Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
11
Penayangan
6
Bab

Alesha Shaqia, gadis yang selalu mengidam-idamkan pernikahan dengan seseorang yang dicintainya. Namun pada akhirnya ia harus menerima pernikahan paksa dengan seorang pria yang tidak pernah ia temui sekalipun. Pernikahan yang tanpa dasar cinta dan kemauannya sendiri. Kehidupan rumah tangganya dengan seorang pria bernama Alvino Rafanial Vidiansah Malik, tidak berjalan dengan bahagia. Kehidupan rumah tangga yang dirasakannya seperti berada di Neraka. "Bisa nggak sih, sehari saja jangan bersikap kayak Setan?!" "Tidak!" "Ya sudah, ceraikan aku!" Skuyy, ikutin kisah Alesha dan Alvino.

Bab 1 Semesta Tidak Adil

"Ayah, Bunda, Alesha nggak mau nikah diusia Alesha yang masih sangat muda ini, terlebih dengan seseorang yang nggak pernah Alesha temui samasekali!" tolak Alesha dengan bersimpuh di hadapan kedua orang tuanya diseetai deraian air mata yang terus mengaliri pipi berisinya tanpa henti.

Kedua orang tua Alesha bersedekap dada seraya menatap Alesha tanpa iba. Mereka bosan mendengar anaknya yang memohon-mohon sedari pagi meminta supaya tidak jadi dinikahkan.

"Yah, Bun, Alesha mohon sama kalian. Alesha masih mau kuliah, Alesha baru aja lulus SMA masa Alesha udah mau dinikahin, sih?"

"Kuliah katamu? Kamu pikir kuliah tidak membutuhkan uang? Biaya kuliah itu mahal, Alesha, sadarlah kalau kita bukan lagi orang kaya seperti dulu. Perusahaan Ayah sudah bangkrut sejak dulu. Jadi untuk mengurangi beban di rumah ini, kamu harus segera pergi dari sini dan menerima pernikahan ini!" tegas Arkan Ghifari---Ayah Alesha Shaqia---tanpa perasaan dengan tatapan menajam seraya menjauhkan kakinya yang masih setia dipeluk oleh Alesha, sang puteri.

Air mata Alesha semakin banyak mengalir dari pelupuk matanya. Perkataan ayahnya mampu menghancurkan harapannya untuk mengejar cita-citanya sejak dulu. Padahal dia sangat mengingkan menjadi seorang dokter dan membantu orang-orang yang tidak mampu membayar rumah sakit karena tidak memiliki cukup uanh. Karena dia tahu bagaimana rasanya tidak memiliki uang ketika hidupnya sudah seperti di ambang kematian.

Orang-orang bilang, Ayah adalah cinta pertama untuk anak gadis, tapi tidak untuk Alesha. Tapi meski begitu, Alesha selalu menyayangi ayahnya dengan setulus hati, dia tidak pernah ingin kehilangan sosok ayah seperti Arkan.

"Alesha janji sama Ayah, Alesha nggak akan nyusahin Ayah. Alesha akan ikut tes bea siswa supaya Ayah tidak susah-susah membayar uang kuliah untuk Alesha. Asal Alesha jangan dinikahkan, Ayah!"

"Kamu harus tetap menikah, Alesha! Kamu selama ini sudah menjadi beban bagi kami, termasuk bagi abang kamu. Kamu selalu menyusahkan kami selama ini, jadi alangkah baiknya kamu pergi dari rumah ini, beruntunglah karena orang yang akan menikah denganmu ini adalah seseorang dari keluarga yang berada. Nikmati hidupmu dan berhenti menyusahkan kami lagi, sudah cukup kamu menyusahkan kami selama ini!" Anindya Ayu---Bunda Alesha---menyorot tajam ke arah Alesha dengan perkataan yang menghunus ke dalam hati Alesha.

"Kamu sekarang pilih, menikah dengan tuan Alvino, atau kuliah tapi jangan menganggap kami sebagai orang tuamu lagi. Bagaimana? Kamu pilih yang mana?"

Mata Alesha membulat sempurna, air matanya yang beberapa detik lalu berhenti keluar, kini merembes kembali dengan begitu derasnya. Bagaimana mungkin Alesha bisa hidup tanpa kedua orang tuanya, meskipun dia tidak selalu mendapatkan kasih sayang yang dia inginkan, tapi tetap saja dia tidak ingin hidup tanpa kedua orang tua. Tapi bagaimana? Alesha masih ingin melanjutkan kuliahnya. Kenapa semesta tidak adil padanya? Sungguh, Alesha ingin segera mengakhiri semuanya. Hidupnya, juga penderitaannya.

Alesha menyunggingkan senyum getirnya, dia berdiri dari duduknya kemudian menatap lembut ke arah kedua orang tuanya bergantian. Kenapa bisa mereka sangat menginginkan dirinya untuk menikah di usia yang masih se-dini ini? Pikir Alesha.

Sejenak Alesha memasukkan begitu banyak pasokan udara melalui hidungnya kemudian mengembuskannya perlahan. "Ayah, Bunda, kenapa kalian selalu mengatakan kalau aku ini adalah beban bagi kalian? Selama ini, apa pernah aku meminta sesuatu yang aneh-aneh yang bisa menghabiskan uang kalian? Kalaupun aku minta, aku pasti akan kena semprot bahkan tak jarang aku dapat amukan dari kalian. Lalu, kenapa kalian masih mengira kalau aku ini beban bagi kalian?" tanya Alesha lembut, siapa tahu orang tuanya akan berubah pikiran.

"Hentikan omong kosong itu, Alesha! Kita hanya ingin jawaban 'iya' saja dari kamu, apa itu sangat susah untukmu?!" protes Arkan dengan wajah bengisnya membuat nyali Alesha menciut.

"Bukan masalah susah atau tidaknya mengatakan 'iya', Ayah. Tapi ini menyangkut masa depanku, apa kalian tidak memikirkan bagaimana jadinya aku nanti kalau menikah di usia yang masih sangat muda? Apa kalian tidak takut kalau rumah tanggaku hanya akan seumur jagung?"

Anindya memutar bola matanya jengah. Anaknya yang satu ini sangat-sangat mampu membuat emisonya naik drastis. Anindya berkacak pinggang serta tatapan nyalang dilayangkan untuk Alesha. Bagaiamana mungkin nyali Alesha tidak menciut jika seperti ini?

"Kamu ini ..! Sekali saja nurut apa kata orang tua, bisa nggak, sih? Kenapa sih kamu maunya menyusahkan hidup kami terus? Kami muak melihatmu berada di rumah ini, andai bukan karena abang kamu, kami sudah membuangmu ke panti asuhan sejak dulu, Alesha!"

Setiap kalimat yang keluar dari mulut Anindya mampu merobek hati Alesha, bahkan kalimat yang diberikan Nindya menusuk masuk ke dalam ulu hati terdalamnya. Sakit, bahkan perih rasanya ketika kedua orang tua kita tidak menginginkan kita berada di kehidupannya.

"Ini pertama kalinya kami meminta bantuan padamu, Alesha. Apa selama ini kami pernah memintai bantuanmu? Nggak, 'kan? Jadi ini pertama dan terkahir kalinya kami memintai bantuanmu. Hanya kamu yang bisa membantu kami, menikahlah dengan anak tuan Malik, supaya kami terbebas dari hutang-hutang itu." Anindya mencoba untuk melembut. Dia pikir, mungkin Alesha tidak bisa menurut karena dibentak, dan dia memilih untuk melembut.

Selama hidupnya, ini pertama kalinya Anindya, sang bunda berkata selembut ini padanya. Alesha tentu terharu karena itu.

"Baiklah, Bunda, Ayah, Alesha akan bantu kalian untuk bayar hutang ...."

Senyuman seketika terbit di wajah kedua orang tuanya yang sejak tadi hanya menampakkan wajah bengis serta nyalang.

"... Tapi tidak dengan menikah."

Baru saja dibuat terbang setinggi langit, sekarang mereka dihempaskan ke bumi lagi. Alesha memang menyebalkan.

"Kalau tidak menikah dengan tuan Alvino, lalu dengan cara apa kamu akan membantu kami? Menjual diri kamu?" tanya Nindya.

Mulut Anindya memang sangat jahat, pekataannya selalu kejam juga pedas bak cabai merah yang baru matang. Orang tua mana yang mengira anaknya akan bekerja dengan cara menjual dirinya?

"Bunda, bisa nggak sih sekali saja jangan mengira yang buruk-buruk tentang Alesha!" bantah Alesha tidak terima jika dia dikira akan menjual dirinya untuk membantu membayar hutang. Dia tidak akan melakukan hal semurahan itu untuk mendapatkan uang.

Bukannya tersinggung dengan bantahan Alesha, Anindya malah memutar bola matanya malas. Dia sungguh sangat jengah dengan seseorang yang berada di hadapannya sekarang ini. Rasanya dia ingin sekali menendangnya sampai ke galaxy lain supaya tidak melihatnya lagi.

"Kalau nggak mau kayak gitu, ya tinggal minggat dari rumah aja, saran paling simple dari, Bunda!" balas Anindya tentu saja tanpa perasaan sedikit pun.

Alesha merasa kalau bundanya bukanlah angle, tapi dia lebih merasa kalau bundanya adalah devil dengan mulut pedas dan jahatnya. Jika di dunia ini ibu adalah malaikat tanpa sayap, maka Alesha berbanding terbalik dengan kebanyakan orang, dia menganggap bundanya adalah devil tanpa sayap. Karena julukan itu memang sangat cocok untuk Anindya.

'Nggak boleh gitu, Alesha, bunda tetap bunda kamu. Suatu saat bunda pasti bisa bersikap lebih baik lagi padamu, kamu hanya perlu bersabar, Alesha!' batinnya masih mempertahankan senyum getir yang dia paksa terbit di wajahnya.

"Kenapa sih kalian sepertinya sangat tidak menginginkan Alesha berada di rumah ini. Kalau memang seperti itu, kenapa Bunda lahirin Alesha ke dunia kalau Bunda sendiri samasekali nggak menginginkan Alesha?" Alesha lelah tapi dia tidak ingin banyak mengeluh, karena dia tahu tidak akan ada gunanya mengeluh jika orang tuanya saja tidak peduli. Dan Alesha tahu, tidak akan ada perubahan apapun jika hidup ini lebih banyak digunakan untuk mengeluh saja. Hidup ini perlu banyak-banyak besyukur, karena kunci kebahagiaan di dunia ini adalah bersyukur.

"Bersyukurlah karena kamu masih memiliki abang, andai bukan karena abangmu, kamu pikir kami mau menampungmu di sini?!" Arkan berucap sarkas, dia samasekali tidak memiliki rasa iba sedikit pun kepada Alesha malah dia merasa kesal dengan puterinya.

"Bunda, Ayah, cukup!" tegur seseorang yang baru saja sampai di rumah.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku