Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Aku Izinkan Suamiku Menikah Lagi

Aku Izinkan Suamiku Menikah Lagi

Mommy Author

5.0
Komentar
2
Penayangan
3
Bab

Kuizikan suamiku menikah lagi saat dia tidak bahagia bersamaku.

Bab 1 Tawaran Dari Sahabat Lama

"Kuberikan 500 juta padamu, tapi berikan suamimu padaku!"

Begitulah kalimat dari seorang sahabat lama pada Linda. Sungguh dia tidak menyangka suaminya dia hargai dengan jumlah yang begitu fantastis.

Linda sendiri bahkan tidak pernah melihat uang sebanyak 500 juta itu seperti apa. Hidup miskin memang membuatnya jauh dari kalimat kemewahan.

"Lin, kamu kenapa? Kok melamun?" Zayn menggeleng, pagi-pagi seperti ini istrinya itu melamun.

"Enggak ada apa-apa kok Bang," sahut Linda, dilepasnya cucian yang sedang dia peras, dia menghampiri Zayn lalu duduk di samping pria itu.

"Bang."

"Ehm."

"Boleh aku nanya sesuatu sama kamu Bang?" tanya Linda ragu.

"Tanya saja Lin, memangnya mau tanya apa?" jawab Zayn santai.

"Kamu kenal Aisyah?"

Zayn menoleh ke samping, rasanya tidak asing dengan nama yang disebut oleh Linda tadi.

"Aisyah siapa?"

"Teman sekolah kita dulu Bang." Linda kesal karena Zayn tidak mengingat wanita yang dia ceritakan tadi.

"Mungkin aku lupa. Anggap saja aku kenal, memangnya ada apa dengannya."

Linda meremas jemari tangannya, tidak mungkin dia mengatakan secara blak-blakan pada Zayn jika dia ingin suaminya itu menikah dengan Aisyah. Demi mendapatkan uang 500 juta yang wanita itu telah janjikan padanya.

"Itu Bang, tadi aku ketemu Aisyah di jalan. Tepatnya enggak sengaja sih, kami mengobrol banyak. Dia sepertinya punya hati yang baik. Aisyah ingin menawarkan bantuan untuk keluarga kita."

"Maksudmu menawarkan bantuan?" Zayn mengerutkan keningnya tidak mengerti.

"Aisyah ingin memberikan modal untuk kita buka usaha Bang. Dia kasihan melihat kondisi ekonomi keluarga kita yang serba kekurangan. Bahkan untuk makan saja kita masih kesusahan."

Pria berusia 30 tahun itu menghembuskan napasnya kasar, inilah yang tidak dia sukai dari istrinya. Kenapa Linda harus mengumbar masalah rumah tangga mereka pada orang lain.

Bukannya Zayn tidak mengakui keluarga mereka orang susah. Tapi, rasanya tidak pantas jika harus menceritakan kesedihan untuk mendapatkan simpati dari orang lain.

"Lin, aku tahu kita ini susah. Tapi, aku tidak setuju jika kamu mengambil pinjaman. Aku juga sedang berusaha untuk mencari pekerjaan. Apapun aku lakukan demi mencukupi kebutuhan keluarga kita. Aku tidak ingin kita bergantung pada orang lain," tegas Zayn menolak.

"Tapi sampai kapan Bang? Apa kamu tidak kasihan sama anak-anak kita? Sampai dengan saat ini kita belum bisa memberikan mereka kehidupan yang layak Bang. Apa kamu tidak ingin melihat anak-anak bahagia." Linda menaikan nada bicaranya, kesal tentu saja pada sikap suaminya itu.

Ditawarkan pinjaman saja, Zayn secara terang-terangan menolak pinjaman itu mentah-mentah. Apa lagi, jika Linda harus mengatakan yang sebenarnya jika uang itu bukanlah pinjaman melainkan diberikan secara cuma-cuma dengan Zayn sendiri yang harus menebusnya.

"Sabar Lin. Aku ...."

"Sabar ... Sabar ... Sampai kapan aku harus sabar Bang? Kamu ini sayang nggk sih sama aku dan anak-anak?" Linda memotong ucapan Zayn, tidak ingin mendengar alasan apapun yang terlontar dari mulut suaminya.

"Lin, aku janji sama kamu. Aku akan berusaha untuk bekerja lebih keras lagi. Aku akan berusaha untuk membuat kamu dan anak-anak kita bahagia." Zayn hendak ingin meraih tangan sang istri, namun Linda menipisnya dengan cepat.

Wanita berdiri, ia menatap suaminya dengan kesal.

"Aku bosan mendengar janji terus. Aku dan anak-anak mana bisa bahagia hanya dengan janji yang selalu kamu ucapkan itu!"

Jika dipikir secara realistis, apa yang Linda ucapkan memang benar. Mana bisa istri dan anak-anaknya bahagia hanya dengan janji saja.

Tapi selama ini juga Zayn selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik, walau tidak pernah Linda tahu bagaimana susahnya dia mencari nafkah demi menafkahi keluarga kecilnya itu.

"Sudah, jangan cemberut terus. Aku berangkat kerja dulu. Doakan aku mendapatkan rezeki yang banyak." Zayn lebih baik pergi mengais rezeki dibandingkan berdebat dengan sang istri.

"Assalamualaikum," pamit Zayn, namun tidak digubris sama sekali oleh Linda.

Wanita berambut panjang itu memasang wajah cemberut, kesal karena Zayn tidak mau menuruti apa yang dia minta tadi.

Kesempatan baik tidak akan datang untuk kedua kalinya. Jelas saja Linda tidak akan menyia-nyiakan kesempatan. Apapun akan dia lakukan untuk membuat Zayn mau dan menyetujui semua permintaannya.

*****

Linda datang menemui sang ibu, tentunya dia ingin mengadu pada wanita yang telah melahirkannya tentang sikap Zayn.

Ini juga karena kebodohannya sendiri. Dulu, ibunya sempat menjodohkan dirinya dengan anak juragan tanah yang kaya raya, tapi karena ketampanan Zayn yang membuatnya tergila-gila membuat Linda memilih untuk menikah dengan pria miskin yang tidak bisa membahagiakan dia dan anak-anaknya.

Jika sudah seperti ini, hanya kalimat penyesalan yang terlontar dari mulutnya. Seandainya saja bisa mengulang waktu, Linda tidak ingin menikah dengan Zayn dan hidup sengsara bersama pria itu.

"Sudah begini kamu baru menyesal. Waktu ibu melarang mu dulu, kamu malah nekat bersama Zayn dan tidak mau mendengarkan semua yang ibu katakan!" Omel wanita paruh baya yang merupakan ibu kandung dari Linda itu.

"Ish, jangan dibahas lagi dong Bu. Lagian, aku sudah mengaku salah dan menyesali semuanya."

"Sekarang kamu baru bilang menyesal. Waktu kamu di mabuk asmara dengan Zayn, mana pernah kamu berpikir tentang penyesalan. Sudah begini, kamu sendiri yang rasakan akibatnya. Makanya kalau orang tua itu ngomong di dengar, jangan membantah."

Setiap membahas menantunya itu, Darmi selalu emosi. Dia tidak bisa menahan emosinya, gara-gara Linda memutuskan untuk menikah dengan Zayn dia gagal menjadi orang kaya.

Memang dasar putrinya itu memang bodoh! Bisa-bisanya memilih suami yang kere seperti Zayn. Jangankan bisa memberi dirinya yang sudah tua, mencukupi kebutuhan istri dan anak-anaknya saja Zayn masih serba kekurangan.

"Sudahlah Bu, lupakan semua itu. Aku ke sini karena ada sesuatu yang ingin aku ceritain sama ibu." Linda mengalah, tidak ingin membantah Darmi. Dia memang salah, dia mengakui itu.

"Mau cerita apa? Tentang suamimu itu lagi?"

"Iya Bu, tapi sekarang bukan tentang Bang Zayn yang belum bisa membahagiakan aku dan anak-anak. Tapi, tentang penawaran seorang wanita yang ingin membeli Bang Zayn dariku," cerita Linda menggebu-gebu.

"Seorang wanita ingin membeli Zayn?" Darmi tertawa tepikal-pikal. "Wanita bodoh mana yang mau melakukan semua itu? Memangnya apa kelebihan suamimu itu?"

"Ish Ibu, aku serius. Makanya dengarkan dulu."

Linda cemberut, melihat ibunya tertawa renyah seolah apa yang dia sampaikan itu semua adalah lelucon.

"Wanita yang menginginkan Bang Zayn, akan memberikanku uang 500 juta dengan syarat aku harus memberikan Bang Zayn padanya," sambung Linda bercerita, mengabaikan ibunya yang terus tertawa.

Seketika tawa Darmi menghilang, dia menatap putrinya dengan tatapan serius.

"Kamu serius?" tanya Darmi serasa tidak percaya pada cerita putrinya.

"Aku serius Bu," jawab Linda, "makanya aku datang ke sini. Aku ingin minta bantuan ibu, untuk membujuk Bang Zayn agar dia mau menerima tawaran dari temanku itu."

Darmi berpikir, dia membayangkan berapa banyak uang 500 juta yang Linda sebutkan tadi. Kekayaan sudah ada di depan mata, kapan lagi menantunya itu membawa keberuntungan jika bukan sekarang saatnya.

Meskipun tidak habis pikir dengan siapa wanita yang mau mengeluarkan uang begitu banyak hanya untuk mendapatkan Zayn.

"Tapi, bagaimana caranya membuat Zayn setuju. Suamimu itu pasti akan menolak mentah-mentah jika dia tahu tentang hal ini."

"Itulah yang sedang aku pikirkan sekarang Bu."

Ibu dan anak itu sama-sama berpikir. Tentunya pikiran mereka sama, tidak ingin menyia-nyiakan uang 500 juta yang telah menanti di depan mata mereka.

"Tapi, bagaimana dengan kamu Linda? Bukankah kamu sangat mencintai Zayn, lalu bagaimana mungkin bisa kamu memberikan suamimu pada wanita lain?" Meskipun mulut jahat, tapi Darmi masih memikirkan tentang perasaan putrinya.

"Sejujurnya aku sangat mencintai Bang Zayn Bu. Tapi, aku juga tidak kuat hidup miskin bersama dengan Bang Zayn. Aku kasihan sama anak-anak juga Bu, aku ingin mereka hidup bahagia dan tidak kekurangan seperti sekarang. Aku sakit melihat anak-anakku selalu dipandang sebelah mata oleh teman-temannya karena mereka tidak bisa memiliki seperti apa yang teman-teman mereka miliki."

Hati seorang ibu mana yang tidak sakit saat melihat anak-anaknya selalu dikucilkan dan dipandang rendah oleh anak-anak yang lain.

Kedua anak Linda hanya bisa menunggu janji yang ayah mereka ucapkan untuk membeli apa yang mereka inginkan. Mungkin anak-anak itu juga bosan, sama seperti dirinya yang bosan menunggu janji yang tak pasti.

"Pilihanmu sudah benar Lin. Jangan pikirkan tentang perasaan dan juga cinta. Jika kamu sudah memiliki uang yang banyak, kamu bisa bersenang-senang dengan anak-anakmu dan melupakan rasa cintamu pada Zayn. Zaman sekarang, cinta saja tidak cukup untuk membuat bahagia. Uang adalah sumber utama kebahagiaan, kamu bisa membeli kebahagiaanmu sendiri dengan uang yang nanti kamu miliki."

"Ibu benar, aku harus memikirkan masa depan anak-anakku juga."

Semakin mantap keputusan Linda untuk menerima tawaran dari teman lamanya itu. Setelah bicara dengan Darmi dia menjadi yakin dengan keputusan yang akan diambil.

Biarlah kehilangan seorang suami yang dia cintai, percuma bersama namun hidup penuh dengan penderitaan. Setelah memiliki banyak uang, Linda yakin jika perlahan dia bisa melupakan Zayn dan memulai hidupnya yang baru dengan uang 500 juta yang tidak pernah dia lihat seumur hidupnya.

*****

Pulang bekerja, Zayn tidak mendapati Linda ada di rumah. Hanya 2 anaknya saja yang semenjak tadi siang juga tidak melihat keberadaan ibu mereka.

Linda meninggalkan anak-anak tanpa makanan apapun di rumah. Kesal, tentu saja ada di dalam benak Zayn. Jika wanita itu marah dan kesal padanya, seharusnya Linda tidak melampiaskan pada anak-anak mereka.

"Ayah, apa mienya sudah matang?" tanya anak laki-laki Zayn yang datang ke dapur menyusul ayahnya.

Zayn berbalik, memandang wajah putranya. "Sebentar lagi ya," jawabnya disertai senyuman.

"Aku dan kakak sudah lapar Ayah," rengek anak kecil itu, memang semenjak pulang sekolah tadi mereka berdua tidak memakan apapun.

"Iya ayah tahu, kalian yang sabar ya."

Zayn mengusap lembut pucuk kepala putranya, ia tersenyum tipis. Hatinya perih melihat buah hatinya kelaparan seperti sekarang.

"Ayah, seperti ada suara orang yang ketuk pintu," ucap Daren, memberitahu ayahnya.

"Itu mungkin ibu kalian sudah pulang."

Zayn mematikan kompor, gegas dia pergi membuka pintu. Kebetulan Linda sudah pulang, dia akan meminta penjelasan pada istrinya tentang sikap Linda yang sudah sangat keterlaluan.

Dari rasa kesal dan marah, berubah menjadi rasa terkejut sekaligus penasaran. Zayn menatap pria di depannya, kurir pengantar makanan. Tapi, sejak kapan dia memasan makanan? Apa mungkin Linda yang melakukannya, lalu darimana istrinya mendapatkan uang.

"Pak, tanda tangan di sini ya," ucap kurir pengantar makanan mengagetkan Zayn dari lamunannya.

"I-iya," kata Zayn gagap. Awalnya dia menolak menerima makanan tersebut, dia tidak ingin menerima sesuatu yang dia tidak tahu asalnya.

"Tugas saya hanya mengantarkan Pak. Sesuai dengan alamat rumah, ini memang benar ditujukan untuk anda dan keluarga." Kalimat itu yang membuat Zayn, akhirnya luluh dan menerima makanan dari tangan kurir pengantar makanan.

Setelah mengucapkan terimakasih, Zayn membawa masuk makanan yang diserahkan oleh kurir tadi padanya. Meskipun ragu, Zayn tetap membawa masuk makanan tersebut dan meletakkannya di atas meja.

Tidak ada niat sama sekali untuk menyentuh makanan tersebut. Bisa saja makanan itu semua diberi racun untuk mencelakakan keluarganya. Lebih baik berhati-hati, daripada terjadi sesuatu yang tidak diinginkan nantinya.

"Ayah itu apa?" Daren datang menghampiri sang ayah, disusul oleh Desy yang merupakan anak sulung Zayn.

"Wah, ayah pesan makanan untuk kita," ucap kedua anak itu girang.

"Tapi ini ...." Zayn tidak lagi mampu berkata apa-apa saat kedua anaknya membuka makanan dan menyantapnya dengan lahap.

Daren dan Desy menyantap makanan di depan mereka dengan begitu lahap. Ada paha ayam goreng kriuk, dengan sambal dicocol juga nasi hangat. Keduanya hanya bermimpi ingin menikmati makanan seperti itu, namun sekarang mimpi mereka menjadi kenyataan. Akhirnya mereka berdua bisa makan, ayam KFC yang sering teman-temannya ceritakan.

"Ayah, kalau ada rezeki lagi aku dan adik dibelikan makanan seperti ini lagi ya," ucap Desy di sela makannya.

Zayn hanya tersenyum getir menanggapi apa yang anak-anaknya katakan. Sesederhana itu melihat anak-anaknya bahagia. Namun, dia belum mampu memberikan kebahagiaan yang anak-anaknya inginkan.

"Iya Nak. Kalian lanjutkan makannya, jangan ngobrol sambil makan." Zayn menegur, diusapnya pelan sudut matanya yang basah, tanpa disadari oleh kedua anaknya ayah itu menangis dalam diamnya.

Selesai kedua anaknya makan, Zayn membereskan bekas sisa makanan di atas meja. Walaupun berniat tidak ingin menyentuh makanan tersebut, tapi melihat anaknya makan begitu lahap Zayn mengurungkan niatnya itu.

Mungkin makanan itu juga merupakan rezeki anak-anaknya. Seseorang yang baik hati memberikannya untuk mereka, dan tidak seharusnya dia menolak kan?

Zayn melirik jam di dinding, sudah jam 8 malam dan Linda belum juga kembali ke rumah. Pria itu menarik napas panjang, selalu saja begitu karena tidak dituruti keinginannya Linda merajuk dan pergi dari rumah tanpa memperdulikan anak-anak yang membutuhkan ibunya.

"Ayah," panggil si kecil Daren lemah.

"Daren, kamu kenapa Nak?" Zayn menghampiri putranya yang terlihat pucat.

"Kepalaku pusing, aku juga mau muntah." Daren memegang kepalanya.

"Ayo Nak, ayah oleskan balsem."

Tanpa berpikir panjang, Zayn meraih putranya dalam gendongan lalu menidurkan di atas sofa kayu di ruang tamu.

"Ayah!" Panggil si sulung Desy, gadis itu menghampiri ayahnya dengan wajah terlihat pucat seperti adiknya.

"Ya ampun, kalian berdua kenapa Nak?"

Zayn panik melihat keadaan dua anak-anaknya.

"Daren, Desy, kalian ini kenapa? Jangan buat ayah khawatir." Zayn panik, terlebih melihat dari mulut kedua anaknya keluar busa.

"Daren, Desy!"

Kedua anak itu tiba-tiba kejang, Zayn semakin dibuat panik. Sebagai seorang ayah, dia tidak tahu harus melakukan apa.

"Zayn, apa yang kamu lakukan pada mereka? Kamu ingin membunuh Desy dan Daren!" teriak seseorang dari ambang pintu, menatap nyalang Zayn yang terlihat panik di depan kedua anak-anaknya.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku