Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
5.1K
Penayangan
31
Bab

Nadya Ivanka adalah seorang penulis amatir, ia tidak menyangka nasibnya akan berubah setelah diputuskan oleh pacarnya. Nadya bertemu dengan seorang bule asing dari Australia yang sangat tampan dan membuat hatinya kembali jatuh cinta, Ethan Sullivan. Nadya tidak tahu orang asing itu adalah Direktur perusahaan surat kabar di Australia dan pemilik resort di Bali. Nadya teringat rasa sakit yang berbekas dihatinya dan ia tidak mau mengalaminya lagi sehingga ia memedam rasa itu. Namun ketika Nadya di Bali hatinya sedikit demi sedikit mulai melemah akan pesona Ethan. Mampukah Nadya mengorbankan hatinya lagi dan nekad membuka hatinya untuk merasakan lagi keindahan cinta dalam hidupnya. Ethan Sullivan adalah satu satunya pewaris dari grup perusahaan terbesar di negaranya, dengan semua harta dan wajah tampan yang dimilikinya ia tidak kesulitan mendapatkan wanita. Namun Ethan tidak tertarik dengan para wanita yang mengejarnya itu karena ia lebih tertarik dengan hobby nya, selain itu masa lalu yang pahit yang dialaminya membuat Ethan menghindari makhluk yang bernama wanita. Namun ketika ia mengunjungi temannya di sebuah cafe ia bertemu dengan seorang wanita yang menarik perhatiannya, Nadya Ivanka. Seorang penulis amatir dan tidak berdandan. Namun bukan itu yang membuat hati Ethan tergugah, ada sesuatu pada diri wanita itu yang membuat Ethan penasaran sehingga ia lupa dengan hobby nya. Mungkinkah wanita itu yang menjadi cinta sejati dalam hidupnya, dan bagaimanakah dengan masa lalunya, mampukah ia melupakannya.

Bab 1 Chapter 1

Setahun yang lalu

Sabtu malam Nadya bersiap untuk menonton di bioskop dengan Dimas, pacarnya yang sudah berjalan satu tahun. Nadya sudah mengenal Dimas sejak menjadi penulis komik, mereka menjadi teman kerja di perusahaan komik lebih dari dua tahun. Rasa cinta timbul di hati Nadya selama bekerja menjadi komikus bersama Dimas. Mengapa tidak, sebagai komikus Dimas memiliki wajah tampan dan hampir semua perempuan di perusahaan komik tertarik kepada Dimas. Selain itu Dimas sangat berbakat dalam membuat cerita komik dan komik hasil karyanya selalu laris dibaca oleh pencinta komik.

Nadya keluar dari rumahnya sambil mengirim pesan kepada Dimas kalau ia sudah berangkat. Nadya berdiri di depan pekarangan rumahnya menunggu ojek online yang dipesannya datang. Malam ini Dimas tidak bisa menjemput Nadya karena Dimas masih sibuk dengan pekerjaannya, itu yang dikatakan Dimas kepada Nadya. Nadya tentu saja mengerti, penulis komik bukan hanya menulis saja tetapi harus menggambarnya juga. Berbeda dengan dirinya, ia sudah menyelesaikan komiknya untuk satu minggu sehingga ia bisa bebas untuk bepergian.

Ojek online itu tiba dan Nadya naik sambil tersenyum. Malam ini Nadya akan menonton film yang sedang booming, Nadya memesan dua tiket dan Dimas yang membayar makan malam mereka. Selalu seperti itu jika mereka berkencan.

Beberapa menit berlalu Nadya tiba di bioskop. Belum saja ia turun dari motor ojek online, ia melihat Dimas berjalan dengan seorang perempuan cantik menuju gedung bioskop, mereka terlihat senang. Jantung Nadya tiba tiba berdetak cepat, ia pasti salah lihat, ia segera turun dan membayar ojek online, lalu ia berlari dengan kencang menyusul laki laki yang terlihat seperti Dimas. Tidak mungkin itu Dimas, Dimas masih di kantor. Pikir Nadya mengingatkan dirinya. Sambil berlari Nadya mengambil hp untuk melihat pesannya sudah dibaca Dimas atau belum.

Pandangannya bergantian melihat hp dan ke arah depan. Pesannya sudah dibaca Dimas, terlihat centang biru di pesannya, tapi Dimas tidak membalasnya. Pikiran buruk menghampiri Nadya, namun Nadya segera menepisnya. Mungkin saja Dimas belum sempat membalas pesannya, ia harus berpikiran positif. Nadya berhenti berlari dan berjalan dengan cepat. Ia harus memastikan apa yang ia lihat itu adalah salah.

Nadya berhasil menyusul mereka, ia melihat laki laki itu merangkul perempuan di sebelahnya dengan mesra, perempuan itu membalas dengan mengaitkan kedua tangannya di pinggang laki laki itu. Nadya berhenti dan menelepon Dimas. Jika laki laki yang mirip Dimas itu mengangkat teleponnya maka benar laki laki itu Dimas. Pikir Nadya. Dalam hati ia berharap laki laki itu bukan Dimas.

Tiba tiba laki laki itu berhenti dan mengambil hp di kantongnya, ia melihat siapa yang meneleponnya, tidak berapa lama ia langsung menolak panggilan itu, ia berpaling sambil tersenyum ke arah perempuan di sampingnya yang bertanya siapa yang menelepon.

Seolah ada yang menampar Nadya, ia menyadari kalau laki laki itu memang benar Dimas. Tiba tiba amarah menguasai dirinya, dan rasa sakit yang juga menghampiri hatinya. Tanpa pikir panjang ia menghampiri Dimas dan perempuan itu.

"Dimas!" Seru Nadya sedikit keras, ia tidak perduli jika semua orang melihatnya.

Dimas berpaling ke arah Nadya begitu juga dengan perempuan itu.

"Nadya." Kata Dimas acuh tak acuh, tidak ada rasa khawatir yang tampak dari raut muka Dimas.

"Apa maksud semua ini?" Tuntut Nadya.

"Aku rasa kamu bisa melihatnya tanpa aku jelaskan."

"Apa maksudmu?"

"Sudah jelas kan."

Hati Nadya semakin sakit karena Dimas sengaja tidak menjelaskan apa apa.

"Siapa dia?" Tanya perempuan di samping Dimas.

"Teman."

"Aku bukan temannya tapi pacarnya." Jelas Nadya.

Perempuan itu melirik ke arah Nadya tanpa mengatakan apapun namun tatapan kedua matanya terlihat jelas seakan ia mengatakan yang benar saja kamu pacarnya.

"Kita hanya teman, Nad."

"Kamu gila yah."

"Yang gila adalah kamu Nad, tidak mungkin kan kamu pacarku berdandan saja kamu tidak mau, lihatlah dirimu apa kamu tidak pernah bercermin?" Dimas mengabaikan amarah yang terpancar dari kedua mata Nadya, sebaliknya ia menilai penampilan Nadya yang tanpa berdandan. "Perempuan itu harus dandan." Tambahnya sambil menyeringai.

Seolah ada batu yang menghantam dada Nadya, ia merasakan sakit disekujur tubuhnya, namun ia menahannya. Tanpa pikir panjang Nadya mengambil minuman yang berada di atas meja di samping ia berdiri, entah minuman siapa itu Nadya tidak tahu yang pasti ia ingin membukam mulut Dimas dengan menumpahkan air itu ke wajah Dimas.

"Brengsek!" Gumam Nadya marah, tangan Nadya memegang gelas itu dengan erat.

Air di dalam gelas hampir saja keluar karena tangan Nadya bergetar menahan amarah.

"Pulanglah, Nad." Kata Dimas.

Dimas tahu Nadya tidak akan berani menumpahkan air itu padanya. Dengan santai ia mengambil gelas yang dipegang Nadya dengan erat, lalu menaruh gelas itu kembali ke tempatnya. Baik Dimas maupun Nadya tidak melihat pemilik minuman itu segera mengamankan minumannya.

"Kamu pikir ini lelucon?" Tanya Nadya, kedua matanya menatap Dimas dengan tajam.

"Tentu saja tidak, kamu menjadi tontonan orang orang apa kamu tidak malu?"

"Kita sudah berjanji datang ke sini."

Nadya tidak perduli ucapan Dimas sama tidak perdulinya kepada orang orang yang menonton mereka, sekalian saja bikin malu sudah kepalang.

"Itu benar tapi aku tidak bilang ingin menonton denganmu." Dimas berhenti, ia berpura pura membelalakkan matanya seakan tidak mempercayainya. "Tunggu, apa kamu sudah membeli tiket menonton?"

"Apa kamu sengaja berjalan dengan perempuan lain karena ingin putus denganku?" Alih alih menjawab Nadya balik tanya.

Dimas mengedikkan bahunya. "Jika itu yang kamu pikir."

Gejolak amarah membumbung tinggi dalam diri Nadya, ia ingin meninju wajah Dimas dengan keras dan mengatakan kurang ajar pada Dimas. Nadya tidak menyangka Dimas akan berbuat jahat kepadanya dengan sengaja membuat janji kencan untuk putus dengannya dan mempermalukan dirinya di depan pacar barunya dan orang orang yang penasaran melihat mereka.

Hati Nadya sakit diperlakukan seakan ia seorang perempuan jelek dan tidak tahu diri karena berani mengaku pacar Dimas. Pasti orang orang tidak tahu jika Nadya memang pacar Dimas. Perempuan di samping Dimas terlihat mengejeknya dengan tatapan menilai dan seringai di bibirnya yang dipoles lipstik merah.

Memangnya apa yang salah dengan penampilannya. Banyak perempuan seperti dirinya yang tidak mau repot repot bermake up dengan memakai segala peralatan make up. Tidak seperti perempuan di samping Dimas dan beberapa teman komikusnya yang wajib bermake up seakan tanpa make up mereka tidak bisa hidup. Nadya hanya perempuan sederhana dan tidak berpikiran untuk dandan hanya untuk menarik perhatian laki laki.

Nadya pikir selama setahun Dimas menerima dirinya apa adanya ternyata ia salah. Dimas sangat picik dan keterlaluan, Dimas tidak perlu sejauh ini jika ingin putus.

"Aku tidak akan memaafkanmu."

"Terserah, tapi aku tidak merasa bersalah." Kata Dimas santai. "Aku tidak ingat kalau pernah menyatakan cinta padamu."

"Apa maksudmu?"

"Nad, kamu suka aku kan, aku jalan denganmu karena kamu suka padaku, aku sebenarnya tidak menyukaimu tapi aku kasihan padamu."

"Hentikan."

"Kamu sangat bahagia ketika jalan denganku, aku tidak mau merusak kebahagianmu tapi aku tidak bisa terus terusan seperti itu, aku menyukai perempuan lain dan aku ingin kamu dan Larissa bertemu untuk itulah aku ingin kamu datang ke sini."

"Aku bilang hentikan!" Seru Nadya pelan, suaranya tercekat karena menahan emosinya.

Dada Nadya terasa sakit mendengar ucapan Dimas, tidak ada rasa penyesalan dari raut muka Dimas seakan hal itu wajar diucapkan bagi Dimas, dan apa yang dilakukan Dimas kepadanya selama tahun seakan hanya permainan belaka bagi Dimas. Nadya merasakan air mata sudah membendung di matanya.

"Kamu jahat Dimas." Geram Nadya, ia menggertakkan giginya dan tangannya memegang tali tas sorennya dengan kuat berusaha menahan amarahnya.

Dimas pasti mengharapkan ia berteriak teriak tidak karuan karena ucapan dan perbuatannya seolah Dimas sangat berharga. Tidak. Nadya tidak akan mengikuti keinginan Dimas.

Nadya menarik napasnya dalam dalam, ia menatap ke arah Dimas dengan tajam, lalu ia melirik perempuan di samping Dimas sama tajamnya seperti pada Dimas. Tanpa mengatakan apa apa lagi Nadya berbalik pergi dari hadapan Dimas dan orang orang yang melihat mereka.

Nadya berlari sambil menghapus air mata yang akan keluar. Ia tidak akan menangis karena Dimas. Tidak akan. Laki laki jahat seperti itu tidak perlu ditangisi. Lihat saja ia akan buktikan pada Dimas kalau ia akan melupakan Dimas dengan cepat dan tidak akan meratapi Dimas seperti yang diharapkan Dimas.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku