Cinta yang Tersulut Kembali
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Mantanku yang Berhati Dingin Menuntut Pernikahan
Balas Dendam Manis Sang Ratu Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta di Jalur Cepat
Gairah Liar Pembantu Lugu
Jangan Main-Main Dengan Dia
Mantan Istri Genius yang Diidamkan Dunia
Tawaran Gila Suamiku
"Kau akan menikah dengan Gevan."
Seorang lelaki paruh baya berbicara dengan ekspresi meyakinkan. Sedangkan di hadapannya, seorang gadis dengan rambut coklat menatapnya tak percaya.
"Siapa, Gevan?" tanyanya bingung.
"Putra keluarga William."
"Hooh." Gadis itu mengangguk santai sambil mengambil sepotong roti di hadapannya. "Tentu saja aku menolak, Ayah," lanjutnya sambil menggigit roti tersebut.
"Aku tidak bertanya pendapatmu. Ini perintah." Lelaki yang dipanggil ayah itu sudah kehilangan sedikit kesabaran menghadapi putri sulungnya ini. Namun ia masih berusaha tersenyum demi memenangkan obrolan penting ini.
"Kenapa tidak? Pendapatku penting. Aku yang akan tidur dengannya setelah menikah."
"Brianna, mengertilah. Dia lelaki yang baik. Aku hanya ingin kau bahagia ke depannya."
"Aku sudah bahagia, Ayah. Lagi pula umurku baru 20 tahun. Terlalu muda untuk menikah. Selain itu aku juga punya pacar."
"Kau pikir aku tidak tau? Di kampus kau hanya bertengkar dan membuat masalah. Tidak ada lelaki yang mau mendekatimu. Apalagi menjadi pacarmu. Blaire selalu menceritakan itu padaku."
Briana memutar bola matanya dengan malas. Blaire, nama yang membuatnya muak setiap mendengar ayahnya mengucapkan nama itu. Sejak ibunya meninggal, Brianna selalu menyendiri dan menjauhi orang-orang. Bahkan saat ayahnya menikah kembali dan membawa Blaire yang lebih muda satu tahun darinya sebagai adik, ia tak pernah mempedulikannya. Namun beruntung hidupnya tidak seperti kisah tokoh utama novel yang sering ia baca. Disiksa ibu dan adik tiri, dicampakkan oleh ayah kandung dan dibuang kekasih tercinta. Ia sangat bersyukur untuk itu, dikelilingi orang-orang yang penuh cinta membuatnya merasa baik-baik saja. Setidaknya itu yang ia lihat dan pikirkan hingga beberapa bulan yang lalu.
"Saat keluarga kita dalam situasi terpuruk, Keluarga William selalu ada mengulurkan tangannya. Lalu beberapa waktu yang lalu, saat bisnis fashion yang dikelola atas namamu sedang diambang kehancuran, lagi-lagi Keluarga William membantu. Mereka sangat ingin mengenalmu lebih dekat, Sayang. Hingga timbullah perjanjian bahwa kami akan menikahkanmu dengan putra tunggal mereka, Gevan. Dia lelaki yang baik. Ini kesempatan bagus, Brianna. Memangnya kau bisa mendapatkan lelaki yang lebih baik dari Gevan?" tanya lelaki tersebut.
Brianna berdecak, hebat sekali ayahnya bisa mengetahui baik buruk seseorang. Namun sayang sekali, ayahnya seolah buta pada keburukan dua ular di rumah mereka. Beberapa minggu yang lalu, Brianna baru saja menyadarinya bahwa Blaire selalu 5 tingkat lebih istimewa dibanding dirinya. Lalu kedua wanita yang tinggal bersamanya itu sangat pandai menyimpan ekspresi.
"Kenapa bukan Blaire saja yang menikah dengannya? Dia lebih cantik, pintar dan berbakat daripada aku." Brianna bertanya. Ayahnya terlihat sedikit bingung mencari jawaban untuk menjawab pertanyaan sederhana Brianna. Walaupun Brianna sudah bisa menebak jawaban apa yang akan dikeluarkan oleh ayahnya ini.
"Itu ... Mereka menginginkanmu. Lagi pula kau adalah putri sulung keluarga Abraham, dan kau yang pantas menduduki posisi sebagai Nyonya William selanjutnya, Brianna Abraham."
Brianna menatap tajam wajah ayahnya, sekilas ia melihat guratan senyum licik di sana. Namun ia tak ingin terlalu pusing memikirkan itu, yang paling penting adalah, bagaimana ia bisa keluar dari situasi ini dengan cerdik.
"Baiklah, putri sulung Tuan Abraham ini setuju." Brianna tersenyum kecil. Ia harus menyudahi obrolan ini terlebih dahulu baru berpikir bagaimana menghentikan rencana konyol tentang pernikahan ini. Ia masih ingin mengejar karirnya, bersenang-senang dan mengumpulkan uang untuk hidup jauh dari kota ini. Namun hal seperti itu harus ia lupakan jika ia benar-benar menikah nantinya.
"Kau memang putriku, Brianna." Abraham tertawa kecil.
"Apa itu berarti aku sebelumnya dicurigai sebagai anak pungut?" Brianna bertanya blak-blakan.
"Tentu saja kau putriku. Aku yang membuatmu bersama ibumu." jawab Abraham. Brianna tidak menjawab, setelah menghabiskan jus di gelasnya, ia memilih beranjak tanpa pamit dari restoran kecil tersebut.