/0/8366/coverorgin.jpg?v=7f911a9bc8a5fc1b2c82524542a66ba8&imageMogr2/format/webp)
Tubuh Via mengejang hebat seiring nafasnya yang terasa terhenti untuk sesaat. "Aaahhh," erangnya sembari merasakan semburan hangat yang melesak di dalam tubuhnya. Erangan yang disambut kecupan pelan dan lama dari bibir lelaki tampan yang masih berada di atasnya.
Via membuka mata, seiring kedutan-kedutan kecil di bagian intinya yang perlahan menghilang. Wajah lelaki itu tersenyum di depan matanya. Lelaki itu memang selalu menikmati wajah sendu Via setiap kali gadis itu memadu cinta dengannya.
"Kau suka?" tanyanya, suara beratnya menambah kesal maskulin lelaki itu. Namanya Dimas, lelaki yang sudah beberapa bulan ini menjelajahi ranjang-ranjang kamar super mewah di berbagai hotel.
"Ya, Sayang," jawab Via malu-malu. Entah sudah berapa kali Via mengarungi percintaan yang panas membara dengan lelaki itu, namun masih saja dia merasa malu.
Lelaki itu beralih, menarik miliknya yang masih sedikit mengeras dari diri Via. Dia berbaring di sebelah gadis itu. Lelaki itu memutar tubuhnya menghadap pada Via yang masih menyeimbangkan nafasnya.
Mengusap lembut pipi gadis yang saat ini tengah mampu memuaskan hasratnya setiap kali bercinta, ia melayangkan kecupan yang lama pada kening Via.
Via memejamkan matanya dan tersenyum sambil memegang tangan Dimas yang berada di pipinya.
Via lalu memeluknya, Dimas membalas pelukan itu dan mulai bertanya pada Via kapan ia akan pindah ke apartemen yang telah ia sediakan untuk Via.
"Vi, kapan kau akan menempati apartemen yang telah aku sediakan untukmu? Aku bisa datang kapan saja jika kau pindah kesana?" Menatap dalam ke arah mata Via, "Apa kau tak menyukai apartemen itu, kau mau rumah sayang?" tanyanya lagi.
Saat Via hendak menjawab, televon Dimas berdering, sudah berkali-kali televon itu berbunyi, dari mereka mulai bermain, Via melirik sekilas kearah ponsel Dimas.
"Pasti itu dari istrinya," batin Via, ia merasa kesal, mungkin itu ia cemburu, namun Via hanya diam saja, Via sadar akan siapa dirinya.
Ponsel itu berdering kembali, Dimas hanya melihat nama yang tertera di sana, lelaki itu tak menjawabnya, namun Dimas kemudian berdiri dan berjalan ke arah kamar mandi, membersihkan dirinya dan mulai berpakaian kembali.
Dimas memakai jasnya lalu menghampiri Via yang masih berada di atas ranjang, Dimas mengecup bibir Via sekilas lalu berpamitan pada gadis itu.
"Aku pergi dulu, nanti aku akan menghubungimu lagi," ucap Dimas sambil tersenyum dan mengusap lembut rambut Via.
Gadis itu tak rela berpisah dengan Dimas, ia masih ingin menghabiskan waktunya bersama dengan lelaki itu, berlama-lama berada di sisi lelaki.itu, lelaki yang membuatnya merasa begitu nyaman, ia ingin sekali menahannya, tapi gadis itu mengurungkan niatnya. Via sadar akan posisinya saat ini.
"Jangan egois Via, kau hanyalah yang kedua baginya," gumam Via pada dirinya sendiri.
Via selalu merasa sedih setiap kali mengingat jika dia bukan pemilik seutuhnya, Dimas telah ada yang memiliki, di sana ada seorang wanita yang lebih berhak daripada dirinya.
Via langsung berdiri dan berjalan mendekati jendela, melihat mobil Dimas yang perlahan pergi meninggalkannya disana seorang diri.
Via merasa sangat sedih, entah kapan ia akan terus seperti ini, menjalani hubungan yang membuatnya bahagia sekaligus sedih di waktu yang bersamaan.
"Mengapa takdir sekejam ini, mempertemukan kita disaat yang tak tepat, bahkan saat kita telah memiliki pasangan masing-masing."
Via menghembuskan nafasnya dengan kasar, kesedihan begitu terpancar pada wajah gadis itu.
Via kemudian berjalan dan duduk di sofa yang ada di kamar itu, mendongakkan kepalanya dan bersandar di sofa tersebut.
Fikirannya menerawang jauh, namun Via tersadar dan mengingat ponselnya, ia segera bangkit mencari tasnya, mengambil ponsel itu lalu mengeceknya.
Terdapat banyak panggilan di sana dan beberapa pesan, Via lupa untuk mengabari pacarnya, dia lantas membuka semua pesan itu, benar saja pesan itu dari pacarnya.
/0/17322/coverorgin.jpg?v=20240328170545&imageMogr2/format/webp)
/0/6480/coverorgin.jpg?v=20250120180002&imageMogr2/format/webp)
/0/5817/coverorgin.jpg?v=20250121171833&imageMogr2/format/webp)
/0/4346/coverorgin.jpg?v=20250121182517&imageMogr2/format/webp)
/0/7027/coverorgin.jpg?v=75220ee91a5a06d65d76a3fd76c4fce3&imageMogr2/format/webp)
/0/15065/coverorgin.jpg?v=20250123120501&imageMogr2/format/webp)
/0/15780/coverorgin.jpg?v=20250123121029&imageMogr2/format/webp)
/0/13100/coverorgin.jpg?v=20250123144826&imageMogr2/format/webp)
/0/17365/coverorgin.jpg?v=20240419163749&imageMogr2/format/webp)
/0/16463/coverorgin.jpg?v=20240617145740&imageMogr2/format/webp)
/0/2562/coverorgin.jpg?v=1c0bc876cf31e2917d8e16ad7eb33bc5&imageMogr2/format/webp)
/0/5715/coverorgin.jpg?v=a434b913e9c44fad1ab8c1500c38b6d6&imageMogr2/format/webp)
/0/4247/coverorgin.jpg?v=20250121182314&imageMogr2/format/webp)
/0/12466/coverorgin.jpg?v=20250122183243&imageMogr2/format/webp)
/0/19255/coverorgin.jpg?v=20240830165619&imageMogr2/format/webp)
/0/2351/coverorgin.jpg?v=20250120162229&imageMogr2/format/webp)
/0/5137/coverorgin.jpg?v=20250121173724&imageMogr2/format/webp)
/0/10935/coverorgin.jpg?v=20250122182948&imageMogr2/format/webp)
/0/15215/coverorgin.jpg?v=20250123120605&imageMogr2/format/webp)