/0/6474/coverorgin.jpg?v=8cca45b3e2dce31607a4371447c8d1c9&imageMogr2/format/webp)
Arshaka menatap Earlyta dengan tatapan ibanya. “Kamu yakin?” tanyanya entah untuk ke berapa kalinya dalam pembicaraannya dengan sahabat masa kecilnya itu. Gelas kopi yang sudah tandas menandakan sudah berapa lama mereka duduk berhadapan seperti ini, namun topik pembahasan mereka tidak juga berubah.
Earl—panggilan akrab Earlyta—menghela napasnya. “Apa yang harus aku pertahankan lagi?” Dia balik bertanya. Tatapannya yang awalnya fokus pada meja di hadapannya, kini bertubrukan dengan tatapan Arshaka. “Semuanya sudah hancur, bukan?”
Arshaka terdiam. “Tapi, apa kamu baik-baik saja?”
Earlyta menggeleng. “Aku tidak tahu. Tapi … seolah aku sakit kalau bersama dia, tapi lebih sakit kalau tidak bersama dia.”
Arshaka mengulurkan tangannya. “Kamu tahu kalau aku akan ada di sisi kamu, bukan?”
Earlyta menatap lamat-lamat sahabatnya. Semua hal yang sudah ia alami dalam hidupnya, disaksikan langsung oleh Arshaka. Sejak mereka berada di bangku sekolah menengah pertama, hanya Arshaka yang menemaninya. Earlyta tidak tahu bagaimana nasib hidupnya jika Arshaka tidak menjadi sahabatnya. “Apa kamu kecewa padaku?”
Arshaka menggeleng tegas. Gila saja, bagaimana bisa dia kecewa pada sahabatnya sendiri? “Aku kecewa pada diriku sendiri, karena tidak bisa memegang janji pada ibu kamu.”
Earlyta tersenyum sendu. “Dia juga pasti sangat kecewa padaku. Aku janji untuk bahagia, tapi ternyata—”
“Kamu akan bahagia, Earl. Aku yakin itu.” Genggaman tangan Arshaka pada Earlyta menguat. Seolah memberikan semangat lewat uluran tangannya. “Aku menjadi saksi bagaimana kamu selalu kuat.”
Wanita paling mandiri yang pernah ia kenal selain ibunya hanyalah Earlyta.
“Aku berpikir, apa yang akan aku lakukan setelah ini. Jika tanpa dia … apa aku masih bisa?”
Arshaka mengangguk tegas. “Sebelum ini saja, kamu bisa melewati semuanya, Earlyta. Jadi, kenapa kamu ragu sekarang?”
Earlyta menggeleng. Dia sendiri tidak tahu. Sebelumnya, dia merasa bisa menjadi wanita yang sangat kuat, karena sejak dulu dia sudah ditempa oleh kehidupan dan didewasakan oleh keadaan di sekitarnya. Jadi, apa yang harus ia ragukan sekarang?
***
Arshaka pulang ke rumah orang tuanya tiap akhir pekan dan biasanya dia selalu menjadi sangat bersemangat tiap kali akan bertemu mereka. Namun, untuk hari ini, Arshaka tidak memperlihatkan wajah semangatnya.
“Shaka?” Anneliese Januar, ibunya, melihat kedatangan anaknya. Dia bergegas menghampiri Arshaka. “Kenapa tidak bilang dulu kalau mau ke sini?”
Arshaka tersenyum kecil. “Biasanya juga aku tidak bilang dulu ke Mama kalau mau pulang.” Arshaka bahkan tidak sempat membuka ponselnya saking banyak beban pikiran yang ia pikirkan sekarang.
Anne menghela napas. “Iya, tapi biasanya kamu akan mengirim pesan agar Mama membuatkan makanan kesukaan kamu.” Anne tertawa kecil. Dia membuka jas yang dipakai Arshaka dengan lembut. “Bersih-bersih dulu, Mama akan menyiapkan kamu teh, ya? Kebetulan Papa kamu juga akan pulang sebentar lagi.”
Inilah yang Arshaka selalu suka tiap kali dia pulang ke rumah. Dia selalu disambut dengan kehangatan dan selalu diperlakukan sangat baik oleh ibunya.
“Oh iya, Arshaka,” panggil Anne yang membuat langkah Arshaka menuju kamarnya terhenti.
“Iya?”
“Earlyta tidak kemari lagi?”
Arshaka menggeleng. “Tidak. Dia sedang … ada sesuatu yang harus ia urus.”
Anne mencebikkan bibir bawahnya. “Padahal Mama ingin mengobrol banyak dengannya.” Anne terkenal sangat dekat dengan semua teman-teman Arshaka, termasuk sahabat sejati Arshaka yang sudah ia kenal sejak zaman SMP, siapa lagi kalau bukan Earlyta Camille. Apalagi Anne dan Earlyta memiliki kesukaan yang sama di bidang seni dan design, membuat pembicaraan mereka setiap bertemu, selalu menyenangkan.
“Nanti akan aku sampaikan pada dia untuk menemui Mama.”
Anne tersenyum. “Baiklah.”
Setelah selesai membersihkan tubuhnya, Arshaka sempat duduk di sisi ranjangnya dan belum berniat untuk turun dan menyapa kedua orang tuanya. Dia membuka ponselnya yang ada di nakas dekat ranjangnya, hanya untuk memeriksa apakah ada pesan dari Earlyta.
Dan nyatanya nihil. Tidak ada sama sekali. Padahal, wanita itu sejak dulu selalu menghubunginya setiap saat, apalagi kalau sedang ada masalah.
Pesan yang didapat oleh Arshaka malahan adalah pesan dari Gio—calon mantan suami dari Earlyta. Arshaka menghela napas ketika melihat pesan tersebut.
Gio Jevarno
Apa kamu sedang bersama Lyta?
/0/2763/coverorgin.jpg?v=c13d98027b5c9cb99c3bf8ee58e4bfd6&imageMogr2/format/webp)
/0/28729/coverorgin.jpg?v=c633ef4c6b3b70c6acc2ffdbdfbb1bfa&imageMogr2/format/webp)
/0/6521/coverorgin.jpg?v=0dc886fcefd9b9ebecbf37d72dfccdf5&imageMogr2/format/webp)
/0/16699/coverorgin.jpg?v=ef38da27c5b45f8a4b46710eefac8e7c&imageMogr2/format/webp)
/0/17375/coverorgin.jpg?v=f5494a05a3dc42a3314fa0f160ba5c1f&imageMogr2/format/webp)
/0/8783/coverorgin.jpg?v=af27107cbfc6acc2dcf03bdf570d81b2&imageMogr2/format/webp)
/0/6939/coverorgin.jpg?v=536d7981939f235022db29fa66b5db4a&imageMogr2/format/webp)
/0/10836/coverorgin.jpg?v=8d0975248f15c19e079103be94872283&imageMogr2/format/webp)
/0/5579/coverorgin.jpg?v=8451cc3231d03f5ae1bfcd5aa5500814&imageMogr2/format/webp)
/0/19772/coverorgin.jpg?v=8f5b1cec967d49189cb61877cfcec29e&imageMogr2/format/webp)
/0/10104/coverorgin.jpg?v=8e3d277fbf390d46b876f25adf010ff8&imageMogr2/format/webp)
/0/21111/coverorgin.jpg?v=161b8b0630765dd2c3c08f773489b152&imageMogr2/format/webp)
/0/9363/coverorgin.jpg?v=bb2e301b9259e52c245a5fd10ad353de&imageMogr2/format/webp)
/0/17107/coverorgin.jpg?v=71acc20171e6e29bdd625a25bc2f3358&imageMogr2/format/webp)
/0/19703/coverorgin.jpg?v=86ab5b943739c7e60385623ce1999541&imageMogr2/format/webp)
/0/15131/coverorgin.jpg?v=c284c56676002d03be678d9fd4e1d28a&imageMogr2/format/webp)
/0/13672/coverorgin.jpg?v=727d866839f9b4188741514c56e47234&imageMogr2/format/webp)
/0/5023/coverorgin.jpg?v=9cfe80cbe37520d735f8880324f7b24a&imageMogr2/format/webp)