Cinta yang Tersulut Kembali
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Mantanku yang Berhati Dingin Menuntut Pernikahan
Balas Dendam Manis Sang Ratu Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta di Jalur Cepat
Gairah Liar Pembantu Lugu
Jangan Main-Main Dengan Dia
Mantan Istri Genius yang Diidamkan Dunia
Tawaran Gila Suamiku
"Ulfa!" teriak Sano dari dalam kamar berhasil mengejutkan sang istri yang sedang menyuapi anak sematawayang mereka di ruang keluarga. "Ulfa, di mana kamu?!"
"Ada apa, Mas?"
Terpaksa Ulfa beranjak dari duduknya, lalu melangkah cepat menuju sumber suara. Dia terkejut mendapati kamar dalam keadaan hancur seperti kapal pecah. Handuk basah diletakkan begitu saja di tempat tidur, sementara bantal teronggok di lantai bersama pakaian kotor.
Ada apa? batin Ulfa bertanya-tanya. Padahal saat suaminya sedang mandi, kamar itu sudah rapi. Saat melirik ke lemari pakaian yang terbuka, ternyata sama berantakannya. Ulfa membuang napas kasar berusaha untuk bersabar.
"Dasi aku mana?! Kalau aku telat ke kantor, bukan kamu yang dimarahi sama bos!" teriak Sano dengan wajah merah padam.
"Kenapa kamu semarah itu, Mas? Dasi kamu ada di dalam lemari. Biasanya kamu langsung lihat, 'kan?"
Sano mendengus kesal, tidak ingin mengucapkan sepatah kata pun. Sementara Ulfa segera mengambil dasi berwarna biru navy, lalu memasangkannya di leher sang suami.
"Aku bisa sendiri!" ketus Sano lagi semakin membuat Ulfa bingung lantas mengerutkan kening.
Selama lima tahun pernikahan mereka, Sano tidak pernah berbuat kasar pada Ulfa apalagi teriak-teriak di pagi hari hanya karena masalah sepele. Sekarang dia berbeda, bahkan dari pandangan matanya, Ulfa bisa merasakan kalau Sano sangat benci padanya.
Akhirnya, dia berusaha mengingat-ingat kesalahan yang mungkin saja membuat Sano marah. Beberapa menit berlalu, Ulfa tidak berhasil menemukannya. Apalagi tadi malam mereka masih saling berbagi cerita karena tiga hari yang lalu Sano diangkat sebagai manager.
"Kenapa bengong di situ bukan ngurus Alea? Bau bawang!"
"Apa katamu, Mas? Bau bawang?"
"Iya, kamu bau bawang!" ulang Sano tanpa rasa bersalah padahal jelas ledekan itu teramat melukai hati Ulfa.
Ulfa sampai menitikkan air mata membiarkan Sano berlalu begitu saja. Padahal jam masih menunjuk angka enam lewat lima menit dan tadi dia mengatakan terlambat? Jarak dari rumah ke kantor saja hanya butuh waktu lima belas menit. Oh, ayolah, Ulfa merasa ada sesuatu yang tidak beres.
Daripada terpaku di tempat, Ulfa melangkah cepat mengekori suaminya sampai di meja makan karena Alea pun terlihat sibuk bermain. "Kok, tumben sepagi ini udah siap, Mas? Biasanya juga kamu agak telat dikit."
"Maksud kamu apa? Kamu mau nuduh aku selingkuh?" Mata Sano langsung menyalak tajam. Nasi goreng yang baru saja dia kunyah langsung disemburkan ke sembarang arah. "Makanan apa ini? Kamu sebenarnya bisa masak nggak, sih? Nasi goreng asin begitu. Kamu mau tekanan darahku tinggi, lalu mati?"
Ulfa menggeleng menatap tidak percaya pada Sano. Benarkah dia Sano yang selama ini bersikap lembut padanya? Lalu jika iya, lantas ke mana semua kasih sayang dan cinta yang selalu dia tunjukkan itu?
Hal aneh lainnya yang mengganjal di hati Ulfa adalah cara berbicara Sano. Jika dulu dia akan menyebut dirinya 'mas', lalu memanggil Ulfa dengan sebutan 'dek', sekarang tidak lagi. Ulfa hanya mendengar kata aku dan kamu seolah mereka adalah orang asing.
"Mas, aku nggak nuduh kamu selingkuh. Aku cuma nanya, tumben kamu–"
"Bohong!" tampik Sano menolak alasan.
Ulfa yang sudah geram langsung memukul meja dengan keras. Selama ini dia selalu berusaha menahan amarah berharap rumah tangganya jauh dari perdebatan, tetapi kini Ulfa merasa harus tegas juga. Sudah banyak istri yang dianiaya oleh suami sendiri karena terlalu lugu dan bodoh.
"Mas, tadi kamu bahas nasi goreng yang asin, 'kan? Sejak kapan nasi goreng ini asin? Mas kira aku nggak nyicipin sebelum ngasih ke kamu, Mas? Lagian dari tadi marah-marah begitu sebenarnya ada apa? Mas kalau nggak mau aku ada di sini tinggal bilang aja biar aku pergi!"