Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
“Wanita sialan! Jangan lari!” teriak seorang pria.
Seorang wanita berlari kencang melewati kerumunan manusia di jalanan kota. Banyak pasang mata mengarahkan pandangannya ke arah wanita itu, mereka mulai berpikir mungkin wanita itu adalah orang gila yang kabur dari rumah sakit jiwa.
Pasalnya dia terlihat begitu berantakan jika dibandingkan dengan orang-orang di jalanan kota. Dia mengenakan gaun tidur berwarna putih yang sudah tampak kotor oleh debu dan tanah, rambutnya tergerai berantakan dan kedua kakinya tidak memakai alas kaki sehingga terdapat banyak goresan di telapak kaki serta betisnya.
“Raveena Hesper! Tuan Hose pasti akan melemparkanmu ke kandang harimau jika tidak mau berhenti juga!”
Raveena menoleh sebentar, kemudian berteriak, “Dia juga akan melemparkanku ke kandang harimau bila sampai tertangkap oleh kalian!”
benar, Raveena tidak boleh sampai tertangkap.
Atau Raveena akan kembali tinggal di dalam neraka, entah sampai kapan.
BRAK!
Raveena menjatuhkan kotak-kotak kayu berisikan sayuran ke jalan, berusaha menciptakan penghalang agar dua pria itu tidak bisa mengejarnya. Pedagang sayur lantas berteriak, “Sialan! Kamu harus mengganti rugi daganganku!”
suasana perkotaan menjadi rusuh karena Raveena terus menjatuhkan banyak barang dagangan milik pedagang. Para pedagang yang mengira Raveena hanyalah orang gila lantas meminta pertanggung jawaban dari dua orang yang mengejar Raveena, mereka mengerubuni dua orang tersebut sehingga mereka kehilangan jejak Raveena.
Raveena mengulas senyuman tipis tatkala dua pria berbadan kekar itu tak mampu mengikutinya. Dia lantas masuk ke dalam gedung bertingkat 5 yang sudah terbengkalai. Bagian dalamnya sudah dipenuhi oleh debu dan kotoran tikus. Raveena menjepit hidungnya menggunakan jari, lalu menaiki tangga menuju atap.
Kritt.
Pintu di bagian atap sudah berkarat, sehingga menimbulkan suara derit tajam saat Raveena mendorongnya. Senyuman di wajahnya berangsung-angsur menghilang tatkala melihat sosok seorang pria yang berdiri di atas atap dengan kedua tangannya memegang sebuah senapan laras panjang, sebelah matanya berada di hadapan teropong kecil untuk membidik targetnya.
Dari tempat Raveena berdiri, dia hanya mampu melihat pria itu dari samping. Tubuh pria itu terlihat begitu tinggi, mungkin sekitar 190 cm yang dibalut oleh mantel panjang berwarna hitam.
Di mata Raveena, pria itu tampak seperti sungai yang tenang di bagian permukaan, tapi sebenarnya mempunyai arus yang deras di bagian dalamnya. Konsentrasinya bahkan sama sekali tidak terganggu meski baru saja mendengar suara pintu yang dibuka oleh Raveena.
“Pria itu berbahaya,” pikir Raveena.
Raveena ingin berlari pergi, tapi kakinya terasa kaku seolah dia sedang dipaku di tempat.
Dalam seperkian detik, Raveena bisa melihat pria itu menarik pelatuk tanpa meninggalkan bunyi senapan. Bubuk mesiu berterbangan di sekitarnya, membuat Raveena yakin bila pria itu baru saja menembak seseorang yang berdiri di bawah bangunan.
“Argghh!! Ada orang yang tertembak!” teriak seseorang.
Tak lama kemudian, ada orang lain yang turut berteriak dengan panik, “Panggil ambulan! Cepat panggil ambulan!”
suara kericuhan terdengar dari bawah gedung, pertanda bahwa pria itu berhasil membidik targetnya.
Pria itu telah membunuh seseorang.
Dan seharusnya Raveena segera pergi apabila ingin selamat.
Akan tetapi, tubuhnya begitu terkejut saat menyaksikan pembunuhan secara langsung sampai-sampai tak mampu bergerak.