9&imageMogr2/format/webp)
/0/5888/coverorgin.jpg?v=88ed910bbcf55b640b1eb6eb4ed85c97&imageMogr2/format/webp)
/0/4290/coverorgin.jpg?v=f69af7fae1687f0e6c25f81bff95b97e&imageMogr2/format/webp)
/0/16150/coverorgin.jpg?v=6221e7f9cefe90315d76592300f67d18&imageMogr2/format/webp)
/0/5633/coverorgin.jpg?v=473528e6affb2aefc9d4b35de866c49e&imageMogr2/format/webp)
/0/10432/coverorgin.jpg?v=55eec7bd8c6ddef6ed23f46ede30247b&imageMogr2/format/webp)
/0/10736/coverorgin.jpg?v=b939c426b55d646451be81456d492c69&imageMogr2/format/webp)
/0/14244/coverorgin.jpg?v=0aaba09d9c7fd5816b0b9970f63d080d&imageMogr2/format/webp)
/0/15598/coverorgin.jpg?v=f653fa1c67a8c0cb568160fc4e500d33&imageMogr2/format/webp)