Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Dunia Lain Suamiku

Dunia Lain Suamiku

Nayesa

5.0
Komentar
224
Penayangan
3
Bab

Perkara rumah tangga dan pekerjaan, aku dituntut untuk profesional.

Bab 1 Di Abaikan

"Ini kopinya, Mas." Aku menyodorkan gelas kopi yang masih panas ke hadapan Mas Arfin yang sedang sibuk dengan game di ponselnya.

"Hem." Hanya itu jawaban Mas Arfin. Selalu seperti ini, saat di rumah. Hape tak pernah lepas dari genggamannya. Kalau bukan game pasti Youtube dan Instragram. Aku serasa menikahi laki-laki ban**.

Berulang kali aku protes dan marah, namun Mas Arfin tidak menggubrisnya.

Bahkan, saat anak pertama kami lahir, tak pernah sekalipun Mas Arfin menggendongnya, sampai sekarang bayiku berusia tujuh bulan.

Semua ini gara-gara benda kecil pipih yang sudah menguasai Mas Arfin.

Ya, aku merasa jika aku telah diduakan Mas Arfin. Dan ponselnya yang berlogo apel itu, telah merebut Mas Arfin dariku dan putri kami.

Sering terjadi pertengkaran kecil antara aku dan Mas Arfin.

Laki-laki yang telah menghalalkan ku dua tahun ini, kerap berkata-kata kasar dan sering melampiaskan amarahnya pada benda atau barang di sekitarnya.

Sampai saat ini, aku masih bertahan demi Alea, malaikat kecil yang dikirim Allah untuk menyempurnakan cintaku dengan Mas Arfin.

Mas Arfin bekerja sebagai pegawai di salah satu bank ABC di kota ini. Sedangkan aku, baru satu tahun ini bekerja sebagai guru honorer di SMA Swasta di kota ini juga.

Mas Arfin anak sulung dari dua bersaudara. Adiknya, Dina, sudah berkeluarga dan tinggal se-kota dengan kami.

Hari ini Mas Arfin tidak ke kantor karena hari Sabtu. Aku berniat menitipkan Alea, namun jawaban suamiku sangat menyakitkan.

"Siapa suruh cepat punya anak, nyusahin 'kan jadinya?" sungutnya sembari memainkan ponsel yang terus melekat di tangannya.

Jawaban Mas Arfin cukup membuatku paham, jika sampai saat ini Dia belum bisa menerima kehadiran Alea.

Dulu pas awal-awal menikah, Mas Arfin selalu mewanti-wanti agar aku tak cepat hamil. Katanya tunggu mapan dan punya segalanya, karena kami berdua baru meniti karier.

Aku mengiyakan permintaan Mas Arfin, namun Allah punya rencana lain. Bulan ke delapan usia pernikahan kami, benih tertanam di rahimku.

Aku bahagia, tapi tidak dengan Mas Arfin. Dia sangat membencinya karena beranggapan bahwa janin yang aku kandung akan menghalangi rejeki karena otomatis aku akan berhenti bekerja.

Saking bencinya dengan kehadiran anak, Mas Arfin sampai berjanji tidak menyentuhku lagi agar aku tidak hamil lagi. Dan terbukti sampai saat ini, Alea sudah berusia tujuh bulan, Mas Arfin belum menafkahiku secara batin.

Berulang kali aku menjelaskan bahwa kelak, anak kami akan memberikan rejekinya tersendiri.

Mas Arfin tidak memperdulikan kondisiku saat hamil. Aku tetap menguatkan diri, mungkin saat ini suamiku belum menerima calon anakku. Dan aku berharap, saat anakku sudah di dunia, ayahnya akan menyayangi dan mencintainya sepenuh hati.

Dan harapanku sia-sia. Bahkan, mengadzani Alea yang baru saja dilahirkan, Mas Arfin menolak dan memilih meninggalkan rumah sakit.

Aku yang rentan stres saat itu, sudah nekat meminta cerai. Dan anehnya, Mas Arfin malah mengancam tidak akan melepaskan dan menceraikan aku. Aku bingung, merasa kalau ada sesuatu yang disembunyikan oleh suamiku.

Seperti biasanya, aku menggendong Alea dan siap berangkat sekolah. Popok dan mainan serta roda untuk putriku, sudah siap. Aku tak ingin merepotkan Mbak Ani, pengasuh Alea yang bekerja paruh waktu, hanya saat aku di sekolah.

Kebetulan rumah Mbak Ani berhadapan dengan sekolah tempatku mengajar, jadi memudahkan aku untuk menyusui Alea saat di sekolah.

Aku mencium tangan Mas Arfin yang masih setia di tempatnya, tak berubah sedikit pun. Ponsel di tangannya menampilkan game M* yang sedang berlangsung. Lama menatapnya, membuatku muak.

"Aku pamit, Mas."

"Hem." gumamnya dengan tatapan yang terus tertuju di layar ponsel.

Singkat, jelas dan padat. Salah satu ciri khas Mas Arfin jika menjawab atau merespon pembicaraanku.

Ah, bodoh amat dengan kau, Mas. Mulai saat ini, aku tidak akan memperdulikanmu lagi sampai kau mau menerima kehadiran Alea.

Aku mengendarai motor matic maronku yang baru ku beli beberapa bulan yang lalu saat selesai cuti melahirkan.

Dan, bukan kehadiran Alea saja yang tak diterima Mas Arfin dan keluarganya, pun kehadiran si maron ini. Mas Arfin marah dan menuduhku mencuri saat tahu aku membeli motor ini. Wajar jika Mas Arfin dan keluarganya terkejut, karena mereka menganggap aku tak punya uang dan berasal dari keluarga miskin.

"Memang berapa sih gaji guru honorer macam kau? Masa mampu beli motor, cash lagi?"

Begitu komentar Mas Arfin yang diiyakan sama Bapak, Ibu mertua dan Dina, adiknya. Aku hanya tertawa dalam hati. Baru motor saja mereka sudah menggeliat, apalagi kalau ku beli Mercedes Benz. Bisa mati berdiri mereka.

Aku berdalih jika motor ini dibelikan Bang Andi, Abangku satu-satunya yang paling ditakuti Mas Arfin.

Menyebut nama Bang Andi, Mas Arfin tak banyak celoteh lagi. Karena dia tahu kalau Abangku itu punya usaha ternak sapi dan kerbau, jadi wajar jika membelikan adik semata wayangnya ini sebuah motor.

Padahal, motor ini aku beli dari hasil keringatku sendiri. Selain sebagai guru honorer, aku juga sebagai penulis novel atau cerbung di beberapa platform yang sudah ku tekuni saat masih kuliah, empat tahun yang lalu.

Dan penghasilanku per bulan tergolong fantastis. Sebagian aku tabung dan sebagian lagi aku pakai untuk modal usaha rumah makan dan butik yang sudah berjalan selama satu tahun.

Aku juga membeli beberapa rumah yang dilelang pihak bank karena pemiliknya tak mampu membayar cicilan.

Dan tentu saja, semua ini tanpa sepengetahuan Mas Arfin dan keluarganya.

Awal menikah, aku berniat memberi tahu Mas Arfin. Namun melihat tingkahnya dan juga keluarganya, membuatku mengurungkan niat.

Baru saja hendak meninggalkan halaman rumah, sesosok makhluk yang paling ku benci, muncul di hadapanku.

"Eh Kak, tunggu dulu. Dina mau pinjam motor kakak, boleh ya, Kak?" pinta Dina, adik Mas Arfin yang juga tak kalah menyebalkan.

"Mau pinjam? Enggak salah?" sinisku menatap Dina.

"Enggak. Ayo turun, aku udah telat, nih!" sergah Dina dengan tingkah sombongnya yang begitu memuakkan.

"Beli dong. Masa kalah sama guru honorer." Ledekku membuat merah wajah Dina.

Piiip! Piiipp!

"Minggir, guru honorer mau lewat." Ku bunyikan klakson berulang kali, membuat Dina terperanjat.

Aku menancap gas, meninggalkan Dina yang sebentar lagi akan berubah menjadi Mak Lampir.

"Kurang ajar, bo*oh, bego, kampungaaannn!!!" teriak Mak Lampir tak karuan. Aku tak peduli, terus melajukan kendaraanku.

Dina, Dina. Kalau kau baik, aku akan jauh lebih baik. Pun sebaliknya.

Masih pagi, saat aku sampai di sekolah. Aku langsung menuju rumah Mbak Ani, yang sepertinya sudah menungguku dari tadi.

Menyusui Alea hingga bayi kecilku tertidur. Setelahnya, aku ke sekolah, guna melaksanakan tugas sebagai tenaga pendidik untuk generasi negeri ini.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

My Doctor genius Wife

My Doctor genius Wife

Romantis

4.8

Setelah menghabiskan malam dengan orang asing, Bella hamil. Dia tidak tahu siapa ayah dari anak itu hingga akhirnya dia melahirkan bayi dalam keadaan meninggal Di bawah intrik ibu dan saudara perempuannya, Bella dikirim ke rumah sakit jiwa. Lima tahun kemudian, adik perempuannya akan menikah dengan Tuan Muda dari keluarga terkenal dikota itu. Rumor yang beredar Pada hari dia lahir, dokter mendiagnosisnya bahwa dia tidak akan hidup lebih dari dua puluh tahun. Ibunya tidak tahan melihat Adiknya menikah dengan orang seperti itu dan memikirkan Bella, yang masih dikurung di rumah sakit jiwa. Dalam semalam, Bella dibawa keluar dari rumah sakit untuk menggantikan Shella dalam pernikahannya. Saat itu, skema melawannya hanya berhasil karena kombinasi faktor yang aneh, menyebabkan dia menderita. Dia akan kembali pada mereka semua! Semua orang mengira bahwa tindakannya berasal dari mentalitas pecundang dan penyakit mental yang dia derita, tetapi sedikit yang mereka tahu bahwa pernikahan ini akan menjadi pijakan yang kuat untuknya seperti Mars yang menabrak Bumi! Memanfaatkan keterampilannya yang brilian dalam bidang seni pengobatan, Bella Setiap orang yang menghinanya memakan kata-kata mereka sendiri. Dalam sekejap mata, identitasnya mengejutkan dunia saat masing-masing dari mereka terungkap. Ternyata dia cukup berharga untuk menyaingi suatu negara! "Jangan Berharap aku akan menceraikanmu" Axelthon merobek surat perjanjian yang diberikan Bella malam itu. "Tenang Suamiku, Aku masih menyimpan Salinan nya" Diterbitkan di platform lain juga dengan judul berbeda.

Godaan Sang Mantan

Godaan Sang Mantan

Romantis

5.0

WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) "Ughh..." Marina melenguh sambil mencengkram pergelangan tangan Willem. "Sakit, Will." "Kamu mendesah barusan," bisik Willem. Marina menggigit bibirnya menahan senyum yang hendak terbit. Willem segera menegakkan punggungnya, menatap Marina dengan penuh cinta di bawah kendalinya. "Tapi sakit, jangan terlalu keras... ahhh," ucap Marina. Belum selesai ia berucap, tiba-tiba ia mendesah saat Willem menghentakkan pinggul dengan lembut. "Ahhh..." *** Seiring berjalannya waktu, Marina semakin yakin bahwa keputusannya untuk menghindari pertemuan dengan mantan kekasihnya, Willem Roberto, adalah langkah yang tepat. Luka yang dalam akibat keputusan Willem di masa lalu membuat Marina merasa hancur dan ditinggalkan begitu saja setelah ia menyerahkan segalanya kepadanya. Meski Marina berusaha sekuat tenaga untuk menjauhi Willem, takdir mempertemukan mereka kembali setelah tujuh tahun berpisah. Pertemuan ini tidak bisa dihindari, dan Marina pun merasa tergoda oleh pesona mantan kekasihnya. Walaupun hatinya masih terluka, Marina terbawa dalam nostalgia dan hangatnya kenangan masa lalu. Keduanya larut dalam kenangan manis dan berbagi momen intim di dalam kamar hotel. Willem terus menggoda Marina dengan daya tariknya yang memikat, membuat wanita itu sulit untuk menolaknya. Marina pun berada dalam kebimbangan, diantara kerinduan akan cinta yang dulu dan ketakutan akan luka yang mungkin kembali menghampirinya. Kisah cinta Marina dan Willem kembali terjalin, namun kali ini dipenuhi dengan ketidakpastian dan keragu-raguan. Marina harus segera memutuskan apakah ia akan terus terjebak dalam kenangan yang menyakitkan atau memilih untuk bangkit, memperbaiki diri, dan menempatkan kebahagiaannya di atas segalanya.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku