Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
POV Rani
"Rani!" teriak Mas Rudy, lelaki yang sudah menikah denganku 2 tahun yang lalu. Ia terus-terusan mengeluarkan kata-kata kotor sepanjang dirinya bermain game online. Ia bahkan sering membanting sesuatu karena kesal.
Aku yang tengah memberi makan anakku langsung beranjak dari dudukku. Lalu, buru-buru menuju ke arah Mas Rudy. "Ada Mas?" tanyaku yang masih berpakaian daster dan satu buah handuk kecil di bahuku untuk mengelap mulut anakku yang baru berumur 10 bulan.
"Ambilin aku minum!" ucap Mas Rudy sambil terus fokus bermain game online di ponselnya.
Hingga, hilanglah kesabaranku karena hampir setahun belakangan dia kerjaannya hanya main game online dan mengabaikan tanggung jawabnya sebagai seorang suami sekaligus ayah untuk putera kecilku. "Aku tak mau mengambilkannya!" ucapku dengan tegas. "Ambil sendiri!"
Aku langsung memutar tubuhku. Lalu berjalan pergi menuju ke arah anakku lagi.
"Ah, sial!" teriak Mas Rudy secara bersamaan. "Aku kalah lagi!"
Prang!
Bekas piring miliknya langsung pecah seketika. Aku pun langsung menoleh ke arah belakang. Kulihat, Mas Rudy nampak marah.
Tiba-tiba, Mas Rudy menunjuk-nunjuk ke arahku. "B*jingan! Ini semua salah kamu!" teriaknya sambil mendelik ke arahku. "Andai kau cepat-cepat mengambilkan aku minum, tadi aku pasti menang!"
Aku pun tak terima mendengarnya. Bagaimana bisa aku disalahkan atas sesuatu yang tak pernah aku lakukan. Aku pun langsung menatap tajam kedua mata Mas Rudy. "Apa? Salahku? Kau yang salah, Mas! Kau harusnya cari nafkah dan bukannya malah main game online! Anak kita butuh uang buat beli susu dan popok!"
"Aaarrgkkh! Diam!" teriak Mas Rudy yang mulai tantrum. "Kamu mulai berani melawan aku ya? Ingat! Aku ini adalah suamimu! Kau tak berhak mengatur-ngatur diriku!"
"Suami katamu? Suami macam apa yang membiarkan istrinya cari uang sendiri demi menafkahi anak dan suaminya?"
"Kau ini!" Tangan kanan Mas Rudy mulai terangkat ke atas dan hendak menampar pipiku.
Namun, tiba-tiba ....
"Assalamualaikum!" Terdengarlah suara ibu mertua di balik pintu rumah kami.
"Dasar anak yatim sialan!" maki Mas Rudy yang mengurungkan niatnya menampar diriku lagi. Entah, sudah keberapa kali aku menerima tamparan dan pukulan darinya. Namun, aku sendiri tak berkutik. Aku masih punya seorang anak yang butuh sosok seorang ayah. Aku tak mau kalau anakku sampai bernasib sama seperti diriku, yang mana aku harus menjadi anak yatim sejak aku masih SD usai diriku kehilangan ayahku untuk selamanya.
Mas Rudy langsung melewati diriku dan menuju ke arah ruang tamu dengan berjalan lagaknya seorang bos.
Tak lama setelah itu, aku mendengar suara ibu mertua yang tengah berkata, "Ibu bawakan kamu soto ayam kesukaan kamu!" ucapnya kepada Mas Rudy.
"Rani!" Tiba-tiba, Mas Rudy memanggil namaku. "Cepat bawakan mangkuk!"