Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
"Hey!! Apa yang kamu lakukan?!!" Teriak Rania saat melihat seorang pria di tepi atap sekolahnya yang berada di lantai empat.
Pria itu menoleh kearah Rania, namun yang terlihat di wajah pria itu justru ekspresi terkejut dan bingung.
"Apa kamu sudah gila? Ngapain kamu berdiri disitu? sekarang juga turunlah, kalau nanti kamu jatuh bagaimana? Kamu pasti akan langsung mati" ucap Rania kembali.
Pria itu tidak menanggapi ucapan dan teriakan Rania, Pria itu masih bergeming di tempatnya sambil menatap bingung kearah Rania.
"Haishh.. ngapain sih dia malah diam saja, aduh.. bagaimana ini, kalau aku tiba-tiba berlari kesana aku takut pria itu akan nekat dan malah melompat atau terpeleset, lagian kenapa dia berdiri di sana?" batin Rania sambil terus menatap pria itu.
"Arghh.. tidak tau lah, aku kesana saja"
Rania lalu berlari kearah pria itu, dan benar saja, apa yang Rania takutkan terjadi. Pria itu terkejut kemudian kehilangan keseimbangannya, kaki pria itu lalu terpeleset dan seketika itu juga, pria itu akan jatuh dari atap gedung lantai empat tersebut.
Namun, belum sempat pria itu terjatuh, ada sebuah tangan yang menarik baju sekolah yang di kenakan oleh pria itu.
"Hahh.. untunglah aku tepat waktu" ucap Rania sedikit ngos-ngosan karena tadi berlari dan menarik pakaian pria itu dengan sekuat tenaga, tentu saja Rania yang menarik pria itu kembali agar tidak terjatuh.
"Hey, sekarang turunlah..." ucap Rania pada pria itu.
Pria itu masih saja terdiam dan matanya fokus menatap tangan Rania yang memegang baju sekolahnya.
"Apa kamu tidak mendengar ucapanku? Turunlah sekarang juga, aku tidak akan melepaskan tanganku sebelum kamu turun" Rania sadar pria itu memperhatikan tangannya yang sedang memegang baju sekolahnya dengan sangat kuat.
Pria itu kemudian menatap Rania dalam diam, setelah itu, pria itu baru mau turun dari tepi atap, namun matanya kembali menatap tangan Rania, Melihat pria itu sudah turun dari tepi atap, Rania kemudian melepaskan tangannya dari baju pria itu.
"Syukurlah dia mau turun" batin Rania.
"Hey, ngapain kamu tadi berdiri di sana? kenapa juga kamu bertindak bodoh dan berdiri di tepi atap itu?" ucap Rania lalu menunjuk tempat pria itu tadi berdiri.
Pria itu kemudian melirik tempat dia tadi berdiri lalu kembali menatap Rania, "Apa kamu bisa melihatku?" Tanya pria itu pada Rania, Pria itu tidak menjawab pertanyaan Rania dan malah menanyakan pertanyaan baru pada Rania.
"Kamu ini bicara apa sih? Tentu saja aku melihatmu, aku kan tidak buta" meskipun sedikit kebingungan, Rania tetap menjawab pertanyaan pria itu.
"Itu tidak mungkin" pria itu terlihat sangat terkejut dan itu membuat Rania mengerutkan dahinya.
"Tidak mungkin bagaimana? jelas-jelas aku melihatmu, kamu bicara apa sih?"
Pria itu kembali bergeming di tempatnya dan menatap kosong kearah Rania, pria itu terlihat sedang mencerna situasi dan memikirkan sesuatu juga.
"Kamu ngapain sih berdiri disana? Mau bunuh diri? Sebenarnya apa yang ada di dalam otakmu itu?" Rania menyerang pria itu dengan beberapa pertanyaan.
"Kalau kamu mau bunuh diri jangan di sekolah, kamu cari tempat yang lain saja, aku memang tidak tau apa masalah yang sedang kamu hadapi sampai-sampai kamu mau mengakhiri hidupmu sendiri, tapi setidaknya jangan menyusahkan orang lain" Rania sepertinya sedikit kesal pada pria itu.
"Menyusahkan orang lain?" Tanya Pria itu.
"Kalau kamu lompat dari atap ini dan terjatuh terus kamu mati, siapa yang akan mengurus mayatmu hah?! Tentu saja pihak sekolah, mereka juga akan kesusahan dan reputasi sekolah akan buruk saat ada wartawan yang menyebarkan berita ke stasiun tv dan yang lainnya"
"Aku hidup juga sudah menyusahkan orang, jadi lebih baik aku..."
"Mati maksudmu? Bukankah tadi sudah aku bilang kamu mati juga kalau dengan cara melompat dari atap itu akan menyusahkan orang, kalau hidupmu sudah menyusahkan orang, setidaknya mati juga jangan menyusahkan orang lagi" Rania menatap kesal pada pria itu.
"Aku tidak tau masalahmu, tapi bunuh diri itu jalan yang salah, kamu menyianyiakan hidup yang sudah diberikan Tuhan padamu, lebih baik kamu mencari solusi untuk masalahmu, tapi jangan solusi jalan pintas juga, kalau kamu di bully di sekolah, kamu bisa membalasnya" ucap Rania.
"Aku tidak kena bully" pria itu menggeleng pelan.
"Lalu, apa yang membuatmu ingin mengakhiri hidupmu sendiri?" Tanya Rania sedikit mengerutkan dahi.
"Aku tidak bisa memberitahumu"
"Yasudah, terserah kamu" Rania lalu melirik jam tangannya.
"Aduh... waktu istirahatku terbuang banyak kan, hey, cepatlah turun dari sini, sebentar lagi waktu istirahat akan berakhir" ucap Rania sambil menatap pria itu.
"Aku akan disini beberapa menit lagi, kamu bisa masuk duluan" timpal pria itu.
"Kamu tidak akan melompat kan?" Tanya Rania penuh selidik.
"Tidak, aku berubah pikiran" ucap pria itu sambil tersenyum tipis.
"Ya sudah, Awas saja kalau kamu berani melompat dari sini, aku yang pertama akan memaki mayatmu nanti" Rania menunjuk wajah pria itu dengan tatapan tajamnya.
Pria itu tidak menjawab perkataan Rania dan malah tertawa pelan.
"Ya sudah, aku duluan" Rania kemudian pergi dari atap dan berjalan menuruni tangga untuk kembali ke kelasnya yang ada di lantai tiga.