Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Suasana di rumah mewah itu kelihatan suram, alasannya karena duka menyelimuti keluarga besar Atkinson. Tangisan orang-orang yang kehilangan sudah terkuras habis, tinggal merenungi nasib ke depan tanpa sang kakek yang selalu menjadi panutan.
Sara dan ibu mertuanya mengantarkan tamu duka sampai ke depan pintu sebagai bentuk rasa hormat dan terima kasih pada mereka yang telah hadir. Kesunyian pun menjadi semakin dekat, melebarkan sayap untuk segera dipeluk oleh kesedihan.
Sara memperhatikan sekeliling, tidak menemukan sosok suaminya yang menemani tamu duka terakhir. Jika kedatangan rekan bisnis ke mari bertujuan untuk menghibur hati yang sedang bersedih, justru Rion selama itu hanya mendengar tanpa berkata-kata.
Sara tahu bagaimana kedekatan antara Rion dan kakek, wajar jika sulit mengharapkan pria itu melupakan kesedihan dengan cepat. Walaupun begitu, dia akan terus berada di sisi Rion sebagai seorang istri pilihan kakek.
Mencari-cari keberadaan sang suami, Sara menemukannya tengah duduk di bangku taman seorang diri. Saat langkah sudah bertemu pada tujuan, dia melihat jelas raut wajah lesu Rion kembali.
Sara duduk pula di sana. Dia menyodorkan minuman yang sebelumnya diambil dari dapur dan berkata, "Kau tidak makan apa-apa sejak tadi pagi. Setidaknya, biarkan air putih ini membasahi tenggorokanmu sebentar."
Rion menolak, sedangkan Sara yang keras kepala membuat sang suami mau tidak mau meneguk minuman tersebut sampai habis. Sara meraih gelas yang sudah kosong dan meletakkannya di samping dia duduk. Hanya saja, raut wajah murung Rion tidak lenyap begitu mudah hanya dengan satu gelas minuman, lantas Sara memberikan pelukan.
"S—sara ...." Rion terkejut akan pelukan yang tiba-tiba.
Rasa terkejut itu berkurang ketika Rion merasakan sentuhan lembut di punggungnya. Sara mengusap-usap seolah ingin menenangkan. Apa istrinya sedang berusaha untuk mengurangi kesedihannya?
"Kakek pernah berkata padaku kalau dia sangat menyayangimu."
Rion membalas pelukan sang istri. Baginya yang diasuh oleh sang kakek setelah kepergian orangtua, tidak ada kebahagiaan lain kecuali menyenangkan beliau. Sekarang dia tidak bisa membahagiakan, bahkan melihat senyuman pria tua itu hanya bisa melalui foto saja.
“Apa kakek benar berkata begitu?”
Sara menganggukkan kepala. “Kau tahu kalau kakek tidak mungkin berbohong soal cucu kesayangannya.”
Mendengar pernyataan kecil dari Sara setidaknya membuat hati lega. Kemurungan yang pekat di wajah Rion pun berangsur memudar. Apa itu juga efek dari sebuah pelukan? Yang jelas di saat bersedih seperti sekarang, Rion memang membutuhkan seseorang seperti Sara di sisinya.
Satu minggu setelah masa berkabung, Rion masih merasakan kesedihan, akan tetapi lebih baik dari sebelumnya. Dia bisa bertahan lantaran disibukkan oleh urusan pekerjaan yang membuat dia tidak bisa berlarut-larut meratapi kepergian sang kakek.
Di sisi lain, Sara juga berusaha untuk menjadi sosok lebih baik lagi sebagai seorang istri. Dia tidak ingin memberatkan pikiran Rion dengan hal yang bisa dilakukannya sendiri. Sudah cukup pria itu berduka atas kepergian kakek.
“Apa kebutuhan rumah tangga yang perlu dibeli sebanyak ini?” tanya Sara.
Ketua pelayan yang mendengarnya menjawab, “Nyonya besar dan nona Charla berkata bahwa mereka membutuhkan semua itu.”
Sebelumnya Sara tinggal bersama Rion dan juga sang kakek, akan tetapi semenjak kabar duka entah bagaimana orang-orang yang tidak tinggal bersama mereka jadi menempati kamar di rumah ini. Bukan berarti dia tidak senang dengan keberadaan keluarga sendiri, hanya terkejut dengan pengeluaran rumah tangga mereka. Tidak masalah jika itu satu kali atau dua kali, tetapi akan berbeda kasusnya jika terjadi terus-menerus.
Sekarang adalah waktu yang tidak mudah bagi Rion yang harus menangani perusahaan sendirian. Tidak tahu kejadian apa yang telah menunggu di depan nanti, mereka seharusnya lebih berhati-hati mengambil keputusan.
“Aku akan membicarakan hal ini pada ibu dan juga Charla.”
“Baik, Nyonya.”
Teriakan yang memanggil namanya membuat Sara mengerutkan dahi. Dia beranjak dari dapur dan pada saat itu melihat sosok Charla muncul dengan raut wajah yang buruk. Hal apa yang membuat adik iparnya terlihat sangat kesal?
"Kau tidak memiliki telinga, ya, Sara?! Aku memanggilmu sejak tadi!”
“Oh, Charla! Ada apa?”
"Berhenti memanggil namaku dengan ekspresi seolah kita sangat dekat."
Sara berpikir kalau adik iparnya hanya emosional, jadi tidak sengaja bersikap buruk padanya. Dia menyingkirkan keinginan hati untuk menasihati dan berkata, “Maaf."
Charla melipatkan tangan di dada, melempar pandangan sinis. "Kau sudah melakukan permintaanku?"
"Aku sudah meminta pelayan untuk melakukannya. Apa sudah dilakukan, Bi?” tanya Sara pada ketua pelayan yang berdiri di sampingnya.
“Sudah, Nyonya.”
"Apa?! Kau meminta pelayan mengisi bak mandi dengan tangan mereka yang menjijikkan itu?"
Sara tersentak, begitu pula dengan para pelayan yang sedang bekerja dan tidak sengaja mendengar perdebatan. Mereka sudah pasti tersinggung dengan perkataan anak berusia 22 tahun ini. Sejak kapan Charla memiliki sifat tidak sopan? Jauh berbeda dari yang Sara tahu.
"Aku harus mengerjakan hal lain. Jadi, tidak sempat mengisi air bak mandimu. Itu juga bukan tugasku. Kau bisa meminta tolong pada pelayan."
"Hah? Kau ingin membantah, ya?!"