Isabella Levronika- gadis yatim piatu yang tinggal di panti asuhan, menemukan cinta pertamanya yang merupakan suaminya akibat perjodohan yang terjadi antara mendiang orang tuanya dulu. Isabella pikir dirinya akan bahagia, namun siapa sangka ia ternyata menikahi pria yang terkenal sering bergonta ganti wanita. Apakah Isabella akan bertahan dengan pernikahannya? Atau ia justru menyerah dan melayangkan gugatan perceraian?
Sebuah papan nama besar, terbuat dari kayu berdiri kokoh didepan halaman sebuah bangunan yang lumayan besar dan megah.
@PANTI ASUHAN MELATI KASIH
Panti asuhan yang banyak menampung anak-anak jalanan, ataupun anak-anak yang sudah kehilangan orang tua mereka.
Panti asuhan ini sudah berdiri selama 30 tahun lamanya. Namun, bangunan dari panti asuhan ini masih sangat kokoh dan terlihat begitu terawat.
Tidak main-main para donatur dai panti asuhan ini yang menyumbangkan begitu banyak setiap bulannya.
Isabella Levronka atau gadis yang lebih sering di sapa dengan nama Isabel. Gadis yang berstatus yatim piatu sejak usianya masih 5 tahun. Terdengar seperti gadis yang malang.
Tepat di hari ini, tabel berulang tahun yang ke-17. Ia pun duduk termenung di taman seorang diri. Entah apa yang dipikirkan oleh gadis itu, tidak ada yang tahu.
Kembali ingatan Isabel di saat kejadian paling memilukan itu. Kedua orang tuanya harus meninggal karena kecelakaan lalu lintas di saat mereka perjalanan pulang ke rumah dari kantor. Sedikit demi sedikit, Isabel mengingat kejadian itu, namun lebih banyak ia diberikan cerita oleh seorang pemilik panti yang bernama Ibu Mesil.
Sayangnya, Isabel tidak bisa mengingat jelas wajah orang tuanya. Dia juga tidak memiliki foto dari mereka.
"Isabel sayang...." Panggil Ibu Mesil, yang kini sudah berdiri di belakang Isabel.
Isabel menoleh kebelakang dan tersenyum. "Iya bunda?"
Mesil mendekat dan mengusap lembut kepala gadis itu. "Isabel sedih?"
Isabel menghembuskan napasnya berat. Bagaimana bisa dia menyembunyikan kesedihannya. "Bagaimana Isabel tidak sedih bunda. Sebentar lagi Isabel harus menikah dengan laki-laki yang sama sekali tidak Isabel kenal. Apalagi umur Isabel masih 17 tahun, masih banyak hal yang mau Isabel lakukan"
Mesil terdiam sejenak, dia bisa mengerti bagaimana perasaan Isabel. Namun dia juga tidak punya pilihan lain selain melihat Isabel bahagia bersama dengan keluarga barunya nanti.
Mesil duduk dan menggenggam tangan Isabel erat. Kini matanya ikut berkaca-kaca, menatap wajah sendu gadis 17 tahun di hadapannya itu.
"Maafkan bunda ya, karena bunda memaksa Isabel untuk menikah. Tapi, Isabel harus ingat, bukan bunda tidak sayang dengan kamu. Tapi, karena bunda mau lihat kamu bahagia di luar sana. Hidup kamu seharusnya bukan di panti asuhan nak, kamu pantas mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan merasakan hangatnya keluarga"
"Kalian semua keluarga Isabel, Isabel nyaman dan hangat tinggal di panti. Panti ini rumah Isabel...." Isabel tidak bisa melanjutkan kata-katanya, ia merasakan sakit yang dalam karena harus meninggalkan tempat tinggalnya sejak kecil.
"Isabel lihat bunda" Mesil menangkupkan wajah Isabel. "Isabel percaya kan sama bunda?"
Isabel mengangguk.
"Bunda tidak mungkin mengizinkan kamu menikah dengan pria sembarangan, mereka ini adalah orang yang baik. Bunda yakin Isabel akan lebih bahagia setelah tinggal dengan mereka" ucap Mesil untuk meyakinkan Isabel.
Isabel masih terdiam.
"Isabel, mau kan terima pernikahan ini?" Tanya Mesil.
Isabel mendongakkan kepalanya, menarik napas dalam dan menatap langit mendung. Seakan langit pun ikut bersedih bersamanya.
"Iya, Isabel mau menerima pernikahan ini" jawab Isabel lirih.
Mesil memeluk Isabel dengan erat. Tak terasa air matanya berlinang begitu saja, namun dengan cepat Mesil menghapus nya.
"Kamu akan terus menjadi anak bunda sayang"
"Isabel juga selalu jadi anak bunda"
****
Hari yang di tunggu pun tiba. Kini, Isabel sudah duduk di depan meja rias. Dengan balutan baju pengantin berwarna cream lengkap dengan riasan wajah yang membuat aura kecantikannya semakin terpancar.
Isabel hanya bisa menatap dirinya dalam diam di depan cermin. Masih belum yakin apakah keputusannya saat ini adalah yang terbaik atau bukan.
Tapi kembali melihat senyum dari orang-orang yang ikut bahagia dalam pernikahannya ini, membuat Isabel meyakinkan dirinya jika semuanya akan baik-baik saja.
Ceklek.
"Kakak...."
"Siva...."
"Kakak cantik sekali" puji Siva gadis berusia 13 tahun, duduk di atas tempat tidur Isabel.
"Siva juga cantik"
"Hi hi, kak Isabel kalau aku besar nanti, aku juga menikah kan?" Tanya Siva random.
"Tentu saja!"
"Wah, nanti Siva mau menikah dengan pangeran"
"Boleh, kan Siva cantik dan anak yang baik. Pangeran mana pun pasti mau sama Siva"
Siva yang dipuji seperti itu menjadi malu sendiri.
Tak lama pintu kamar Isabel kembali terbuka. Mereka pikir itu adalah Mesil. Namun yang datang justru yang bukan di harapkan.
"Saya mau bicara dengan kamu!" Seru seorang pria tampan dengan wajah datarnya.
"Siva, bisa keluar sebentar sayang? Kakak mau bicara dengan dia dulu, kamu ke bunda saja, oke?"
"Oke kakak, Siva keluar ya" Siva beranjak meninggalkan tempat tidur, saat di sebelah pria dingin itu Siva melambaikan tangan dan tersenyum manis, "halo kakak tampan"
"Halo gadis cantik, kakak pinjam kak Isabelnya dulu sebentar"
"He he, iya kak, bye"
"Bye" senyuman pria itu begitu manis, namun hanya berlangsung beberapa detik saja di saat Siva sudah tidak ada di sana pria itu kembali memasang wajah yang datar.
"Cepat keluar! Saya mau bicara" titah pria itu.
Isabel mendengus kesal, namun tetap saja mengikuti langkah pria itu dengan lambat karena rok yang ia gunakan membatasi ruang geraknya.
"Astaga, lambat sekali. Jalannya cepat sedikit dong!"
"Ya sabar, ini juga sudah cepat" balas Isabel kesal.
Kini mereka berdua sudah berada di taman belakang panti. Isabel hanya berdiri saja sembari menatap punggung pria yang sejak tadi cuek padanya.
"Mau ngomongin apa disini?" Tanya Isabel.
Pria bernama Aksan Ernando Bagaskara, atau sering di sapa Aksan berbalik dan menatap sinis Isabel.
"Sejak awal lo emang mengincar keluarga kaya raya?"
Isabel mengerutkan dahinya tidak mengerti. "Maksudnya apa? Langsung ke intinya aja deh!"
Aksan tertawa sarkas. "Tidak usah sok polos, gue tau lo mau terima perjodohan ini karena lo mau hidup enak kan?" Tuduh Aksan.
Isabel mengepalkan tangannya kuat. "Tarik ucapan lo itu, gue bukan cewek seperti itu. Bahkan disini pun gue sangat nyaman!"
"Oh ya? Kalau lo nyaman disini, lo nggak akan mau menikah di usia semuda ini. Lo butuh uang berapa sih? Mau foya-foya kan? Gue bisa kasih, tanpa lo harus jadi istri gue"
Isabel tersenyum kecut, dia menahan diri untuk tidak menangis di hadapan pria yang sudah berani menghinanya secara terang-terangan.
"Lo pikir gue mau menikah sama cowok kayak lo? Nggak! Nggak sama sekali, gue terpaksa, jadi jangan pikir kalau gue mau menikah karena harta lo itu! Gue nggak butuh"
Aksan memasukkan kedua tangannya di saku celana. "Ha ha, anak yatim piatu bisa sombong juga. Heh, lo itu nggak punya siapa pun di dunia ini. Atau lo mau susulin orang tua lo ke neraka?"
Isabel tidak tahan dengan ucapan pria itu. Sangat menusuk hatinya. Tidak apa jika dia yang di hina, tapi jangan pernah membawa mendiang orang tuanya.
"Batalkan saja pernikahan ini, gue nggak sudi nikah sama cowok kayak lo" Isabel meninggalkan tempat itu.
"Tidak ada pilihan lain, sejak awal lo yang buat hidup gue sial" teriak Aksan tak kalah kesalnya. Dia melihat Isabel yang begitu angkuh di hadapannya, yang dia inginkan wanita itu harus bersujud di hadapannya saat dia ingin membatalkan pernikahan ini, tapi justru Isabel lah yang meminta pernikahan ini di batalkan.
Badan Isabel bergetar, ia kembali ke dalam kamarnya. Ia menangis sesenggukan, tak peduli dengan riasannya akan seperti apa.
"Mama Papa, Isabel tidak mau menikah dengan dia, dia sudah menghina kalian..." Tangis Isabel semakin pecah.
"Isabel, kamu kenapa sayang?" Terdengar suara panik dari seorang wanita yang baru saja masuk ke dalam kamar Isabel.
Radella, Mama dari Aksan menghampiri Isabel, dan panik saat melihat kondisi calon menantunya yang tidak baik-baik saja.
Buku lain oleh Vilani Senja
Selebihnya