Eriska terpaksa harus menerima perselingkuhan suaminya karena Bagas mengatakan bahwa keperawanan Andin telah diambil. Dia juga mengungkit Eriska yang belum mengandung sejak tiga tahun pernikahan mereka. Lantas, sampai berapa lama Eriska sanggup bertahan jadi istri pertama Bagas dan mengayomi adik madu yang sepertinya ... tak tahu malu?
Tap tap tap!
Langkah pelan dan pendek Eriska memecah kesunyian di dalam ruang tamu. Eriska baru saja pulang dari bekerja paruh waktu.
Selama tiga tahun menikah, kehidupan Eriska dan sang suami bernama Bagas belum sempurna karena belum mendapatkan buah hati jadi. Lantas, untuk mengisi waktunya, Bagas mengusulkan agar sang istri bekerja di sebuah restoran milik salah satu temannya dari siang sampai pukul sembilan malam.
Sebagai sosok wanita mandiri, Eriska menyetujui usulan sang suami karena rasa jenuh selalu hinggap kala dia sendirian di rumah. Dia juga ingin memperingan beban suami.
Cepat, Eriska membersihkan diri dan keluar dari kamar mandi yang tidak jauh dari kamarnya. Namun, pemandangan tidak lazim ditemuinya
"Siapa kamu?" tanya Eriska segera kala melihat sosok wanina dengan penampilan sama dengannya, wanita asing itu hanya memakai handuk yang melingkar di atas dada.
"Aku? Justru, kamu yang siapa?" Wanita itu balik bertanya.
Eriska berjalan perlahan ke arahnya tak mengerti. "Ini rumahku." Dia segera mengintip ke dalam kamar. "Mas, mas Bagas!" panggilnya cukup lantang.
Namun, suaranya terasa sia-sia karena suaminya tidak terdengar menjawab. Eriska lantas memaksa masuk dan sedikit menggeser paksa wanita yang tidak pernah ditemuinya. "Permisi."
Wanita itu pun bergeser seiring dorongan tangan Eriska, lalu menyunggingkan bibir tidak suka.
"Mas ...," panggil Eriska lagi. Keadaan ranjang sangat berantakan dan terdapat noda darah di sana. Wajah kagetnya begitu kental selagi memegangi dadanya. "Apa yang terjadi?" Pikirannya segera berkelana pada perbuatan tidak senonoh yang dilakukan wanita tidak berpakain itu. "Mas!" kagetnya dicampur panik.
Kriet ....
Pintu kamar mandi terbuka perlahan. Seorang pria dengan rambut masih basah keluar dari sana. Dia juga hanya memakai handuk putih yang melingkar di pinggangnya.
Wajah ceria terpampang jelas pada Bagas, tapi sejurus kemudian berubah panik kala melihat Eriska, "Loh, sayang?" Dia menatap lekat ke arah sang istri lalu berpaling ke arah Andin yang masih berdiri di ambang pintu.
Eriska menatap keduanya secara bergiliran, lalu mulai menyelidik, "Siapa dia, mas?" Wanita itu menunjuk Andin saraya menatap Bagas.
Bibir Bagas mengatup selama beberapa saat lalu bergetar kala akan bersuara.
Andin--wanita asing itu--menanyakan hal yang sama pada Bagas, "Mas Bagas, siapa wanita itu? Kenapa dia masuk ke rumah kamu?"
Bagas masih mematung di tempatnya, dia menatap Andin lalu kembali pada Eriska. "Hemm... Er, aku bisa jelaskan," ucapnya untuk Eriska.
"Ga usah, mas. Semua udah jelas!" tegas Eriska. Dia berusaha mati-matian menahan air matanya yang sebentar lagi merembes. Sebelum hal itu terjadi, tangannya segera disibukan mengambil pakaian untuk menutupi tubuhnya, lalu kembali ke kamar mandi yang baru saja dia gunakan.
Andin kembali menggeser tubuhnya kala Eriska melewatinya, tatapannya tidak lepas dari Eriska sampai wanita itu hilang di balik pintu kamar mandi. "Mas, jelasin ke aku!" pinta Andin.
Sementara, Eriska menggunakan pakaian dengan perasaan hancur. Namun, dia masih tetap menyimpan air matanya. Dia tidak mau terlihat lemah sampai keluar dari kamar mandi.
******
"Sayang." Pria itu segera menghampiri Eriska, lalu mendekap kedua bahunya.
Rupanya Bagas dan wanita yang dituduh Eriska sebagai pelakor sudah menunggu, pun mereka sudah berpakaian rapih.
"Aku minta maaf, aku ... telah menghianati kamu," bongkarnya seakan tanpa malu. Ucapannya juga tidak sesuai dengan raut wajahnya, seolah kata maaf itu hanyalah gurauan.
"Sudahlah, mas." Eriska membuang perlahan kedua tangan Bagas yang mendarat di bahunya.
Bagas kembali berdiri tegap setelah kata maafnya tampak ditolak. "Sayang ... aku tahu aku salah, tapi semua ini karena kekurangan kamu."
Eriska menatap nanar pada wajah suaminya. "Iya mas, aku memang punya kekurangan." Wajahnya masih dibuat santai dengan hati terbakar sekaligus remuk.
Lagi-lagi Andin menyunggingkan bibirnya seolah mencibir. Kedua tangannya dilipat di atas dada dengan angkuhnya. Eriska melirik sesaat pada si pelakor yang berdiri tidak jauh dari punggung suaminya.
Namun, dia terkejut begitu melihat response sang suami.
Bagas terlihat menghembuskan napas angkuh.
"Syukurlah kamu sadar. Mulai sekarang dia madu kamu."
Bersambung ....
Buku lain oleh Desti Angraeni
Selebihnya