Satu tahun hidup berumah tangga dengan Dimas, yang Nela dapat hanyalah sakit hati. Uang bulanan yang tak seberapa, membuat Nela harus ikut bekerja demi memenuhi kebutuhan pribadi dan kebutuhan rumah tangga. Ia bekerja tanpa sepengetahuan sang suami, mertua, serta adik iparnya. Nela hidup di lingkungan yang toxic, bertetanggan dengan mertua dan ipar yang selalu ikut campur urusan rumah tangganya dengan Dimas. Apakah Nela akan bertahan dengan lingkungan toxic itu?
"Nel, ini uang belanja bulan ini," kata Mas Dimas sambil menyodorkan sepuluh lembar uang merah.
"Mas, enggak ada nambah dikit apa," protes ku.
"Kamu kalo jadi istri nggak boleh boros. Seharusnya kamu itu bersyukur aku masih mau ngasih uang bulanan gini," kata Mas Dimas dengan nada sedikit tinggi.
"Loh, ini kan aku masak buat kamu juga Mas. Ini belum sampai sebulan uangnya udah habis," sanggahku.
"Makanya, kamu harus hemat! Biasanya malah lebih kan. Kalo lebih ya ditabung! Kamu nggak usah banyak protes! Nggak bersyukur banget!" balas Mas Dimas dengan nada tinggi sambil berjalan keluar rumah hendak berangkat kerja.
Boro-boro nabung, pengeluaran saja banyak. Bayar listrik, bayar air, beli beras, stok makanan di kulkas, dan lain-lain. Untung saja rumah ini dibangun di tanah ibu mertua, kalo nggak, harus bayar kontrakan lagi.
Mas Dimas kerja di salah satu pabrik mebel di daerah sini, dan gajinya perbulan tujuh juta. Tapi dia hanya memberi uang bulanan satu juta per bulan kepadaku. Ditambah lagi dia selalu mau makan yang enak-enak, otomatis uang bulanan yang dia kasih itu habis belum saatnya, tapi aku selalu tutup kekurangan itu dengan uang hasil bisnis online kecil-kecilanku, jadi di pikirnya uang bulanan satu juta itu cukup bahkan lebih.
Sisa uang gajinya diberikan ke ibunya dengan alasan berbakti kepada orangtua. Tidak hanya ibu, dia juga membagi untuk adiknya Ririn yang sudah bersuami dengan alasan kasian karena suaminya kerja serabutan. Tanpa dia sadar aku juga harus diberi uang bulanan di luar uang makan.
Aku buka bisnis online kecil-kecilan tanpa diketahui Mas Dimas dan ibu mertuaku. Aku jualan jajanan yang dititpkan di toko sahabatku Aina yang terletak di dekat sekolah. Selain dititipkan, aku juga memposting di sosial media F******k dan W******p. Tidak hanya itu aku juga bekerja sebagai desainer online atau panggilan di salah satu perusahan busana kenalan Papa dan Mama dulu.
Sebelum menikah, aku bekerja sebagai desainer di perusahan itu, lalu ketika menikah aku memutuskan untuk berhenti bekerja atas permintaan suamiku. Siapa sangka tiga bulan yang lalu bosku meminta aku bekerja lagi tapi secara online.
Aku tidak memberi tahu suamiku soal itu. Mas Dimas tidak mengetahui aku bekerja. Yang dia dan ibunya tahu aku hanyalah orang miskin. Padahal tidak seperti itu.
"Pagi-pagi, udah melamun bukanya bersih-bersih, masak kek, jadi istri itu harus rajin," oceh mertuaku tiba-tiba.
"Ngapain ibu ke sini?" kataku karena masih pagi beliau sudan ada di rumahku.
"Suka-suka ibu dong, ini kan rumah anak ibu! Masak apa kamu pagi ini? Ibu lapar," kata ibu sambil berjalan ke dapur.
Untung aku belum masak. Kebiasaan ibu begitu, suka sekali minta makanan di rumah. Bukannya aku tidak mau, tapi dia selalu mengoceh dan berkomentar tentang makanan yang aku masak padahal dia menghabiskannya. Tidak hanya itu, mertuaku ini selalu menceritakan yang tidak-tidak tentangku kepada para tetangga.
"Loh, kok nggak ada apa- apa sih!" ujar ibu marah saat membuka tudung saji di meja makan.
"Nela, balum masak, Bu," kataku singkat, malas berdebat dengan ibu sepagi ini.
"Lah, gimana sih jadi istri. Tadi kan Dimas udah kasih uang belanja, kamu apakan uang itu? Kalo kamu nggak belanja, sini uangnya biar ibu yang belanja," tukas ibu.
Aneh mertuaku ini. Aku yang belum masak, tapi dia yang repot sekali. Aku tahu dia mau makan tapi seenggaknya bersikap baiklah padaku.
"Nela bisa belanja sendiri. Mending ibu pulang deh, masak saja sendiri di rumah. Mas Dimas juga udah kasih ibu uang bulanan kan? Kalau ibu malas masak, beli aja di warung," kataku santai.
Aku yakin uang bulanan ibu kali ini pasti lebih.
Ibu melotot tak percaya dengan apa yang sudah dia dengar. Kulihat wajahnya merah hendak marah. Selama ini aku hanya diam, tapi sekarang tidak lagi. Aku capek diam terus.
Diam sama dengan ditindas!
"Berani sekali kamu sama mertua. Awas aku laporin Dimas!" ancam ibu sambil menunjuk ke arah wajahku. Ibu memang begitu, jadi aku malas menanggapi berlebihan.
"Terserah ibu. Aku mau mandi dulu." Malas merespon omongan ibu, aku langsung masuk ke kamar mandi karena hari ini aku mau ke toko Aina untuk menitipkan jajannan yang tadi pagi-pagi sekali sudah kubuatkan.
Saat hendak mandi aku lupa membawa handuk. Sialan! Aku pun keluar mengambil handuk, tapi tiba-tiba langkahku terhenti ketika aku mendengar ada suara orang di kamarku.
'Siapa ya? Apa Mas Dimas udah pulang? Tapi kan ini masih pagi banget,' gumamku dalam hati.
Karena merasa aneh dan ganjal, gegas aku ke kamar. Takutnya ada pencuri.
Saat aku masuk, betapa kagetnya aku melihat isi lemariku berantakan. Dan lihat siapa di sana....
'Dasar tidak tahu malu!' umpatku.
B E R S A M B U N G......
Bab 1 Uang Bulanan
29/03/2024
Bab 2 Kelakuan Suami
29/03/2024
Bab 3 Keceplosan
29/03/2024
Bab 4 Pembohong
29/03/2024
Bab 5 Rahasia
29/03/2024
Bab 6 Lanjut Pertengkaran
29/03/2024
Bab 7 Pov Dimas
29/03/2024
Bab 8 Bertemu Teman Lama
29/03/2024
Bab 9 Perceraian
29/03/2024
Bab 10 Pov Dimas
29/03/2024
Bab 11 Tawaran Kerjasama
29/03/2024
Bab 12 Minta Rujuk
29/03/2024
Bab 13 Drama di Cafe
06/04/2024
Bab 14 Masa Lalu
21/07/2024