/0/28867/coverorgin.jpg?v=7b0e6024e1de511891092aedce1d1655&imageMogr2/format/webp)
Pagi itu seharusnya menjadi pagi yang biasa, seperti ratusan pagi sebelumnya dalam empat tahun pernikahannya dengan Dimas Satria. Matahari merayap masuk melalui tirai jendela kamar utama, membiaskan cahaya keemasan di atas seprai sutra. Aroma kopi hitam yang baru diseduh mulai menguar dari dapur, disusul bisikan lembut dari siaran berita pagi yang biasa menjadi pengiring sarapan mereka. Bagi Putri Wijaya, wanita 27 tahun yang menawan dengan senyum selalu merekah di bibirnya, kehidupan ini adalah kanvas yang dilukis dengan warna-warna kebahagiaan.
Putri adalah definisi keindahan yang anggun dan kecerdasan yang memukau. Dengan rambut hitam panjangnya yang selalu tergerai indah, kulit seputih pualam, dan mata cokelat gelap yang memancarkan kehangatan, ia sering kali menjadi pusat perhatian tanpa harus berusaha. Namun, lebih dari sekadar fisik, Putri dikenal karena hatinya yang lembut, empatinya yang dalam, dan kecerdasannya yang terasah. Ia seorang arsitek muda yang sedang meniti karier di salah satu firma desain terkemuka di Jakarta, pekerjaan yang ia cintai dan kuasai dengan sepenuh hati. Setiap detail, setiap garis, setiap konsep yang ia tuangkan di atas kertas adalah cerminan dari ketelitian dan passion-nya.
Suaminya, Dimas Satria, adalah kebanggaan dan cinta sejatinya. Seorang pria gagah dengan postur atletis, rahang tegas, dan tatapan mata yang tajam namun penuh kehangatan saat memandang Putri. Dimas adalah CEO muda yang sukses memimpin sebuah perusahaan teknologi swasta yang sedang berkembang pesat. Sejak mereka bertemu di sebuah seminar bisnis lima tahun lalu, Putri sudah tahu bahwa Dimas adalah belahan jiwanya. Ada koneksi instan, percikan yang tak terbantahkan, dan janji-janji masa depan yang terukir dalam setiap tatapan dan sentuhan mereka. Cinta mereka mekar dengan indah, berujung pada sebuah pernikahan impian yang diadakan di tepi pantai, disaksikan oleh orang-orang terkasih.
Empat tahun pernikahan telah mereka jalani dengan tawa, canda, dan dukungan tak terbatas. Dimas adalah suami yang ideal di mata Putri dan orang-orang di sekitar mereka. Ia romantis, selalu mengingat tanggal-tanggal penting, tak pernah lupa membawakan bunga mawar merah setiap pulang kerja, dan selalu menyempatkan diri untuk makan malam berdua di tengah jadwalnya yang padat. Ia adalah pendengar yang baik, selalu ada di sisi Putri saat ia menghadapi kesulitan, dan tak pernah ragu memberikan pujian atas setiap pencapaian Putri. Mereka adalah pasangan sempurna, cemburu sosial bagi banyak teman dan kerabat. Rumah mereka di kawasan elit Jakarta Selatan adalah istana kecil yang penuh kehangatan, menjadi saksi bisu setiap ciuman pagi, pelukan hangat, dan bisikan cinta di malam hari.
Namun, kebahagiaan yang telah mereka rajut dengan begitu hati-hati itu, yang Putri yakini sekuat karang dan setenang laut, ternyata tidak seindah dan sesempurna yang ia harapkan. Bahtera rumah tangga mereka yang kokoh kini diterjang badai hebat, badai yang muncul tiba-tiba dari arah yang tak pernah Putri duga.
Pagi itu, yang seharusnya biasa, tiba-tiba berubah menjadi neraka. Putri sedang menyelesaikan sarapannya-roti panggang dengan selai stroberi kesukaannya-sambil sesekali melirik Dimas yang sedang sibuk dengan laptopnya di meja makan. Ia tersenyum tipis melihat Dimas yang begitu fokus, betapa beruntungnya ia memiliki suami yang begitu pekerja keras dan berdedikasi. Namun, senyum itu perlahan memudar ketika ponselnya bergetar di samping piring. Sebuah notifikasi pesan masuk dari Lisa, teman kuliahnya yang kini bekerja di kota yang berbeda.
"Putri, apa kabar? Aku harap kamu baik-baik saja," begitu bunyi pesan pembuka Lisa. Nada pesan itu sudah terasa aneh, sedikit tegang, tidak seperti Lisa yang biasanya ceria. Putri mengerutkan kening, menggeser layar untuk membaca pesan selanjutnya.
"Aku minta maaf sebelumnya karena harus mengirimkan ini, tapi aku merasa ini penting. Aku tidak tahu bagaimana harus memberitahumu, Put..."
Hati Putri mulai berdebar tak karuan. Ada firasat buruk yang merayapi. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Dimas sempat melirik, "Ada apa, Sayang? Kelihatannya tegang sekali."
Putri hanya tersenyum tipis, menggeleng, "Bukan apa-apa, mungkin cuma masalah pekerjaan." Ia berbohong, padahal ia tahu ada yang tidak beres.
Kemudian, pesan selanjutnya muncul. Sebuah tautan video dan beberapa foto. Putri menelan ludah, jarinya gemetar saat ia menekan tautan video itu. Layar ponselnya menampilkan adegan yang langsung membekukan darahnya, membuat jantungnya seolah berhenti berdetak.
Sebuah pernikahan. Bukan pernikahan biasa. Pernikahan yang sangat mewah, dengan dekorasi megah, bunga-bunga indah, dan kerumunan tamu yang bersuka cita. Dan di tengah keramaian itu, berdiri dua sosok yang sangat Putri kenal.
Sosok pria gagah dengan setelan jas pengantin putih bersih, tersenyum lebar, memancarkan aura kebahagiaan yang tak tertahankan. Itu Dimas. Suaminya. Dimas Satria.
Di sampingnya, dengan gaun pengantin menjuntai anggun, adalah seorang wanita yang juga tersenyum bahagia, memegang lengan Dimas dengan mesra. Rambut panjangnya terurai indah, riasan wajahnya sempurna, dan matanya memancarkan binar kebahagiaan yang sama. Wanita itu adalah Rina, adik sepupu Putri, yang selama ini Putri anggap seperti adiknya sendiri. Rina, yang sering datang ke rumah mereka, makan malam bersama, dan bahkan kadang menginap. Rina, yang Putri kenalkan pada Dimas di sebuah acara keluarga setahun yang lalu.
Dunia Putri seolah runtuh dalam sekejap. Suara tawa Dimas di video itu, suara janji pernikahan yang diucapkan dengan mantap, suara riuh tepuk tangan para tamu, semuanya berputar-putar di kepalanya, bercampur menjadi satu simfoni kehancuran yang memekakkan telinga. Ia mencoba bernapas, tapi rasanya paru-parunya tak mau bekerja. Tangannya gemetar hebat, ponsel nyaris terlepas dari genggamannya.
"Tidak... tidak mungkin," bisiknya, suaranya tercekat di tenggorokannya. Ia memutar video itu lagi, hanya untuk memastikan bahwa matanya tidak salah melihat. Tapi tidak, setiap adegan, setiap senyuman, setiap sentuhan mesra antara Dimas dan Rina adalah kenyataan yang mengerikan. Ada adegan di mana Dimas mengecup kening Rina dengan penuh kasih sayang, seperti yang sering ia lakukan pada Putri. Ada adegan mereka berpegangan tangan saat memotong kue pernikahan, tangan yang sama yang selalu menggenggam tangan Putri dengan janji kesetiaan.
Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Putri, lalu mengalir deras membasahi pipinya. Satu tetes, lalu dua, dan akhirnya menjadi aliran tak terbendung. Ia tak lagi peduli pada Dimas yang kini menatapnya dengan heran. Ia tak lagi peduli pada sarapan yang dingin di depannya. Yang ada hanyalah rasa sakit yang luar biasa, seolah ada pedang tajam yang menembus jantungnya, merobek setiap sel hatinya.
"Putri, kamu kenapa? Ada apa?" Suara Dimas kini terdengar khawatir, ia sudah berdiri di samping Putri, mencoba memegang bahunya.
/0/25861/coverorgin.jpg?v=f80359e424c84652be19698828189ab3&imageMogr2/format/webp)
/0/3528/coverorgin.jpg?v=b860dc91b473d6fab8bd128c8f4d0c3d&imageMogr2/format/webp)
/0/26322/coverorgin.jpg?v=a8e089ce1108b3543c9173d2aa2060e6&imageMogr2/format/webp)
/0/17367/coverorgin.jpg?v=909647909d0e9d97dbec4136afd21463&imageMogr2/format/webp)
/0/23560/coverorgin.jpg?v=a0b7917440b91d91069965cedb7fea2f&imageMogr2/format/webp)
/0/28636/coverorgin.jpg?v=20251106165850&imageMogr2/format/webp)
/0/19193/coverorgin.jpg?v=f986943f535d9fe51207305383c8fc18&imageMogr2/format/webp)
/0/5790/coverorgin.jpg?v=9af903677fa8001e4c6d90e49bf62d0a&imageMogr2/format/webp)
/0/2169/coverorgin.jpg?v=bc86ddb37015704947772ba8b283348d&imageMogr2/format/webp)
/0/10417/coverorgin.jpg?v=8155f48e04c97d07c0dc0f90cdce099a&imageMogr2/format/webp)
/0/23737/coverorgin.jpg?v=20250526182826&imageMogr2/format/webp)
/0/23823/coverorgin.jpg?v=cf6334aedc73a00bf42177cc58610778&imageMogr2/format/webp)
/0/4708/coverorgin.jpg?v=219e2c0e9c5e3ce4008f3fc909e31b5d&imageMogr2/format/webp)
![[BUKAN] PELAKOR](https://cos-idres.cdreader.com/site-414(new)/0/2167/coverorgin.jpg?v=db428b5a3581aded04844622906c9a50&imageMogr2/format/webp)
/0/17548/coverorgin.jpg?v=1f20db3dfe241d84765d04acdb43e1b1&imageMogr2/format/webp)
/0/9741/coverorgin.jpg?v=20250122182521&imageMogr2/format/webp)
/0/3854/coverorgin.jpg?v=0e8385c852cba004e03accc72611595d&imageMogr2/format/webp)
/0/17549/coverorgin.jpg?v=20240401115210&imageMogr2/format/webp)