icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
3.2K
Penayangan
28
Bab

Setelah kecelakaan hari itu, semuanya berubah. Hidupnya, usianya, hari-harinya, bahkan wajah dan tubuhnya. "Baiklah, walaupun aku tidak mengerti kenapa ini terjadi padaku, aku akan menerima nya.." Fiel menghela nafas, matanya ia edarkan ke arah jendela besar kamar inapnya. "Karena ku pikir ini akan menyenangkan.” Smirk kecil itu tercipta di bibirnya.

Bab 1 Terjadi

Suara tembakan menggema di ruang latihan khusus, tangan kurus lentik itu begitu kuat menahan setiap dorongan peluru yang keluar. Mata yang memancarkan keseriusan dan mulut yang terkatup rapat, begitu fokus hingga tak menyadari kalau dia menghabiskan hampir semua stok peluru yang ada.

"Sial, pelurunya habis."

Melemparkan pistol beserta alat keamanan lainnya, dia beranjak dari ruangan khusus menembak. Di belakang asisten merangkap sekertarisnya itu sudah berdiri sigap menyambut nonanya yang baru selesai latihan menembak dari jam 4 subuh. Dia menunduk kecil, "nona anda belum makan pagi dan sekarang makan siang sudah terlewat nona."

"Jam berapa ini?"

"Pukul 2 siang lewat 18 menit, nona."

Nonanya hanya mengangguk, dia lantas berlalu menuju ruang makan diikuti asistennya.

"Aku ingin makan salad buah saja, buatkan aku dua porsi Basti." Basti lengkapnya Bastian hanya mengangguk kecil lalu berlalu kedapur. Nonanya duduk santai di kursi makan sambil mengelap keringat dengan tissue yang ada di meja. Dia menghela nafas lalu menyugar rambutnya kebelakang, hari ini hari yang tidak terlalu sibuk untuknya, libur satu hari dari dua bulan yang lalu lumayan menurunkan penat di otaknya. Pekerjaannya memang menumpuk, hari inipun jika dari kemarin Bastian tidak terus menerus menegurnya dia pasti sedang ada di balik meja kerjanya, dan itu seperti rengekan di telinganya.

"Nona Fiel saya sudah buatkan salad buah 2 porsi dan jus melon untuk anda."

Bastian datang dengan nampan dan makanan yang disebutkan. Nonanya hanya mengangguk tenang, menyiapkan serbet diatas paha lalu mengambil sendak dan garpu yang ada di tengah meja. Dia makan dengan tenang, wanita yang mengedepankan tatakrama table manner, anggun dan berkelas. Bastian berdiri di sisi kanan sang nona.

"Saya sarankan nona merilekskan diri ke salon yang menawarkan spa untuk pijat tubuh nona, agar nona tidak terlalu kaku setelah bekerja siang dan malam selama dua bulan ini." Bastian memulai percakapan setalah 5 menit terjadi keheningan.

"Kau tau Basti.." Dia mengangkat serbet untuk mengelap mulutnya. "Kau terlalu cerewet, dan di telingaku kau merengek seperti bayi." Lanjutnya setelah meminum jus melon hampir setengah gelas, "dan aku kurang suka, kau menyebalkan dari dua hari kemarin, aku muak Basti."

Bastian yang mendengar itu hanya tersenyum kecil, terlampau sering mendengar ucapan nonanya yang selalu tajam. "Saya rasa nona perlu melakukan itu, saya sangat khawatir ketika mendapati nona bekerja sampai mimisan dan itu sudah keempat kalinya nona, saya tidak mau yang kelima kalinya." Katanya dengan tenang.

Nonanya hanya menghela nafas, lalu pandangannya ia arahkan pada asisten setianya. "Belakangan ini kau sering memaksaku, ada apa?"

"Tidak ada nona, saya hanya tidak mau anda sakit karna terlalu keras bekerja, saya akan menghandle semua perkerjaan nona hari ini lagipula untuk 3 hari kedepan anda tidak ada tatap muka dengan klien."

Masih dengan tersenyum. Dia hanya berdecak melihat wajah berseri asistennya. "Kau menyebalkan, tapi baiklah aku akan pergi ketaman kota untuk menenangkan pikiran, melihat anak kecil berlarian pasti menyenangkan, dan kau pasti sangat puas basti." Ia lalu beranjak dan pergi menaiki tangga menuju kamarnya.

Bastian tersenyum sangat lebar, tidak sia-sia dia mengeluarkan banyak kata rayuan, dia tau pasti nonanya akan bersedia keluar walaupun terpaksa.

***

"Aku tidak mau menyetir sendiri, kau antarkan saja aku pulangnya nanti kau jemput."

Bastian hanya mengangguk, dia langsung menjalankan mobil ketempat tujuan. Di sepanjang jalan Fiel, nona muda yang Bastian antar tidak bersua, dia hanya diam memandangi hiruk pikuk kota sore itu. Mereka berdua tipe orang yang tidak akan mengeluarkan suara apalagi itu bukan hal penting, dan Bastian bukanlah asisten dengan wajah yang ramah. Setelah berkendara selama 10 menit akhirnya mobil berhenti tepat di depan taman kota.

"Kau santai saja Basti, urus pekerjaan mu jangan hiraukan aku, ketika ingin pulang nanti akan aku telepon."

Tanpa mendengar balasan Bastian, Fiel melangkahkan kakinya menuju bangku taman yang kosong. Sepanjang mata memandang banyak orang tua yang membawa anak mereka untuk bermain disini, kebetulan taman yang Fiel datangi terdapat berbagai macam sarana bermain anak. Rasanya menenangkan, untuk seorang Fiel merefresh otak hanya perlu seperti ini, melihat anak kecil bermain riang kesana kemari tanpa memperdulikan apapun.

Dan hal seperti ini selalu mengingatkannya pada dua sisi ketika dia berumur 4 tahun. Sisi menyenangkan dan sisi tragis dalam hidupnya. Sebelum menjalani hidup suram seperti ini dia lahir di keluarga yang harmonis, mempunyai ibu penyayang, ayah yang tegas tapi lembut dan kakak laki-laki yang sering memanjakannya.

Terlahir di keluarga yang lumayan berada ayahnya seorang direktur besar di perusahaan manufaktur, ibunya seorang ibu rumah tangga yang pandai mengurus rumah dan anak-anaknya, mempunyai rumah 2 lantai yang cukup besar untuk 4 orang dalam keluarga, kakaknya berbeda 3 tahun dengannya, bersekolah di sekolah yang bagus teman yang menyenangkan dan dia sendiri suka sekali jalan-jalan di taman komplek rumahnya yang lumayan besar.

Disana dia sering mendapatkan teman baru yang seru, bermain perosotan dan berebut ayunan dengan teman lainnya. Namanya Cassandra Dimitri, anak perempuan usia 4 tahun yang cantik dan periang. Kakaknya bernama Rafiel Dimitri. Hari itu hari minggu dia ingat dengan sangat jelas, pagi-pagi sekali dia merengek pada kakaknya untuk ditemani ketaman komplek favoritnya, menangis sampai berguling di lantai hanya untuk merayu kakaknya. Ibu dan ayahnya hanya tersenyum geli melihat anak perempuan mereka.

Sudah tidak aneh. Karena tidak tega kakaknya setuju untuk menemani adiknya bermain di taman, tapi dengan syarat ayah dan ibunya harus ikut.

"Aku tidak mau repot sendiri ma, jadi kalian juga harus ikut."

Ayahnya kebetulan libur bekerja jadi pagi itu satu keluarga Dimitri berjalan-jalan keluar rumah dengan mobil mereka. Anak perempuan mereka langsung berlari kesana kemari ketika sampai, teman yang lainnya mengikuti anak perempuan itu dengan riang. Ketiga orang yang menemaninya hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum.

Dan hari beranjak siang sang anak perempuan mulai kelelahan, permainan di semua sarana sudah ia coba. Menghampiri keluarganya sang anak bilang ia lapar. Semuanya berjalan riang ke arah mobil, tujuan mereka sebuah restoran makan yang terkenal di daerah itu, sebenarnya tidak terlalu jauh berkendara selama 3 menit saja sudah sampai tapi sang anak perempuan merengek ingin di belikan jus mangga segar di depan sekolah kakaknya, dan mobil harus putar balik memenuhi keinginan sang anak perempuan.

Dan disinilah sisi tragis hidupnya, ketika mobil yang dikendarai oleh mereka akan berbelok di perempatan besar dari kanan jalan ke arah kiri, tiba-tiba melintas mobil box putih dari arah berlawanan dengan kecepatan penuh. Tabrakanan antara dua mobil di perempatan jalan yang lengang tak terelakan, mobil keluarga Dimitri berguling 2 kali kearah pohon sisi jalan, dan mobil box penabrak hancur di bagian depan dengan mayat sopir yang tergencet.

Orang-orang di sekitar jalan mulai berteriak histeris, sirene polisi mulai terdengar beberapa menit kemudian, semua orang berbondong-bondong menyelamatkan semua penumpang mobil sedan hitam. Dan hal terakhir ketika semua gelap adalah senyuman keluarganya.

"Menyebalkan sekali ketika mengingat hal yang menyakitkan seorang diri." satu tetes air mata meluncur dengan sengaja, dia tersenyum pahit.

Jam menunjukan pukul 16.50, berati Fiel sudah terlalu lama disini, dia menelepon Bastian agar menjemputnya di depan mini market yang ada di seberang taman kota. Fiel berjalan pelan kearah zebra cross yang ada lampu merah di depan sana. Suasana taman kota semakin ramai saja banyak anak remaja keluar untuk bermain bersama teman ataupun pacar, dan beberapa dari mereka merupakan keluarga yang berpiknik kecil di sore hari.

Fiel sudah berdiri di trotoar yang menghadap zebra cross, banyak pejalan kaki yang akan menyebrang entah di tempatnya ataupun di sebrang jalan. Dia akan menyebrang ke arah mini market, sidikit membeli camilan untuk malam hari nanti dan juga menunggu Bastian menjemput.

Suara tangis anak kecil mengalihkan atensi Fiel, dia menatap seorang anak dan seorang ibu yang tengah menenangkan anaknya, setelahnya dia memutuskan menghampiri anak kecil yang menangis di samping ibunya.

"Ada apa adik manis? Kenapa menangis?" Dia berjongkok mensejajarkan tingginya dengan anak itu.

"Balonku terbang ketengah jalan, tidak ada yang mau mengambilnya, ibuku bilang itu bahaya." terangnya setelah berbalik melihat siapa yang bertanya.

"Itu memang berbahaya sayang, banyak mobil dan motor nanti kita beli lagi saja ya." Ibu si anak menjelaskan.

"Enggak mau bu, Idam mau balon itu. Balon ilon man bu." si anak lanjut menangis, Fiel melihat ke arah tengah jalan, disana memang ada balon gas bergambar iron man dengan benang di bawahnya, bergoyang kesana kemari karena terkena angin dari mobil motor yang melintas.

Fiel tersenyum kecil, dia mengusap rambut anak itu. "Akan kakak ambilkan, tapi adik manis jangan menangis terus ya, kasian ibumu kewalahan."

"Gak usah mbak biarin aja itu bahaya mobilnya kenceng-kenceng."

"Enggak apa-apa bu, saya akan hati-hati, kok." Si ibu berniat melarang gadis cantik yang menawarkan bantuan, tapi si gadis sudah keburu pergi.

Fiel mengambil jalan menuju sisi trotoar dimana balon itu berada, karena terkena angin balonnya agak terbang jauh ketengah jalan. Fiel melirik lampu merah, lampunya masih hijau tapi detiknya sudah di angka 8. Oke, walaupun lampu merah berjalan agak lama tapi melihat ramainya kendaraan pasti akan sulit apalagi balonnya tidak diam karena angin. Jadi ketika lampu sudah merah, Fiel langsung berjalan pelan ketengah jalan sambil merentangkan tangan kanan guna memberitahu kendaraan agar memelankan kendaraannya.

Klakson kendaraan terdengar. Ketika Fiel sudah berada di tengah jalan dan balon iron man sudah di tangan, terdengar bunyi klakson kencang yang memekakan telinga, Fiel menoleh cepat kearah mobil yang melaju kencang. Bagaikan slowmotion, mobil putih itu menuju langsung kearahnya, menabrak tubuh Fiel dengan kencang, tubuhnya langsung melayang dan berakhir menubruk bagian belakang mobil lain.

Fiel baru sadar ada space kosong agak besar di sepanjang tengah jalan dan karena itu mobil putih yang menabraknya langsung menuju kearahnya tanpa menabrak mobil lain. Tapi terlambat, tubuhnya sudah tidak bisa bergerak tangan kanan yang memegang balon terlepas begitu saja, kepala dan pelipis kirinya penuh dengan darah, sakit sekali rasanya apalagi dadanya seakan remuk, dia susah mengambil nafas.

Fiel melirik kearah mobil putih tadi, mobil itu menabrak mobil lain setelah menabraknya dengan keras. Kap depan penyok dan mengeluarkan asap. Lalu dia melihat orang-orang mulai berdatangan melihat keadaanya dan terakhir yang dia lihat adalah wajah keluarganya yang sedang tersenyum. Dan gelap.

***

"Non mau kemana?"

Suara itu menghentikan langkah seorang gadis.

"Lexa mau keluar dulu sebentar bi." Jawabnya cepat.

"Tapi non belum makan setelah pulang sekolah, bibi udah masakin cumi sambel ijo kesukaan non." Dia bi Marni pembantu yang bekerja di rumah keluarga kaya Sagara.

"Iya nanti aja bi." Dan ini Alexa Putri Sagara, nona muda di keluarga Sagara.

Jawaban cuek itu menyurutkan ajakan bi Marni, apalagi tingkah terburu-buru nona mudanya seakan ada hal yang sangat penting menunggu. Setelah keluar dari rumah, Alexa langsung melajukan honda jazz putih miliknya agak kencang.

Pikirannya rumit di tambah hatinya sangat sakit. Kejadian di sekolah selalu membuat dia emosi, melihat pria idamannya lebih memilih wanita lain, tanpa mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu, situasi yang membuat orang-orang salah paham apalagi tidak ada seorang teman yang membantunya. Semuanya kacau tidak ada yang berpihak padanya, semuanya membencinya.

Dia tidak mempermasalahkan jika pria itu cuek padanya tapi dia tidak pernah mau jika pria idamannya menatapnya dengan benci. Sungguh dia tidak sanggup. Kenapa semua hal buruk selalu saja menghampirinya.

"Gue benci hidup ini, gue benci kalian semua." Alexa menangis keras, dia memukul setir kemudi agar menghilangkan rasa sakit dihatinya.

Sebelum mendapatkan hal sial tadi di sekolah, semalam dia juga mendapatkan hal sial lainnya. Niat hati ingin menelepon kedua orang tuanya karena hari ini dia berulang tahun, 18 April hari rabu, menelepon dengan hati riang inginya dia menyuruh orang tuanya agar cepat pulang dari Belanda tapi mereka bilang,

"Itu hanya hari ulang tahun sayang, mama dan papa sedang sibuk sekali jadi benar-benar tidak bisa pulang, lain kali saja oke, bilang pada mama kamu mau hadiah apa nanti kami kirim dari sini."

Setelah itu panggilannya di putus begitu saja, dia bahkan belum mengucapkan betapa rindunya dia berkumpul bersama seperti dulu, atau betapa muaknya dia dengan kehidupan sekolahnya. Dia hanya ingin mempunyai tempat berkeluh kesah, orang yang bertanya bagaimana harinya atau apa saja yang dia inginkan, dan dia berharap itu adalah orang tuanya.

Tapi itu adalah hal yang mustahil, mereka hanya peduli pada pundi-pundi uang perusahaan, sibuk bulak balik keluar negeri meninggalkan kedua anaknya yang betul-betul mengharapkan kasih sayang. Setelah panggilan itu tertutup, Alexa langsung menangis kencang dia membanting kuat ponselnya hingga hancur. Menangis semalaman sampai tenggorokannya sakit dan esok harinya mata itu sembab dan merah, sakit sekali hatinya, sweet seventen yang ia idamkan hancur begitu saja.

Dan di malam itu dia hanya meminta agar dia mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang-orang terdekatnya. Hanya itu. Terlalu larut dalam sedihnya Alexa tidak sadar kalau mobilnya melaju terlalu kencang, membelah jalanan kota yang ramai, bunyi beberapa klakson baru menyadarkannya.

Tapi terlambat, di depannya berdiri wanita yang sedang memegang balon. Mobilnya menghantam keras tubuh itu dengan kuat, sempat dia lihat tubuh yang di tabraknya melayang dan tergeletak bersimbah darah, karena kaget luar biasa dia membelokan mobilnya kekiri menabrak mobil lain. Kepalanya terhantam kuat pada setir kemudi, bisa dia rasakan darah mengalir dari pelipisnya. Pusing mendera, dada sakit dan tangan kanannya tergores kaca pintu mobil yang pecah. Setelahnya hanya kegelapan yang menyapa.

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku