icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Perfect Husband

Perfect Husband

Ayu Tarigan

4.3
Komentar
10.1K
Penayangan
38
Bab

Zuhra Kalinka, harus menerima kepahitan karena sang kekasih lebih memilih pergi melanjutkan studinya ke luar negeri di saat wanita itu sedang mengandung. Memiliki anak tanpa status ayah yang jelas tentu bukan hal yang membanggakan mengingat dirinya tinggal di kepulauan yang sangat menjunjung tinggi adat istiadat. Lalu, apa yang akan Zuhra lakukan saat seseorang datang dan siap bertanggung jawab atas kehamilannya. Pria dingin yang diam-diam membuat wanita itu jatuh cinta.

Bab 1 Awal Kehancuran

Langkah Zuhra terasa berat saat memasuki rumah yang hampir empat tahun ini ditinggalinya

bersama ayah dan bundanya.

“Assalamualaikum,” ucap Zuhra seceria mungkin.

“Wa’alaikumsalam.”

“Dari mana saja kamu?” tanya Ayah Zuhra, terlihat sekali pria paruh baya itu sedang menahan amarah.

“Da-dari rumah teman, Yah,” jawab Zuhra gugup.

Tentu saja dia gugup, ayahnya pasti akan sangat marah karena anak gadis satu-satunya tidak pulang semalam dan baru kembali pagi ini.

“Duduk,” perintah Pak Albar -Ayah Zuhra- tegas. Dengan gelisah Zuhra menuruti perintah ayahnya.

Gadis itu duduk di hadapan ayah dan bundanya seperti

seorang tersangka. Masih ada satu lagi yang tidak boleh disepelekan. Tatapan tajam pria yang duduk di sebelah sang bunda, Randy Marcello, abang tercintanya.

“Ada apa, Yah?” tanya Zuhra berharap bisa menghentikan tatapan menyelidik ayahnya.

Bunda Zuhra menyodorkan sebuah benda pipih berwarna putih yang menyerupai sebuah stik, ada dua garis merah di sana.

“Bisa kamu jelaskan?” tanya bunda Zuhra dengan suara bergetar.

Zuhra tidak bisa berkata apa-apa, rasa terkejut menyebar menguasainya. Pembuluh darahnya seakan berhenti bekerja. Sekujur tubuh Zuhra seakan tersiram bongkahan es yang membekukan.

Zuhra menyesal tidak langsung membuang benda itu kemarin. Dia meletakkannya begitu saja di kamar mandi saking syoknya melihat dua garis yang muncul. Zuhra terburu- buru menemui seseorang yang menyebabkan kekacauan ini di apartemennya. Namun jawaban yang diberikan pria itu sungguh membuat dunia Zuhra semakin hancur.

“It-itu ” Sungguh lidahnya terasa kelu. Tubuh gadis

itu bergetar hebat.

Dengan sisa kekuatan, Zuhra bersimpuh di kaki sang bunda. “Maafin Zuhra, Bun. Zuhra salah, Bun. Zuhra salah,” ucapnya di sela tangisan.

Dapat dirasakannya tubuh sang bunda ikut bergetar. Zuhra bahkan tidak mampu untuk mengangkat kepala. Sungguh dia tidak akan sanggup melihat bundanya menangis karena kebodohannya.

Ya, Zuhra sadar ia terlalu bodoh. Semalaman ia menangisi keputusan pria berengsek itu. Namun seberapa banyak air mata yang dikeluarkan, tidak akan mampu mengubah kenyataan apa pun. Kenyataan bahwa dirinya hamil tanpa seorang suami. Kenyataan bahwa masa depannya hancur. Kenyataan bahwa dirinya telah melukai hati ayah dan bundanya.

“Apa ini ulah pria bajingan itu?” desis Randy geram.

Zuhra semakin terisak, apalagi kali ini ia menyadari keterdiaman ayahnya. Zuhra yakin ayahnya pasti sangat kecewa sehingga untuk berbicara pun enggan.

Randy Marcello adalah orang yang sedari dulu paling menentang hubungan antara Zuhra dan Reno.

Reno yang terkenal sebagai seorang bad boy membuat Randy tidak menyukainya Apalagi mengetahui bahwa Reno adalah anak tunggal dari seorang pengusaha kaya raya yang hobinya menghambur-hamburkan uang.

“Aku akan menghajar pria itu,” ucap Randy seraya beranjak dari duduknya.

“Jangan, Mas,” cegah Zuhra.

“Lo ngelindungin dia?” Randy mulai kehabisan kesabaran.

Zuhra menggeleng lemah. “Bukan gitu, Mas.”

“Terus apa?” Randy menatap tajam adiknya, “pokoknya gue harus kasih pelajaran si berengsek itu,” tandasnya.

“Dia udah pergi.” Ucapan Zuhra yang serupa bisikan itu nyatanya mampu menyurutkan langkah Randy.

“Apa maksud kamu?” Kali ini Ayah Zuhra yang angkat bicara. Gurat-gurat kekecawaan masih terpancar jelas dari wajahnya.

Zuhra tidak mampu untuk membuka mulut barang sedikit pun. Kenyataan bahwa dirinya hamil di luar nikah saja sudah barang tentu menjadi tamparan keras bagi keluarganya. Ditambah fakta bahwa lelaki itu pergi tanpa tanggung jawab, pastilah menjadi aib yang sangat besar.

“Jawab, Nak.” Kali ini suara bundanya mulai melembut.

Zuhra tergugu. “D-dia pergi, Bun.” Lagi-lagi gadis itu terisak. “Dia berangkat ke Inggris kemarin sore.”

Zuhra terkesiap.

Randy dengan kasar menghancurkan guci di sebelahnya.

“BERENGSEK!!” Teriaknya geram.

“Maafin Zuhra, Yah.” Isak gadis itu saat melihat ayahnya mulai tertunduk dengan bahu bergetar.

Hanya tangisan dan kata maaf yang bisa dia ucapkan, karena rasa kecewa ayah dan bundanya pastilah teramat besar.

Zuhra menyesali kebodohannya sendiri yang terbuai oleh janji-janji manis Reno. Harusnya sedari dulu dia mendengarkan nasihat abangnya untuk menjauhi pria itu. Namun sayangnya sebuah alasan klise membuatnya buta. Cinta!

✏✏✏

Suara ketukan di pintu terdengar hati-hati.

“Ra, gue boleh masuk?” Suara sapaan itu membuyarkan lamunan Zuhra.

“Masuk aja, gak dikunci, Nad.” jawabnya parau.

Nadia muncul dari balik pintu, tanpa aba-aba gadis itu langsung merengkuh tubuh mungil Zuhra.

“Yang sabar, ya,” bisiknya lembut.

Zuhra mengangguk kecil. Air matanya terus mengalir meski gadis itu mencoba tetap tersenyum.

Apakah ini ujian bagi hidupnya, atau sebuah karma?

Entahlah, Zuhra terlalu lelah untuk menerka-nerka semuanya.

“Terus ke depannya gimana?” tanya Nadia setelah melepas pelukan.

Zuhra menggeleng pelan. “Gue gak tahu.”

Nadia terdiam sejenak, menimbang-nimbang pertanyaannya.

“Lo nggak coba hubungin keluarganya Reno?” tanyanya hati-hati.

Zuhra menarik napas dalam-dalam, “Gue gak punya akses ke sana.”

“Maksud lo?”

“Dia nggak pernah ngenalin gue ke keluarganya, Nad,” jawabnya lesu.

“Ya lo kan bisa ngenalin diri, tunjukin foto-foto kebersamaan lo bareng Reno, siapa tahu usaha lo berhasil.”

Zuhra menatap langit-langit kamar seperti menerawang sesuatu.

“Renonya aja nggak mau tanggung jawab, Nad, apalagi orang tuanya.” Zuhra diam sejenak, “Apa gue gugurin aja kali ya?” gumamnya yang lantas membuat Nadia terperanjat kaget.

“Jangan yang aneh-aneh deh, Ra. Dosa lo ngelakuin itu aja belum lo tebus, sekarang malah mau nambah dosa lagi,” omelnya.

Zuhra terdiam sambil meremas jemari saking frustasinya. Dia tahu apa yang dikatakan Nadia itu benar, dirinya sadar betul kalau dosanya kali ini sangatlah besar, tetapi sekarang dia benar-benar merasa buntu. Tidak ada satu hal pun yang terpikir untuk pemecah masalahnya saat ini.

“Gue bukannya sok suci, Ra, tapi apa lo tega ngebunuh anak lo sendiri? Darah daging lo, Ra. Darah daging lo.”

“Terus gue harus apa?” lirihnya.

“Berdoa semoga Yang Maha Kuasa kasih jalan. Sekarang lo istirahat, gue mau keluar nemuin bunda, dia

juga pasti syok berat, kan?” Zuhra mengangguk patuh.

“Inget, banyak yang sayang sama lo, jadi jangan mikir yang aneh-aneh.” Pesan Nadia sebelum gadis itu benar-benar keluar dari kamar Zuhra.

Sepeninggal Nadia, Zuhra kembali termenung. Tanpa sadar, sebelah tangan mengusap perut datar miliknya dengan lembut.

Zuhra masih tak menyangka bahwa sekarang ada kehidupan lain di sana.

✏✏✏

Pagi-pagi sekali Zuhra dikejutkan dengan berita yang disampaikan oleh orang tuanya. Mereka berencana menikahkan Zuhra dengan anak teman ayahnya.

“Tapi, Yah, Zuhra nggak kenal sama pria itu, gimana kami bisa menikah?” tolak Zuhra keras.

“Dia baik, itu cukup, kan? Pengenalan itu bisa setelah kalian menikah, yang terpenting anak kamu punya status jelas, Ra,” tutur ayahnya tegas.

“Tapi, Yah--”“

“Kamu harus nurut kali ini, karena ini demi kebaikan kamu dan bayi kamu juga,” putus ayahnya tak terbantah.

“Bun ” Zuhra berharap bundanya mau membantu.

“Turuti saja, Nak. Menurut Bunda juga itu yang terbaik.”

Lenyap sudah harapan Zuhra, ayah dan bundanya sudah sepakat untuk menikahkan dirinya dengan seorang pria yang menurut mereka baik dan cocok untuk Zuhra. Tentu saja Zuhra menolak, bukan apa-apa, siapa laki-laki yang mau menikahi seorang perempuan yang sedang hamil dengan orang lain tanpa imbalan. Pasti ada yang tidak beres

di sini, kalau bukan karena imbalan sudah pasti karena pria itu punya kelainan. Gay, misalnya.

Oh, tidak. Membayangkan saja Zuhra tidak sanggup, apalagi menjalaninya.

****

TBC

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Ayu Tarigan

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku