Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Hilya adalah gadis yang berumur 19 tahun anak pertama dan baru lulus sekolah, kehidupannya cukup sederhana bukan lahir dari kalangan orang kaya. Tapi dia sangat bersyukur dengan kehidupannya dan banyak pelajaran yang dapat dia ambil.
Kedua orang tuanya sudah meninggal dunia ketika dia berumur 9 tahun, saat itu kehidupannya sangat terpuruk orang-orang yang dia sayang telah meninggalkannya. Ketika orang tuanya sudah meninggal, dia tinggal bersama paman dan bibinya tepat saat dirinya beranjak 17 tahun, dia hidup sendiri sampai detik sekarang sudah terbiasa. Banyak pengalaman yang telah dia pelajari dan sangat berharga.
"Sudah saat-nya aku mencari kerja, semoga lancar," ucapnya berharap ada pekerjaan yang dapat menerimanya.
"Mau kemana, Neng Hilya?" sapa tetangga kosan yang sedang menyiram tanaman.
"Eh, Mbak. Emm mau cari kerja. Do'ain yah semoga dapet."
"Iya, Mbak do'ain."
"Makasih, Mbak. Aku duluan yah."
"Iya semangat, Neng."
"Iya makasih, Mbak," teriaknya karena jarak mereka sudah cukup lumayan jauh.
Hilya berjalan dengan santai sesampainya dijalan raya tak lama angkot datang, dia langsung menghentikan angkot itu lalu naik. Saat Hilya sudah duduk dia menyapa semua orang dengan senyuman manisnya dan diterima ramah oleh semuanya.
Selama diperjalanan Hilya tak mengeluarkan suara, dia pokus dengan handphone yang berada dalam genggamannya sesekali dia melihat jalan takutnya kebablasan.
Beberapa menit kemudian Hilya menerbitkan senyumnya dia bersiap-siap akan turun. "Mang kiri," ucapnya. Angkot itu berhenti, Hilya turun dengan pelan-pelan sembari memberi uang kepada supir angkot, setelah keluar dari angkot itu, dia mengedarkan pandangannya dilihat tempatnya sangat ramai banyak orang berlalu lalang, para pedagang kaki lima yang sedang jual beli, toko baju, dan masih banyak lagi.
Langkah kakinya pelan-pelan sambil mencari banner lowongan pekerjaan. Saat lirikannya tak sengaja disana ada satu banner matanya langsung terbinar secepat mungkin dia mengunjungi namun yang tertera bukanlah lowongan pekerjaan tapi sebuah event. Senyumannya memudar satu harapan hilang, tapi tekadnya tak akan menyerah dia kembali semangat dan mencari.
Diujung sana terlihat seorang wanita paruh baya sedang berdagang, Hilya berniat akan menanyakannya dan berharap dia bisa membantunya. Hilya berjalan dan mendekat, berlainan arah wanita itu melihat kearah Hilya sambil menyunggingkan bibir manisnya. Awalnya Hilya malu tuk bertanya tapi setelah mendapatkan senyumannya hati Hilya lega.
"Maaf, Bu. Mau tanya disini ada lowongan pekerjaan ngga?"
"Aduh kurang tau, Neng. Saya bukan orang sini asli."
"Uwalah gitu. Terima kasih, Bu permisi saya pamit," pamitnya dan diangguki wanita paruh baya itu.
"Susah juga yah cari kerja!" keluhnya sambil duduk beristirahat sejenak.
GLEDEG
Suara petir menggelegar awan sudah menghitam tak lama hujan akan turun, baru saja sejenak menghilangkan penat suara petir menyuruhnya berpindah tempat, Hilya langsung berdiri lalu melangkah sambil tergesa-gesa takut hujan mengguyur tubuhnya, tiba-tiba tubuh Hilya beradu dengan seseorang mengakibatkan pergerakannya terhenti.
"Eh … maaf, Mas," ucapnya langsung pergi.
Matanya langsung mencari tempat untuk berteduh tak lama bibirnya tersenyum menandakan dia sudah mendapatkan tempatnya, Hilya langsung lari menuju lokasi itu dan duduk disana sambil menunggu hujan reda.
"Ekhem," dehem seorang lelaki yang duduk disamping Hilya.
Hilya tersentak kaget kapan lelaki itu berada disampingnya? Eh bukankah dia lelaki yang beradu? Kenapa? Oh tidak mau ngapain dia? Pikir Hilya.
"Eh, Mas yang tadi yah? Sok silahkan, Mas duduk yang nyaman," ucap Hilya mempersilahkan duduk bagaikan pembantu pada majikannya.
Lelaki itu tak mengeluarkan suara matanya tetap fokus pada rintikan hujan yang berada didepannya.
"Ih makasih atau apa gitu? Ini mah datar," protes Hilya yang merasa diabaikan.
"Saya dengar!"
"Eh hehe."
"Kamu sedang mencari pekerjaan?"
Hilya sedikit heran. Kepada siapa lelaki itu bertanya?
"Saya berbicara kepada kamu," ucapnya lagi yang sudah tahu jika gadis itu heran.
Hilya terkekeh. "Iya, Pak," ucapnya pelan.
"Saya bukan, Bapak kamu! Jadi jangan panggil, Bapak."
"Hah!"
"Jadi bagaimana?"
"Bagaimana apanya? saya heran loh, Pak. Tiba-tiba Bapak menanyakan saya sedang cari pekerjaan? Terus saya panggil Bapak jawabannya ketus cuek banget. Dasar yah manusia kutub," ucap serapahnya karena jengkel.
"Sudah? Saya tidak suka kamu panggil Bapak! Lagian saya belum menikah jadi ga pantas dibilang, Bapak!"
"Saya ga nanyain dan kenapa anda curhat yah?"
"Terserah saya. Jadi bagaimana? Kamu sedang mencari pekerjaan?"
Hilya mengeluarkan beban napasnya yang sedari tadi ditahan untungnya bukan dari bawah keluarnya. "Hmm iya saya lagi cari pekerjaan."
"Kalo seperti itu kamu bekerja dengan saya."
"Hah? Kerja apa, Pak?"