Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
The Letter I Wrote For You

The Letter I Wrote For You

cherisivana

5.0
Komentar
139
Penayangan
113
Bab

Arshaka Januar tahu seharusnya dia tidak pernah jatuh cinta pada sahabatnya. Dia yakin kalau sahabatnya, Earlyta Camille tidak pernah memiliki perasaan yang sama dengannya. Jatuh cinta adalah hal yang dilarang di antara mereka. Tapi, melihat sahabatnya sendiri tersiksa dengan hubungan yang dia miliki dengan suaminya, membuat Arshaka menuntut lebih. "Kalau kamu jadi milik aku, kamu akan lebih bahagia." "Sayangnya, bahagianya kamu memang bukan bersama aku."

Bab 1 Chapter 1

Arshaka menatap Earlyta dengan tatapan ibanya. "Kamu yakin?" tanyanya entah untuk ke berapa kalinya dalam pembicaraannya dengan sahabat masa kecilnya itu. Gelas kopi yang sudah tandas menandakan sudah berapa lama mereka duduk berhadapan seperti ini, namun topik pembahasan mereka tidak juga berubah.

Earl-panggilan akrab Earlyta-menghela napasnya. "Apa yang harus aku pertahankan lagi?" Dia balik bertanya. Tatapannya yang awalnya fokus pada meja di hadapannya, kini bertubrukan dengan tatapan Arshaka. "Semuanya sudah hancur, bukan?"

Arshaka terdiam. "Tapi, apa kamu baik-baik saja?"

Earlyta menggeleng. "Aku tidak tahu. Tapi ... seolah aku sakit kalau bersama dia, tapi lebih sakit kalau tidak bersama dia."

Arshaka mengulurkan tangannya. "Kamu tahu kalau aku akan ada di sisi kamu, bukan?"

Earlyta menatap lamat-lamat sahabatnya. Semua hal yang sudah ia alami dalam hidupnya, disaksikan langsung oleh Arshaka. Sejak mereka berada di bangku sekolah menengah pertama, hanya Arshaka yang menemaninya. Earlyta tidak tahu bagaimana nasib hidupnya jika Arshaka tidak menjadi sahabatnya. "Apa kamu kecewa padaku?"

Arshaka menggeleng tegas. Gila saja, bagaimana bisa dia kecewa pada sahabatnya sendiri? "Aku kecewa pada diriku sendiri, karena tidak bisa memegang janji pada ibu kamu."

Earlyta tersenyum sendu. "Dia juga pasti sangat kecewa padaku. Aku janji untuk bahagia, tapi ternyata-"

"Kamu akan bahagia, Earl. Aku yakin itu." Genggaman tangan Arshaka pada Earlyta menguat. Seolah memberikan semangat lewat uluran tangannya. "Aku menjadi saksi bagaimana kamu selalu kuat."

Wanita paling mandiri yang pernah ia kenal selain ibunya hanyalah Earlyta.

"Aku berpikir, apa yang akan aku lakukan setelah ini. Jika tanpa dia ... apa aku masih bisa?"

Arshaka mengangguk tegas. "Sebelum ini saja, kamu bisa melewati semuanya, Earlyta. Jadi, kenapa kamu ragu sekarang?"

Earlyta menggeleng. Dia sendiri tidak tahu. Sebelumnya, dia merasa bisa menjadi wanita yang sangat kuat, karena sejak dulu dia sudah ditempa oleh kehidupan dan didewasakan oleh keadaan di sekitarnya. Jadi, apa yang harus ia ragukan sekarang?

***

Arshaka pulang ke rumah orang tuanya tiap akhir pekan dan biasanya dia selalu menjadi sangat bersemangat tiap kali akan bertemu mereka. Namun, untuk hari ini, Arshaka tidak memperlihatkan wajah semangatnya.

"Shaka?" Anneliese Januar, ibunya, melihat kedatangan anaknya. Dia bergegas menghampiri Arshaka. "Kenapa tidak bilang dulu kalau mau ke sini?"

Arshaka tersenyum kecil. "Biasanya juga aku tidak bilang dulu ke Mama kalau mau pulang." Arshaka bahkan tidak sempat membuka ponselnya saking banyak beban pikiran yang ia pikirkan sekarang.

Anne menghela napas. "Iya, tapi biasanya kamu akan mengirim pesan agar Mama membuatkan makanan kesukaan kamu." Anne tertawa kecil. Dia membuka jas yang dipakai Arshaka dengan lembut. "Bersih-bersih dulu, Mama akan menyiapkan kamu teh, ya? Kebetulan Papa kamu juga akan pulang sebentar lagi."

Inilah yang Arshaka selalu suka tiap kali dia pulang ke rumah. Dia selalu disambut dengan kehangatan dan selalu diperlakukan sangat baik oleh ibunya.

"Oh iya, Arshaka," panggil Anne yang membuat langkah Arshaka menuju kamarnya terhenti.

"Iya?"

"Earlyta tidak kemari lagi?"

Arshaka menggeleng. "Tidak. Dia sedang ... ada sesuatu yang harus ia urus."

Anne mencebikkan bibir bawahnya. "Padahal Mama ingin mengobrol banyak dengannya." Anne terkenal sangat dekat dengan semua teman-teman Arshaka, termasuk sahabat sejati Arshaka yang sudah ia kenal sejak zaman SMP, siapa lagi kalau bukan Earlyta Camille. Apalagi Anne dan Earlyta memiliki kesukaan yang sama di bidang seni dan design, membuat pembicaraan mereka setiap bertemu, selalu menyenangkan.

"Nanti akan aku sampaikan pada dia untuk menemui Mama."

Anne tersenyum. "Baiklah."

Setelah selesai membersihkan tubuhnya, Arshaka sempat duduk di sisi ranjangnya dan belum berniat untuk turun dan menyapa kedua orang tuanya. Dia membuka ponselnya yang ada di nakas dekat ranjangnya, hanya untuk memeriksa apakah ada pesan dari Earlyta.

Dan nyatanya nihil. Tidak ada sama sekali. Padahal, wanita itu sejak dulu selalu menghubunginya setiap saat, apalagi kalau sedang ada masalah.

Pesan yang didapat oleh Arshaka malahan adalah pesan dari Gio-calon mantan suami dari Earlyta. Arshaka menghela napas ketika melihat pesan tersebut.

Gio Jevarno

Apa kamu sedang bersama Lyta?

Arshaka tahu kalau urusan antara Gio dan Earl belum selesai. Padahal, mereka sudah siap-siap untuk bercerai. Entah apa yang membuat semua urusan mereka terasa sulit untuk di hadapi.

Arshaka menjawabnya dengan satu kata; tidak.

Karena penasaran kenapa Gio tiba-tiba mencari sahabatnya, akhirnya Arshaka memilih untuk menelepon Earlyta.

"Halo?" Untungnya, sahabatnya itu langsung menjawab panggilannya di dering pertama panggilan tersebut.

Arshaka diam-diam menghela napasnya lega. Sejak dia tahu kalau hubungan sahabatnya dengan Gio sangatlah berbahaya, Arshaka sering kali berpikiran yang tidak-tidak jika Earlyta tidak menghubunginya. "Kamu di mana, Earl?"

"Apartemen aku. Kenapa?"

Arshaka menggelengkan kepalanya-walaupun dia tahu kalau Earlyta tidak bisa melihat gerakannya. "Apa kamu sendirian di sana?"

"Hm, tentu saja. Memangnya ada apa, Arshaka?"

"Gio mencari kamu. Tapi, aku tidak yakin kalau dia akan membuat kamu aman. Apa aku lebih baik ke sana dan menjaga kamu?" Sebagai seorang sahabat yang baik, Arshaka rela melakukan apapun untuk Earlyta. Apalagi kalau dia ingat bahwa Earlyta sedang mengalami masa-masa sulit akhir-akhir ini. Arshaka akan rela mengurangi waktu istirahatnya di rumah orang tuanya ini.

"Tidak apa. Aku bisa menjaga diriku sendiri."

Arshaka tetap saja tidak tenang. Dia berdecak pelan. "Tapi, kamu sendiri tahu bagaimana Gio, bukan? Dia bisa saja membahayakan kamu."

"Shaka, aku bertahan dengan dia selama ini dan menghadapi semua sikapnya. Aku sudah terbiasa. Lagipula, dia tidak bisa seenaknya menerobos apartemenku." Mungkin maksud Earlyta adalah menenangkan Arshaka agar pria itu tidak panik sendiri. Namun, Earlyta tidak sadar kalau ucapannya itu membuat Arshaka semakin sakit hati.

Ucapan Earlyta tadi seolah menunjukkan pada Arshaka betapa tersiksanya dia. "Earl, kamu tahu kalau aku sangat ingin menemani kamu, bukan?"

"Aku tahu, tapi aku bisa menghadapi dia sendiri, Arshaka. Dia hanya akan semakin 'gila' jika kamu ikut campur."

Arshaka mengangguk. "Baiklah. Tolong kabari aku-"

"Arshaka."

"Hm?"

"Kalau terjadi sesuatu, aku akan menghubungi kamu."

Arshaka langsung mengeryitkan dahinya. "Ada apa?" Arshaka langsung berdiri dari tempatnya. Siap siaga kalau-kalau ternyata Earlyta terancam.

"Tidak, aku tidak apa-apa. Aku hanya ingin kamu tetap ada di sisiku."

"Kabari aku terus, ya, Earl."

Earlyta tidak tahu, kalau Arshaka memang selalu ada untuknya. Arshaka akan selalu menemaninya dan bahkan di titik terendahnya sekalipun, Arshaka siap menawarkan pundaknya untuk Earlyta.

***

"Earlyta akan bercerai." Arshaka berbicara pada kedua orang tuanya yang membuat mereka membelalakkan mata.

"Apa? Dengan Gio?" tanya Anne setengah tidak percaya. Karena mereka hubungannya sudah sangat dekat, alhasil Arshaka tidak sungkan menceritakan hal ini.

"Iya, suaminya hanya Gio, bukan?" tanya Arshaka dengan senyuman kecilnya.

"Astaga, apa dia baik-baik saja?" Anne terlihat khawatir. Dia sendiri sudah menganggap Earlyta sebagai anaknya sendiri. Tentu saja mendengar hal ini membuatnya sedih.

"Nanti, aku akan mengatakan padanya dulu."

Anne mengangguk.

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku