Maylinda : Cinta memang tidak kenal waktu. Siapa, kapan, dan di mana? Apakah cinta itu murni atau hanya nafsu. Tapi, semuanya bisa di jalani dengan senang hati. Saat kita mencintai seseorang yang terbayar dia adalah mantan teman kamu sendiri. Sakit? sulit, dan terluka. Antara dua pilihan. Cinta atau sahabat. Rela melepaskan atau bertahan dengan kebohongan. Namun, Hati terasa sangat berat untuk melepaskan. Hingga memutuskan bertahan dengan rasa penyesalan, dan bersalah membayangi hidupnya. Cinta itu begitu bodoh. Banyak pilihan yang datang. Tetapi, kenapa. Aku tertuju pada seseornag yang hadir dalam hati sahabatnya. Bagaimana bisa orang seperti aku suka dengan seseorang yang sudah punya istri. Apalagi adalah sahabat saya sediri. Rasanya aku ingin pergi dari kenyataan ini Tetapi aku terus terjebak dalam lubang cinta yang amat dalam. Dan membuat aku terpuruk dalam kegalauan yang hakiki. Dan harus melukai hati sahabat aku sendiri. Gimana tidak. Dia terlihat begitu terpuruk saat suaminya mencintai orang lain. Aku ingin merasakan cinta yang tulus dari seseorang. Tetapi kenapa? Kenapa harus suai sahabat aku sendiri yang jadi tumbalnya. Antara tega dan tidak tega? Aku tidak bisa membohongi perasaanku sendiri. Meski sebenarnya aku ingin berbicara jujur adanya. Tetap iu sulit. Dan status perceraian mereka keluar. Aku merasa sangat bersalah dengan kedekatan ku dengan suaminya. Meski itu awalnya hanyalah sebuah paksaan oleh temanku sendiri. Hingga kedekatan yang terpaksa itu berubah jadi binih-binih cinta. Clara : Pernikahan yang sempurna dan bahagia selamanya pasti akan jadi idaman banyak wanita. Tetapi tidak dengan pernikahanku. Yang hanya seumur jagung saja. Tidak ada bulan madu romantic. Atau kata cinta yang terucap dari suamiku. Dan aku wanita yang begitu bodoh membuat suamiku sendiri dekat dengan temanku. Hingga kedekatan itu membuat luka yang amat dalam pada diriku. Ingin rasanya aku meraih tangannya lagi. Tetapi semua sudah berubah. Sosok malaikat lain yang sekarang jadi teat dia bermadu kasih. Dan terpaksa aku harus merelakan hatiku, merelakan cinta yang aku bangun selama ini. Dan aku harus lapang dada melihat mereka bahagia. Meski harus menguras air mata. Dan rela untuk terus tersakiti. Di balik kebahagiaan sahabatnya dan suaminya.
Maylinda :
Cinta memang tidak kenal waktu. Siapa, kapan, dan di mana? Apakah cinta itu murni atau hanya nafsu. Tapi, semuanya bisa di jalani dengan senang hati. Saat kita mencintai seseorang yang terbayar dia adalah mantan teman kamu sendiri.
Sakit? sulit, dan terluka. Antara dua pilihan. Cinta atau sahabat. Rela melepaskan atau bertahan dengan kebohongan. Namun, Hati terasa sangat berat untuk melepaskan. Hingga memutuskan bertahan dengan rasa penyesalan, dan bersalah membayangi hidupnya.
Cinta itu begitu bodoh. Banyak pilihan yang datang. Tetapi, kenapa. Aku tertuju pada seseornag yang hadir dalam hati sahabatnya. Bagaimana bisa orang seperti aku suka dengan seseorang yang sudah punya istri. Apalagi adalah sahabat saya sediri. Rasanya aku ingin pergi dari kenyataan ini Tetapi aku terus terjebak dalam lubang cinta yang amat dalam. Dan membuat aku terpuruk dalam kegalauan yang hakiki. Dan harus melukai hati sahabat aku sendiri. Gimana tidak. Dia terlihat begitu terpuruk saat suaminya mencintai orang lain.
Aku ingin merasakan cinta yang tulus dari seseorang. Tetapi kenapa? Kenapa harus suai sahabat aku sendiri yang jadi tumbalnya. Antara tega dan tidak tega? Aku tidak bisa membohongi perasaanku sendiri. Meski sebenarnya aku ingin berbicara jujur adanya. Tetap iu sulit.
Dan status perceraian mereka keluar.
Aku merasa sangat bersalah dengan kedekatan ku dengan suaminya. Meski itu awalnya hanyalah sebuah paksaan oleh temanku sendiri. Hingga kedekatan yang terpaksa itu berubah jadi binih-binih cinta.
Clara :
Pernikahan yang sempurna dan bahagia selamanya pasti akan jadi idaman banyak wanita. Tetapi tidak dengan pernikahanku. Yanga hanya seumur jagung saja. Tidak ada bulan madu romantic. Atau kata cinta yang terucap dari suamiku.
Dan aku wanita yang begitu bodoh membuat suamiku sendiri dekat dengan temanku. Hingga kedekatan itu membuat luka yang amat dalam pada diriku. Ingin rasanya aku meraih tangannya lagi. Tetapi semua sudah berubah. Sosok malaikat lain yang sekarang jadi teat dia bermadu kasih. Dan terpaksa aku harus merelakan hatiku, merelakan cinta yang aku bangun selama ini. Dan aku harus lapang dada melihat mereka bahagia.
Meski harus menguras air mata. Dan rela untuk terus tersakiti. Di balik kebahagiaan sahabatnya dan suaminya.
Galen Rey Surendra :
Perasaan dan Cinta tidak pernah udah di paksa. Selama ini aku tidak mencintai istriku. Aku hanya ingin segera menikah hanya karena tuntutan keluarga. Meski sempat ingin bersama dan mengikat selamanya berdua. Tetapi cinta yang memilih. Dan berlabuh pada ornag yang tepat. Meski sempat saling menolak untuk bersatu.
Kevlar Kin Liandra :
Laki-laki kasar dan arrogan seperti jatuh cinta dengan wanita lembut dan baik, apa itu salah?
Dan kenapa? Dia tidak pernah membalas cintaku sama sekali. Aku ingin bertanya. Kenapa? Tetap suaranya berjalan dengan semestinya. Aku mulai paham alasan dia kerena dia menolakku. Karena dia tidak nyaman denganku. Membuat aku memutuskan untuk mundur perlahan.
------
Mahlinda wanita cantik berwajah imut dengan kulit putih mulus. Kenyal seperti kulit bayi baru lahir. Ia punya ciri khas lesung pipi di pipi kirinya. Dengan bibir merah muda alami yang terlihat sangat menggoda kaum laki-laki. Wajah cantik tanpa balutan make up itu. Mengemudi mobilnya dengan kecepatan sedang. Berjalan menuju ke rumah sakit di mana dia di tugaskan sekarang.
May menganggukan kepalanya menikmati musik dj di mobilnya yang begitu nyaring membuat tubuhnya tak bisa berhenti untuk bergerak.
"Shiit... macet lagi." umpat kesal May. Memukul setir mobilnya.
Tit... Tit.. Tit...
May terus membunyikan klakson mobilnya berkali-kali. Membuat para mobil di depannya sangat geram.
"Hey.. Sabar, ini jalan umum." teriak salah satu pengemudi di depannya.
"Buruan, aku telat kerja." teriak May tak takut.
"Jika kamu tidak mau bersabar. Lebih baik cepat putar balik sana." May melihat laki-laki di depan mengemudi sembari menelfon seseorang. Ia memutar tubuhnya melihat di belakangnya. Begitu banyak mobil yang sudah rela terjebak macet.
May berdengus kesal. Menatap tajam ke arah mobil di depannya.
"Ini pasti gara-gara mobil depan itu." ucap May kesal. May melirik jam tangan berwarna coklat yang melingkar di tangannya. Jarum jam menunjukan pukul 7.30. Masih kurang 15 menit lagi dia juga harus sampai di rumah sakit sebelum jam 8.
"Tidak punya waktu lagi. Aku harus cepat sampai ke rumah sakit. Pasienku pasti sudah menunggu." ucap May. Ia melirik ke depan lagi. Mobil di depannya masih saja berhenti sambil telfon. Sementara mobil belakangnya tidak hentinya terus menyembunyikan klakson mobilnya. Tapi tetap saja. Laki-laki itu tidak perduli.
"Apa dia tuli." umpat keras May penuh emosi.
May yang sudah terlihat sangat geram. Ia segera membuka pintu mobilnya.
Melangkahkan kakinya keluar. Dengan langkah penuh emosi. may menghampiri mobil sport putih yang seenaknya berada di menutup jalan.
Tok... Tok.. Tok..
May mencoba mengetuk kaca mobil berwarna hitam pekat. Ia tak bisa melihat siapa yang ada dj dalam mobil itu. Belum ada jawaban. May mencoba mengetuk lagi kaca mobilnya. Hingga perlahan kaca mobil itu terbuka sedikit.
Ke dua mata laki-laki itu tertuju pada wajah cantik May. Dia sempat menghantuinya. Namun seketika mengalihkan pandangan matanya.
"Apa yang kamu inginkan?" tanya laki-laki di salam mobil. Dia terlihat sangat belagu. Meski wajahnya terlihat sangat tampan. Sepertinya laki-laki itu tidak tahu malu.
"Anda bisa pergi atau tutup telfon kamu lebih dulu." ucap May. Menarik ke dua alisnya ke atas. Ke dua kelopak matanya ikut tertarik. Menatap tajam wajah laki-laki tampan.
"Kamu punya mata, kan. Aku sedang telfon. Dna jika kamu mau pergi. Silahkan putar balik." ucapnya kentus.
May menggertakkan rahangnya. Memutar matanya malas. Ia berkacak pinggang semakin menajamkan matanya.
"Kamu pikir ini jalan punya nenek moyang kamu. Tidak! Dan anda harus taati peraturan. Dan ini adalah jalanan umum." May meraih ponsel laki-laki itu. Mematikan panggilan telfonnya. Lalu melemparnya di kursi samping tempat duduk laki-laki itu.
"Impas sekarang, kamu pergi dari sini." tegas May. Dia membalikkan tubuhnya. Dan melangkahkan kakinya kembali menuju ke mobilnya. Sementara laki-laki itu hanya terdiam menatap dengan wajah penuh kekesalan.
"Sialan! Berani sesekali dia denganku.
Memangnya dia siapa." gumam laki-laki itu. Ia mulai menyalakan mesin mobilnya. Dan melaju dengan kecepatan sedang. Saat mobilnya sudah jalan kembali. Semua mobil di belakangnya mulai berjalan normal.
"Nah, laki-laki songong gak tahu diri. Emang dia siapa. Penguasa di sini. Sampai seenaknya menutup jalan. Kalau aku bertemu dengannya lagi. Udah aku lempar sekalian itu ponselnya." geram May. Meski mobilnya sudah melaju lagi. Wajahnya masih terlihat sangat kesal. May mencengkeram erat setir mobilnya.
Helaan napas kasarnya keluar dari bibirnya. Ia segera menambah laju kecepatan mobilnya.
Buku lain oleh Imas Gustina
Selebihnya