Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Ray Frinson seorang pelajar SMA memasuki tahun kedua, ia adalah laki-laki dengan penampilan yang sederhana dan hampir tidak memiliki bakat dalam bidang akademi ataupun olahraga. Walaupun begitu ia tetap menjalani kehidupan yang menurutnya tidak adil.
Tahun ajaran baru dimulai, dimana Ray yang sekarang sudah menjadi murid tingkat kedua di SMA Parden.
“Ding…ding…ding, diharapkan untuk semua siswa-siswi untuk berbaris di lapangan sekolah.” Bunyi bel sekolah yang menunjukkan pukul 08.00 pagi dimana akan dimulainya pembelajaran sekolah pada tahun ajaran baru.
“Ha... hu…” Ray yang menarik dan menghela nafas panjang. “Akhirnya aku sampai dengan tepat waktu” ujar Ray sambil melangkah kekerumunan siswa yang segera berbaris di lapangan sekolah.
Sesampainya di lapangan Ray yang masih kelelahan harus lagi mencari lokasi dimana dia berbaris bersama teman-teman sekelasnya.
‘he… setelah berlari cukup jauh untuk sampai ke sekolah, aku juga harus mencari lokasi teman seangkatanku berbaris, hah… sangat menyebalkan mencari mereka diantara kerumunan yang banyak seperti ini?.’ gumam Ray sambil menoleh ke kanan dan kiri mencari teman sekelasnya.
Dibalik kesibukan Ray mencari teman sekelasnya, ia sangat ingin istirahat sebentar akan tetapi Ray tidak dapat memenuhinya karena waktu yang tidak cukup sehingga ia langsung berbaris untuk mengikuti upacara pembukaan masuk sekolah pada tahun ajaran baru dan penerimaan siswa-siswi baru di SMA Parden.
Satu jam berlangsung dengan disertai cuaca yang mulai panas, Ray yang terlihat mulai kehilangan kesadaran karena dehidrasi dan juga kelelahannya akibat perjalanan yang Ray tempuh ke sekolah membutuhkan waktu yang lama, disertai dengan ia harus berjalan kaki ke sekolah.
‘Kepalaku terasa pusing?, aku… aku harus kuat.’ gumam Ray . Setelah beberapa menit kemudian Ray yang tidak tahan lagi berdiri harus tumbang yang membuat banyak siswa di sekitar melihat Ray.
“Pak… ada yang pingsan!.” teriak gadis yang berada dekat dengan Ray sambil mengangkat kedua tangan menandakan posisinya.
“ketua osis… cepat bawakan siswa yang pingsan itu ke klinik kesehatan sekolah!.” panggil kepala sekolah dari depan, dan dengan cepat ketua osis bergegas lari dan menggendong Ray untuk dibawakan agar mendapatkan perawat.
Sesampainya di klinik, Reka yang merupakan ketua osis menyerahkan Ray kepada Retna yang merupakan pengurus klinik tersebut agar dapat ditangani. Sebelum Reka meninggalkan ruang itu, Retna meminta keterangan mengapa Ray bisa pingsan seperti ini. Reka yang tidak mengetahui apa- apa hanya menjelaskan sedikit kejadian di lapangan utama.
…
Dua jam berlalu setelah kejadian itu, Ray pun bangun dengan tubuh yang masih lemas ‘uh… ke…kenapa aku ada di klinik sekolah, bukannya tadi aku masih mengikuti upacara pembukaan sekolah?.’ Tanya Ray pada dirinya sendiri sambil menyentuh kepalanya untuk mengingat kejadian tadi.
Retna datang menghampiri Ray yang sudah sadarkan diri dan dengan raut wajah kebingungan.
“Kamu mungkin bertanya-tanya mengapa kamu berada di tempat ini bukan ?” ujar Retna kepada Ray yang masih terduduk di atas ranjang. “Tadi kamu pingsan di lapangan saat kepala sekolah sedang menyampaikan pidatonya”.
Ray yang berusaha mengingat akhirnya mengetahui mengapa ia sekarang berada di klinik sekolah.
“Ngomong-ngomong kenapa kamu bisa pingsan, padahal ini masih pagi dan biasanya tenaga para lelaki itu…?” ibu Retna menggantung kalimatnya dengan nada yang semakin tinggi untuk membuat Ray penasaran.
“Tenaga lelaki kenapa bu di pagi hari?.” Tanya Ray.
Dengan tatapan genit dari Retna, ia mendekatkan tubuhnya secara perlahan kepada Ray, seketika itu Ray merasa canggung disertai wajah yang mulai memerah.
“Biasanya pria itu memiliki tenaga yang besar saat pagi hari untuk memberikan kepuasan kepada seorang wanita.” Ucap Retna sambil menyentuh manja wajah Ray dan membuatnya terdiam.
“Pu…puas?, a…aku harus masuk ke kelas agar aku tidak ketinggalan pelajaran.” Ucap Ray dengan raut wajah malunya.
“Ha ha ha…” Tawa Retna yang sudah berhasil membuat Ray menunjukkan sisi kedewasaan nya. “Tenang saja aku tidak bermaksud untuk membuatmu canggung.” Ujar Retna dengan nada senang dan dengan ekspresi puas karena telah berhasil membuat Ray salah tingkah.