/0/20791/coverorgin.jpg?v=e65667aa7d62f9ca14b86f6ae32ad138&imageMogr2/format/webp)
“Mia, bolehkah aku menanyakan sesuatu kepadamu?” ucap Julian sukses membuat sang sekretaris menghentikan langkah. Dua detik kemudian, gadis yang semula berjalan menuju pintu itu, berbalik menghadapnya.
“Ada apa, Tuan?”
Sambil menyempalkan tangan ke dalam saku, sang CEO mengitari meja kerja dan berhenti tepat di hadapan sekretarisnya.
“Max, kau, dan aku tumbuh bersama sejak kecil. Dengan kata lain, kau pasti sudah sangat mengenal kami,” ujarnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. Baru kali ini Mia mendapati raut semacam itu. “Menurutmu, adikku itu orang yang seperti apa?”
Mendapat pertanyaan yang terkesan konyol, sang sekretaris hampir saja mengerutkan alis. Namun, demi menghargai bosnya, ia terpaksa mempertahankan tampang datar.
“Tuan Max orang yang cerdas dan penuh perhatian. Meskipun dia tegas dan ambisius, dia tetap bisa menempatkan keluarga sebagai prioritasnya. Tipikal pria idaman banyak wanita,” jawab Mia jujur.
“Begitukah? Lalu, apakah kau pernah menaruh hati padanya?”
Mendengar pertanyaan yang tak terduga itu, Mia sontak menaikkan alis. “Maaf?”
“Kau mengatakan kalau adikku itu idaman banyak wanita. Apakah kau termasuk salah satu dari mereka?”
“Kenapa Anda tiba-tiba menanyakan hal semacam itu, Tuan?” balas sang sekretaris sambil memiringkan kepala.
Julian pun mengangkat bahu sekilas. “Hanya ingin tahu saja. Jadi, apakah kau pernah menyukainya?”
Selang perenungan sejenak, Mia mengangguk tegas. “Ya. Sampai sekarang pun, aku masih menyukainya.”
Hanya dalam sekejap, jantung sang CEO berdebar tak karuan. Ia tidak menduga jika pertanyaan spontannya malah mendatangkan keresahan yang lebih hebat.
“Lalu, apakah karena itu kau tidak pernah menerima cintaku? Karena kau masih berada dalam bayang-bayangnya?” desah Julian yang tak bisa menyembunyikan keterkejutan.
Alih-alih menjawab, Mia malah menghela napas tak percaya. “Kenapa Anda berpikir begitu? Tentu saja tidak.“
“Tapi, kau baru saja mengaku masih menyukainya,” sanggah sang pria dengan napas yang menderu.
“Bukankah tadi Anda sendiri yang bilang kalau kita bertiga tumbuh bersama-sama? Sejak dulu, aku menganggap Tuan Max sebagai kakakku. Wajar jika aku menyukainya. Dia juga selalu baik dan menganggapku sebagai adik.”
Menyadari bahwa dirinya telah salah paham, Julian berkedip-kedip tanpa kata. Ia tidak tahu bahwa basa-basi juga bisa membahayakan hati.
“Apakah ledakan emosi Anda sedang kambuh, Tuan? Pikiran Anda sepertinya agak kacau,” sindir Mia dengan tampang polos.
“Tentu saja tidak. Aku hanya mengujimu saja,” gumam Julian sambil menggaruk pelipis.
“Menguji bagaimana?”
Kesal karena gadis di hadapannya itu sama sekali tidak peka, sang CEO spontan berdecak. “Kesetiaanmu terhadap Gabriella. Siapa tahu, kau tiba-tiba mengkhianati persabahatan kalian dan merebut Max darinya.”
“Sepertinya, Anda bukan menguji kesetiaan melainkan kesabaran saya, Tuan. Sebelum kita bertengkar lagi, izinkan saya kembali bekerja.”
Sebelum gadis itu sempat berbalik, Julian tiba-tiba menahan kedua lengannya.
“Maaf, tadi itu ... aku hanya bercanda saja. Sebetulnya, aku ingin mengetahui pandanganmu terhadapku. Bagaimana sosok Julian Evans di matamu? Kenapa kau tidak pernah serius setiap aku mengutarakan perasaan?” ucap sang pria dengan nada lembut.
Mia dapat merasakan ketulusan pada sorot mata yang hangat itu. Sebelum ia tenggelam di dalamnya, secepat kilat gadis itu menepis tangan sang CEO.
“Maaf, Tuan. Kita sedang berada di kantor, dan sekarang adalah jam kerja. Kita tidak boleh mencampuri urusan pribadi dengan pekerjaan.”
“Tapi semua agenda hari ini sudah terlaksana, dan kita tinggal menunggu jam pulang,” bujuk Julian dengan penuh harap.
Mia sudah hafal gerak-gerik pria itu. Setelah menahannya pergi, Julian akan menjelaskan tentang betapa ia mencintai Mia. Lalu, sang gadis akan menyangkal dan obrolan mereka akan diakhiri dengan pertengkaran.
“Maaf, Tuan. Hari ini, suasana hati saya sedang tidak bersahabat. Lebih baik, kita bicarakan nanti saja,” ujar sang sekretaris datar.
/0/11045/coverorgin.jpg?v=20c26a39a6fcfbd103538f6351776873&imageMogr2/format/webp)
/0/16907/coverorgin.jpg?v=da3dacb93d79bd4c09ffff2980e158aa&imageMogr2/format/webp)
/0/3257/coverorgin.jpg?v=12afa457ff62df737a2c10b05176e1c2&imageMogr2/format/webp)
/0/4997/coverorgin.jpg?v=dfb6a6ab73d9735fb193b70174df5b2f&imageMogr2/format/webp)
/0/18078/coverorgin.jpg?v=20240701114450&imageMogr2/format/webp)
/0/12522/coverorgin.jpg?v=846c89b9438cc63e947e5f998533378d&imageMogr2/format/webp)
/0/2764/coverorgin.jpg?v=474067d34d95bbc032d7c97fbcb40872&imageMogr2/format/webp)
/0/6734/coverorgin.jpg?v=a1be74ea3d6c437938adf4d15380f711&imageMogr2/format/webp)
/0/12634/coverorgin.jpg?v=5cc210e46ea5ee389a0a2e1911a32a2e&imageMogr2/format/webp)
/0/28289/coverorgin.jpg?v=539f97066119b84d8a921da1495fd565&imageMogr2/format/webp)
/0/14910/coverorgin.jpg?v=6464e001c2234a6bcb30acfa204a7d8c&imageMogr2/format/webp)
/0/20773/coverorgin.jpg?v=23f9196c9282d589bf7de1e15c05a179&imageMogr2/format/webp)
/0/24301/coverorgin.jpg?v=83c044c02a28680cf7631527aaf52f79&imageMogr2/format/webp)
/0/13081/coverorgin.jpg?v=3f97381ea849adbd88e6891fbe8f6e9d&imageMogr2/format/webp)
/0/6814/coverorgin.jpg?v=ca30bb084dd1ab9e34fd197609c8c976&imageMogr2/format/webp)
/0/26476/coverorgin.jpg?v=0c2ae0be9b08664277b4766abce9db44&imageMogr2/format/webp)
/0/5308/coverorgin.jpg?v=64a8e7b9ce3a4e1e58facea7f2edddb5&imageMogr2/format/webp)
/0/2551/coverorgin.jpg?v=800b663abaa3cb1417e3481b9de31f03&imageMogr2/format/webp)
/0/5813/coverorgin.jpg?v=625dbb84355f052f6991bc33e1740359&imageMogr2/format/webp)
/0/5959/coverorgin.jpg?v=543782c8ea248f792ca58290f3555fb4&imageMogr2/format/webp)