Azriya Aurora terpaksa menikah dengan Gavriel Erlando lantaran wasiat dari mendiang sahabatnya - Kartika, bahkan ia harus menjadi ibu sambung untuk kedua putra Kartika. Azriya menanggung beban membongkar misteri di dalam Keluarga Erlando. Mertuanya selalu berusaha menyingkirkannya, hingga ia harus terusir dari rumah karena sebuah fitnah. Anak sambungnya membencinya karena ia dinilai telah membunuh Kartika, hingga suatu ketika ia tahu kakak iparnya juga berperan dalam kemalangannya di Rumah Besar Erlando. Siapa sebenarnya yang jahat? Sanggupkah Azriya bertahan dalam bahtera rumah tangganya? Ataukah ia akan menyerah dalam pernikahan ini?
Denting alat medis yang berada di ruangan putih ini semakin membuat telinga berdengung. Apalagi di ranjang tersebut tengah terbaring tubuh lemah seorang wanita muda. Peluh keringat terus membasahi pelipis seorang Dokter cantik yang bertugas di sana, bola mata hitam itu menatap layar yang menunjukkan denyut jantung yang tidak beraturan. Dalam hatinya, ia terus berdoa agar keajaiban segera datang.
"Ayolah, Kartika. Austin dan Adolf masih kecil, dia masih butuh kamu," ucapnya pelan.
Sekuat mungkin kelopak mata itu menahan luapan cairan bening yang hampir menetes, juga hatinya yang terus menjerit memanggil nama Kartika, sahabatnya.
"Dokter, tekanan darahnya naik!" seru salah satu perawat.
'Gawat! Ini bisa berakibat fatal pada jantungnya. Oh, Tuhan ... tolong selamatkan sahabatku,' batin Dokter muda tersebut.
Ia terus beradu dengan banyak alat dan suntikan obat, hingga beberapa menit kemudian keajaiban berkenan memihak kepadanya. Perlahan , layar monitor itu menunjukkan perubahan. Hingga lambat laun Kartika mulai meraih kesadaran.
"Azriya ...."
"Iya, Ka. Ada yang sakit? Atau kamu mau bertemu suamimu? Aku akan memanggilkan nya."
Kartika hanya mengangguk, sehingga Azriya lantas beranjak keluar.
Ceklek!
"Kartika gimana, Riya?!" tanya Gavriel, suami Kartika.
Sorot matanya memandang penuh harap kepada gadis berwajah cantik dengan setelan jas putih tersebut. Beberapa kali Azriya juga tampak menghela napas kasar.
"Aunty Azriya, Mommy ku mana? Kata Daddy, Mommy lagi di dalam sama Tante, kok Tante keluar sendiri? Nggak sama Mommy?" tanya Austin.
Putra pertama Kartika itu sangat pintar, bocah berusia enam tahun tersebut begitu lucu dan polos. Ah, hampir saja Azriya mengeluarkan air mata kala menatap wajah yang sangat mirip dengan sahabatnya itu.
"Syukurlah, Kartika sudah sadar. Dia berhasil melewati masa kritisnya, dan dia ingin bertemu dengan Anda, Pak," ucapnya sembari menatap Gavriel.
Lelaki tampan itu langsung mencium kening putranya, dengan suara pelan ia mengatakan akan menemui sang Mommy di dalam. Baru setelahnya Gavriel mengekor di belakang Azriya memasuki ruangan berbau obat itu.
"Sayang, gimana keadaan kamu? Apa yang kamu rasakan?" tanyanya sembari menggenggam erat jemari lentik istrinya.
"Dad ... maaf."
"Nggak, kamu jangan minta maaf. Kamu juga jangan memikirkan apa-apa dulu, aku cuma mau kamu sembuh. Sudah, itu saja."
Azriya melihatnya sambil sesekali mengecek detak jantung Kartika, beruntung semuanya normal. Namun, saat ia meletakkan telapak tangan pada kaki sahabatnya tersebut, entah kenapa rasanya sangat dingin. Bahkan dirinya sudah tidak menghiraukan pembicaraan antar dua kekasih tersebut.
Dengan perlahan, Azriya menaikkan telapak tangan hingga sampai pada betis. Sungguh! Bahkan ini rasanya lebih dingin dari pada es. Gegas ia menekan tombol yang berada tepat di sisi ranjang Kartika, hingga beberapa saat kemudian Dokter Andreas kembali masuk.
"Tuan, maaf. Tapi kami harus melakukan pengecekan lagi kepada pasien," ucap Andreas.
"Ada apa memangnya, Dokter?"
Andres mengalihkan pandangannya kepada Kartika yang sudah mendongak ke atas, pupil mata itu hampir tenggelam, dan terdengar suara dengkuran lirih dari mulutnya. Gavriel juga menyaksikan hal itu, tetapi ia hanya bisa menggeleng seolah menolak kejadian di depannya.
"Kami tidak bisa menjelaskan sekarang, Tuan. Tapi ini genting sekali!"
Alhasil Gavriel beranjak keluar, setelahnya Azriya membantu Andreas melakukan penanganan kepada Kartika. Raut tegang itu bersamaan dengan tubuh Kartika yang semakin mengejang.
Hingga sudah hampir satu jam, keadaan Kartika semakin parah. Wanita berwajah pucat itu antara sadar dan tidak, tetapi mulutnya terus memanggil-manggil suaminya.
"Panggilkan saja suaminya, Dokter!" ucap Andreas.
"Baik," sahut Azriya.
Dokter muda itu berlari ke arah luar dan meminta Gavriel masuk. Entah sebuah kebetulan atau bukan, tetapi Kartika langsung meraih kesadarannya. Mungkin, inilah yang dinamakan kekuatan cinta.
"Dad ... a-aku, aku punya permintaan," ucap Kartika dengan suara lirih.
"Apa, Sayang? Kamu mau apa, hem?"
"Waktuku sudah tidak banyak lagi, kasihan Austin dan Adolf. Aku ... aku juga nggak tega meninggalkan kamu sendirian."
"Kamu bicara apa, Ka?! Waktu apa? Kamu itu akan sembuh. Kalau kamu kasihan sama kami, berarti kamu harus sembuh!"
Kartika menggeleng, ia lantas menggenggam erat tangan suaminya.
"Carilah Mommy baru untuk Austin dan Adolf, Dad. Aku nggak bisa menemani anak-anakku, setidaknya mereka jangan sampai kehilangan kasih sayang."
"Kamu bicara apa, Kartika!"
Semua mata lantas mengalihkan pandangannya melihat pemandangan pilu tersebut. Bagaimana bisa ada wanita setulus ini? Bahkan di akhir hayatnya yang ia pikirkan adalah kebahagiaan orang lain.
"To-Tolong ...."
Gavriel terus menggelengkan kepala dengan air mata yang tiada henti menetes. Beberapa detik kemudian, Kartika mengalihkan pandangannya kepada Azriya. Tangan lemah itu berusaha menggapai jemari sahabatnya, hingga membuat Azriya tersentak.
"Tolong jaga anak-anakku, Azriya. A-Aku nggak bisa mempercayai orang lain selain kamu. Tolong ...."
"Kamu akan menjaga mereka sendiri. Kamu akan sembuh, Ka."
"Aku sudah nggak kuat. Tolong jaga anakku, a-aku titip Austin dan Adolf."
Hanya itu yang terus Kartika gumamkan, ia terus meminta Azriya menjaga kedua putranya. Hingga akhirnya Azriya mengangguk lantaran tidak tega.
"Menikahlah dengan Azriya, Dad. Dia gadis yang baik, dia akan menjaga anak-anakku dari marabahaya," pinta Kartika untuk yang kesekian kalinya.
"Kamu ngomong apa, Ka?! Nggak! Aku nggak mungkin mengkhianati kamu!" pekik Gavriel.
"Bukan, ini bukan pengkhianatan. Ini adalah permintaan terakhirku, Dad. Tolong ...."
"Jangan siksa aku, Ka ...."
"Tolong, Dad!" ucap Kartika dengan penuh penekanan.
Hingga hampir lima menit Gavriel meraung pilu dalam tangisnya, akhirnya lelaki itu mengangguk pasrah. Kartika yang melihat suaminya menganggukkan kepala lantas tersenyum senang, dan meminta ijab qabul dilaksanakan sekarang juga di hadapannya.
Andreas yang merupakan Kakak kandung Azriya, langsung mengambil alih menjadi wali adik semata wayangnya tersebut. Dokter tampan itu langsung menjabat tangan Gavriel dan melantunkan ijab qabul, hingga keduanya sah secara agama dengan mahar sebuah cincin pemberian Kartika.
"Argh ...!"
Kartika memekik hebat dengan napas yang semakin tersendat. Monitor detak jantung tersebut semakin menunjukkan grafik tidak beraturan. Sampai pada akhirnya alat canggih itu hanya menunjukkan garis lurus.
"Tidak ... ini nggak mungkin!" pekik Azriya.
"Ada apa?!" tanya Gavriel yang tidak dihiraukan oleh siapapun.
"Dokter! Tolong Kartika!" teriaknya kepada Andreas.
Andreas langsung mengambil alat kejut jantung dan mengoperasikannya. Bibirnya terus bergumam mengumandangkan doa untuk kesembuhan pasiennya, tetapi takdir berkata lain. Tubuh Andreas sontak melemas, ia menggelengkan kepala menatap sendu kepada Azriya.
"Maaf ... Tuan Gavriel, Nona Kartika dinyatakan meninggal pada pukul sepuluh pagi waktu Indonesia bagian barat, setelah mengalami gagal jantung."
Deg!
Gavriel luruh ke lantai dengan tangis yang langsung pecah. Raungannya terdengar pilu, bahkan sangat menyayat. Ia terus mengguncang tubuh kaku istirnya, tetapi mata indah itu tetap enggan terbuka.
***
Sore hari.
Rintik hujan membasahi area pemakaman, tetapi Gavriel tetap enggan beranjak dari pusara sang istri. Ia terus memeluk nisan bertuliskan nama Kartika itu dengan luapan air mata yang kian deras.
"Hujannya semakin deras. Kamu tidak mau pulang?" tanya Azriya.
Hening! Sama sekali tidak ada jawaban dari lelaki itu.
"Gav, Austin dan Adolf sudah menunggu di mobil."
"Andaikan kau tidak menyetujui permintaan Kartika, pasti dia masih hidup! Pergilah ... aku tidak butuh kau menungguku."
Deg!
Bab 1 Pernikahan Berselimut Duka
22/11/2023
Bab 2 Masih Misteri
23/11/2023
Bab 3 Menjadi Rekan
25/11/2023
Bab 4 Keanehan Lauren
25/11/2023
Bab 5 Austin Hilang
25/11/2023
Bab 6 Suatu Kebetulan
25/11/2023
Bab 7 Berkenalan dengan Silvana
25/11/2023
Bab 8 Kepergok Gavriel
25/11/2023
Bab 9 Dituduh
25/11/2023
Bab 10 Perhatian Gavriel
25/11/2023
Bab 11 Pesan Silvana
03/12/2023
Bab 12 Rindu Mommy
03/12/2023
Bab 13 Diusir
03/12/2023
Bab 14 Menasihati Adolf
03/12/2023
Bab 15 Tidak Mencintai
03/12/2023
Bab 16 Memergoki Lauren
03/12/2023
Bab 17 Kelinci Kecil
03/12/2023
Bab 18 Aurell
03/12/2023
Bab 19 Mencari Jawaban
03/12/2023
Bab 20 Buku Diary
03/12/2023
Bab 21 Menginterogasi Ghina
05/12/2023
Bab 22 Mendekati Lauren
05/12/2023
Bab 23 Menemani Tidur
17/12/2023
Bab 24 Mengintrogasi Lauren
17/12/2023
Bab 25 Sumpah Azriya
18/12/2023
Bab 26 Menyerah - Mimpi Adolf
18/12/2023
Bab 27 Xavier Belerick
19/12/2023
Bab 28 Mencari Azriya
19/12/2023
Bab 29 Bertemu Xavier
20/12/2023
Bab 30 Keputusan Gavriel
20/12/2023
Bab 31 Kado Misterius
21/12/2023
Bab 32 Kembali
21/12/2023
Bab 33 Kembali ke Mansion
22/12/2023
Bab 34 Mengatasi Dingin
22/12/2023
Bab 35 Yang Pertama - Sikap Tegas Gavriel
23/12/2023
Bab 36 Tukang Modus
23/12/2023
Bab 37 Matthew Robertson
24/12/2023
Bab 38 Penyesalan Gavriel
24/12/2023
Bab 39 Kekesalan Lauren
25/12/2023
Bab 40 Rencana Lauren
25/12/2023
Buku lain oleh Els Arrow
Selebihnya