Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Terjerat Cinta Nona Arogan

Terjerat Cinta Nona Arogan

penaksaraa

5.0
Komentar
2.2K
Penayangan
30
Bab

Bagaimana jadinya jika seorang wanita yang mengejar seorang pria? Apalagi pria itu lebih muda darinya. Theresa Daniella atau yang kerap disapa Echa adalah seorang CEO sukses di usianya yang menginjak 24 tahun. Entah ini cinta atau obsesi. Namun, demi seorang barista yang lebih muda 2 tahun dari dirinya, Echa rela merendahkan harga dirinya dan melakukan segala macam cara agar barista itu menjadi miliknya. Dengan segala kelebihan yang Echa miliki, ternyata tidak membuat barista itu bertekuk lutut. Bahkan Echa mendapat penolakan yang membuat harga dirinya jatuh, benar-benar jatuh. "Kalau kamu mau nikah sama aku, biaya pengobatan ibu kamu jadi tanggunganku," ucap Echa penuh percaya diri. "Baik aku setuju. Tapi ada satu syarat." "Apa?" tanya Echa penasaran. "Pernikahan ini hanya di atas kertas, gak lebih dari itu." *Cover by canva for free

Bab 1 Perdebatan

Suara riuh dari pengunjung yang berlalu lalang tidak mengalihkan pandanganku dari lelaki yang selalu membuatku jatuh cinta setiap harinya.

"Denan! Tolong bawakan aku segelas americano lagi," seruku dengan suara yang sedikit kunaikkan.

Aku Theresa Daniella. Beginilah kegiatanku setiap hari selepas pulang bekerja, mengunjungi coffee shop dimana tempat lelaki yang menjadi dambaan hatiku bekerja.

"Silahkan," ucap Denan sembari menyodorkan segelas americano pesananku. "Kamu nggak lupa 'kan, ini udah gelas ke-3 yang kamu pesan?" lanjutnya yang kujawab dengan gelengan, seraya menyeruput pelan americano yang sudah kupesan.

Terdengar embusan napas lelah dari Denan, tentu saja aku tak mempedulikannya.

"Pulang Sa, ini sudah malam. Nggak baik perempuan pulang malam-malam."

Tuh, kalian bisa menilai 'kan? Denan adalah tipe lelaki yang cuek tapi perhatian, hingga aku merasa dia juga menyukaiku. Tetapi, ah sudahlah! Emm wait, aku tak suka saat dia memanggilku dengan sebutan 'Sa'.

"Nggak! Aku masih ingin di sini. Lagian aku juga nggak ganggu pekerjaan kamu. Dan apa tadi, kamu manggil aku Sa? Nama aku Echa! Kita udah dekat, semua orang terdekatku harus memanggilku Echa!" titahku dengan tegas tanpa mempedulikan pandangan pengunjung cafe yang lain.

"Itu menurut kamu. Menurutku, aku hanya pelayan dan kamu pembeli. Kamu nggak lupa kan, kalo aku udah punya kekasih? Lelaki yang sudah memiliki kekasih, tidak baik jika berteman dekat dengan perempuan lain."

Ya, Denan bukanlah lelaki single. Dia memiliki seorang kekasih bernama Ayana. Perempuan itu tentu saja berbeda jauh dibandingkan dengan diriku. Kekasih Denan masih berusia 19 tahun dan masih duduk di bangku perkuliahan semester awal.

"Ini sudah malam, Theresa," ucap Denan penuh penekanan. "Ayana nanti akan mengunjungiku, nggak enak kalo dia lihat kamu di sini."

Aku tersenyum miring. Lagi-lagi Denan selalu mementingkan perasaan kekasih ingusannya itu. Hei! Aku yakin Denan tidak buta untuk melihat kelebihanku. Bahkan seujung kuku pun, kekasihnya itu tidak pantas dibandingkan dengan aku!

"Memang kenapa? Biar saja dia tau kalau aku lebih pantas untuk ada di sini dan menunggumu selesai bekerja."

Terlihat bahwa Denan mengusap wajahnya kasar setelah mendengar pernyataan yang keluar dari mulutku.

"Terserah kamu aja. Aku harus kembali bekerja," ucapnya lalu meninggalkanku sendiri.

Aku mendengus kasar lalu kembali mendudukkan diriku. Sejujurnya aku mulai mengantuk. Kulirik arloji yang bertengger di tangan kiriku.

22.05

Sudah hampir 3 jam aku berada di sini. Tak apa, demi menunggu sang pujaan hati. Terkadang aku heran dengan diriku, jika ada hal yang kubenci di dunia ini jawabannya adalah 'menunggu'. Tapi entah kenapa, menunggu Denan adalah hal tercandu yang pernah kulakukan. Jarum jam terus berjalan, mataku semakin memberat bahkan untuk mengangkat kepala saja tidak kuat. Kutaruh kepalaku di atas lipatan kedua tanganku, lalu mulai memejamkan mata. Belum ada 10 menit, mataku kembali terbuka lebar. Aku mendongakkan kepalaku ke depan sana.

"Sialan!" desisku. Rasa kantuk menguap begitu saja entah ke mana setelah melihat kejadian menyebalkan yang membuat hatiku terbakar.

Di hadapanku sekarang, Denan dan Ayana mulai melempar senyum. Tentu saja senyum yang mengisyaratkan cinta. Entah sejak kapan gadis ingusan itu datang, perasaan aku baru saja memejamkan mata dan sekarang gadis ingusan itu sudah berada di sana dan menggoda calon suamiku?

Iya calon suami.

Karena aku benar-benar yakin akan menikah dengan Denan. Walaupun pria itu terus menolakku. Tapi bukan Theresa namanya jika langsung menyerah begitu saja.

Kurapikan rambutku yang berantakan, tak lupa merapikan blouse navy-ku yang mulai lusuh. Lalu kulangkahkan kakiku menuju ke arah mereka yang masih asik bercengkrama dibatasi oleh kaca di dekat kasir.

Ekhem.

Seketika Denan dan Ayana menghentikan obrolannya. Senyum di bibir mereka hilang, terlebih Ayana yang langsung mendongakkan kepalanya. Tentu saja gadis ingusan itu tahu bahwa aku mengincar kekasihnya itu. Bahkan aku pernah meminta Ayana untuk meninggalkan Denan dengan uang kompensasi 50 juta. Tapi memang gadis ingusan itu munafik, berlagak tidak butuh uang dan lebih memilih mempertahankan hubungannya dengan Denan.

"Ingin menambah pesanan? Atau ingin berpamitan pulang?" tanya Denan dengan nada yang datar. Cih! Saat bersama Ayana akan menggunakan nada lemah lembut nan alus. Tapi ketika berbicara kepadaku seperti kanebo kering.

"Kenapa dia datang ke sini?" tanyaku tak suka seraya menunjuk Ayana dengan jari telunjuk lentikku.

"Wajar jika seorang perempuan merindukan kekasihnya."

Hello! Aku bertanya kepada Denan, kenapa malah gadis ingusan itu yang menjawab?

Apa tadi katanya kekasih? Iuh! Denan bahkan lebih cocok jadi kakak lo! Ingin rasanya aku mengeluarkan kata-kata sarkas untuknya, tapi tenang aku ingin terlihat anggun di depan calon suamiku.

Aku terkadang heran, kenapa si Ayana ini selalu terlihat kalem dan lembut di hadapan Denan? Padahal gadis ingusan ini benar-benar menyebalkan. Bahkan tak hanya sekali dia memandangku dengan pandangan sinis penuh kebencian.

"Untuk apa menemui calon suamiku?" tanyaku dengan nada menantang penuh rasa percaya diri.

"Jangan ngawur!"

Ya, itu suara Denan. Lelaki itu sudah memandangku dengan tatapan tajam. Biar saja, toh aku juga tidak peduli.

"Kita akan menikah," ucapku santai tentu saja Ayana langsung memandangku tak suka. Langsung saja kukeluarkan smirk-ku.

"Nggak!" bantah Denan cepat. "Tolong jangan membuat masalah, Sa. Banyak pelanggan di sini."

"Kak Theresa lebih baik pulang daripada buat ribut di sini."

Tanganku mengepal saat Ayana berani mengusirku. Aku pun melempar tatapan sengit ke arah Denan, "Kalo kamu tau pelanggan banyak, kenapa harus bermesraan sama gadis ingusan ini?!" sarkasku. Pandanganku lalu teralih ke arah Ayana yang sekarang masih tetap memandangku dengan pandangannya yang sok lembut itu.

"Buat lo! Harusnya lo yang pergi dari sini. Ganggu calon suami gue kerja aja!"

Baru saja Ayana akan menjawab, Denan langsung menyahut ucapanku.

"Terserah! Lebih baik kamu pulang. Aku harus melanjutkan pekerjaanku lagi."

Setelahnya lelaki itu pergi ke belakang entah untuk apa.

"Apa lo lihat-lihat?!" sarkasku pada Ayana, gadis itu langsung buru-buru menunduk.

Inilah aku, tipikal wanita yang galak, judes, jutek, lengkap sudah. Tetapi akan berbeda saat sudah berhadapan dengan Denan. Tentu saja agar lelaki itu tertarik dan luluh kepadaku. Walaupun sudah hampir satu tahun lebih belum ada perubahan sih HAHAHA

"Gue ingetin, nggak usah belaga sok polos di depan Denan!"

Ayana langsung kembali mendongak, "Apa maksud Kak Theresa?" tanyanya dengan nada sok polos. Ingin rasanya aku mencabik-cabik mulutnya.

"Cih! Gue tau lo tu bukan gadis polos! Tujuan lo biar apa? Biar Denan luluh gitu sama lo?"

Nah kan, akhirnya si Ayana ini ngeluarin smirk-nya. "Sayangnya, Kak Denan memang memilih aku."

Jleb.

"Kau...!" Aku menggeram sebal.

Sialan!

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku