Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
"Nel, ini uang belanja bulan ini," kata Mas Dimas sambil menyodorkan sepuluh lembar uang merah.
"Mas, enggak ada nambah dikit apa," protes ku.
"Kamu kalo jadi istri nggak boleh boros. Seharusnya kamu itu bersyukur aku masih mau ngasih uang bulanan gini," kata Mas Dimas dengan nada sedikit tinggi.
"Loh, ini kan aku masak buat kamu juga Mas. Ini belum sampai sebulan uangnya udah habis," sanggahku.
"Makanya, kamu harus hemat! Biasanya malah lebih kan. Kalo lebih ya ditabung! Kamu nggak usah banyak protes! Nggak bersyukur banget!" balas Mas Dimas dengan nada tinggi sambil berjalan keluar rumah hendak berangkat kerja.
Boro-boro nabung, pengeluaran saja banyak. Bayar listrik, bayar air, beli beras, stok makanan di kulkas, dan lain-lain. Untung saja rumah ini dibangun di tanah ibu mertua, kalo nggak, harus bayar kontrakan lagi.
Mas Dimas kerja di salah satu pabrik mebel di daerah sini, dan gajinya perbulan tujuh juta. Tapi dia hanya memberi uang bulanan satu juta per bulan kepadaku. Ditambah lagi dia selalu mau makan yang enak-enak, otomatis uang bulanan yang dia kasih itu habis belum saatnya, tapi aku selalu tutup kekurangan itu dengan uang hasil bisnis online kecil-kecilanku, jadi di pikirnya uang bulanan satu juta itu cukup bahkan lebih.
Sisa uang gajinya diberikan ke ibunya dengan alasan berbakti kepada orangtua. Tidak hanya ibu, dia juga membagi untuk adiknya Ririn yang sudah bersuami dengan alasan kasian karena suaminya kerja serabutan. Tanpa dia sadar aku juga harus diberi uang bulanan di luar uang makan.
Aku buka bisnis online kecil-kecilan tanpa diketahui Mas Dimas dan ibu mertuaku. Aku jualan jajanan yang dititpkan di toko sahabatku Aina yang terletak di dekat sekolah. Selain dititipkan, aku juga memposting di sosial media F******k dan W******p. Tidak hanya itu aku juga bekerja sebagai desainer online atau panggilan di salah satu perusahan busana kenalan Papa dan Mama dulu.
Sebelum menikah, aku bekerja sebagai desainer di perusahan itu, lalu ketika menikah aku memutuskan untuk berhenti bekerja atas permintaan suamiku. Siapa sangka tiga bulan yang lalu bosku meminta aku bekerja lagi tapi secara online.
Aku tidak memberi tahu suamiku soal itu. Mas Dimas tidak mengetahui aku bekerja. Yang dia dan ibunya tahu aku hanyalah orang miskin. Padahal tidak seperti itu.
"Pagi-pagi, udah melamun bukanya bersih-bersih, masak kek, jadi istri itu harus rajin," oceh mertuaku tiba-tiba.
"Ngapain ibu ke sini?" kataku karena masih pagi beliau sudan ada di rumahku.
"Suka-suka ibu dong, ini kan rumah anak ibu! Masak apa kamu pagi ini? Ibu lapar," kata ibu sambil berjalan ke dapur.
Untung aku belum masak. Kebiasaan ibu begitu, suka sekali minta makanan di rumah. Bukannya aku tidak mau, tapi dia selalu mengoceh dan berkomentar tentang makanan yang aku masak padahal dia menghabiskannya. Tidak hanya itu, mertuaku ini selalu menceritakan yang tidak-tidak tentangku kepada para tetangga.
"Loh, kok nggak ada apa- apa sih!" ujar ibu marah saat membuka tudung saji di meja makan.