Satu bulan lalu, terjadi pembunuhan di SMPN 4 Halu. Seorang siswa laki-laki diduga menjadi pelaku pembunuhan seorang guru bernama Josep Maulana dengan luka tusukan sebanyak 25 kali. Entah bagaimana sistem hukum di negeri ini, pelaku tidak dipenjara satu hari pun hanya dengan alasan masih dibawah umur. Tragedi ini menyebabkan tercorengnya nama baik sekolah tersebut. Dengan adanya tragedi nahas ini, kepala sekolah memutuskan untuk tidak melaksanakan kegiatan sekolah selama dua bulan, para siswa akan belajar melalui online. Setelah dua bulan berlalu, kegiatan belajar online telah usai, kini para siswa kembali bersekolah seperti biasa. Namun, pada jam pulang sekolah, kelas 9A ditahan terlebih dahulu. Sedangkan, kelas lain dipersilakan untuk pulang. Keceriaan mereka yang sebelumnya terlihat kini memudar dan mereka terlihat muram. Bagaimana tidak muram jika mereka mendengar bahwa sekolah akan memberi hukuman setimpal atas kematian Josep oleh Gandi, seorang Ketua Kelas 9A. Apakah ini sebuah bentuk balas dendam dari para guru? Apakah mereka benar-benar ingin Gandi mati tanpa mengotori tangan mereka?
"Kamu itu gimana sih!? Jadi KM gak bisa tanggung jawab!" bentak Pak Josep kepada salah seorang murid tepat di teras kelas.
Pagi itu, seorang murid sedang dimarahi habis-habisan oleh Pak Josep. Suara Pak Josep dengan nada tinggi seperti itu memancing para siswa kelas 9B keluar untuk melihat kejadian itu, kebetulan saat itu guru terlambat datang ke kelas 9B.
"Maaf, Pak, saya sudah berusaha keras. Saya juga selalu mengingatkan mereka sama tugasnya," ujar Gandi-Ketua Murid kelas 9A-dengan halus.
Kali ini Pak Josep menurunkan sedikit nada bicaranya. "Gak bisa gini terus, Gandiii ... Sekarang kamu udah kelas 9, udah deket ke UN (Ujian Nasional). Masa kamu gak bisa ngatur temen-temenmu buat disiplin."
Gandi tertunduk malu, dia malu karena dilihat oleh kelas tetangganya seakan dia yang tak mengerjakan tugas.
Akan tetapi, tak ada sedikit rasa malu kepada Pak Josep karena dia merasa dirinya telah melakukan tugasnya sebagai KM dengan baik. Hanya saja teman-temannya yang selalu ceroboh karena lupa mengerjakan tugas, hal itu berimbas kepada Gandi sebagai ketua kelas.
Dalam hatinya, dia ingin sekali membantah perkataan Pak Josep yang terus menerus memojokkan dirinya. Namun, dia hanya bergeming tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, selain karena menghormati guru sendiri, dia tak ingin mendapat masalah lebih besar lagi jika melawannya.
Tak masuk akal, pikirnya. Teman-temannya yang salah, dia yang dimarahi habis-habisan. Walau tidak menggunakan bahasa kasar, tapi setiap perkataan yang dilontarkan sungguh menusuk di hati.
Melihat Pak Josep dari kejauhan yang tampak berbicara sembari menunjuk kasar pada Gandi. Bu Mira, menghampiri mereka dan bertanya penyebab Pak Josep berperilaku kasar pada muridnya sendiri seperti itu.
"Oh, jadi perihal PR (Pekerjaan Rumah), ya? Ya udah, Pak, mending bahasnya di dalam kelas aja, ya. Malu tuh dilihat kelas lain," ujar Bu Mira sembari melihat ke kelas 9B, tepat berada di belakang Pak Josep.
Pak Josep sedari tadi tak menyadari adanya beberapa murid yang menonton, dia menoleh sesaat, lalu kembali mengalihkan pandangannya.
"Kenapa harus malu? Biarkan mereka melihat cara saya mendidik murid saya untuk lebih disiplin." Pak Josep tetap teguh dengan pendiriannya yang egois.
Bu Mira tentu tak ingin membalas keegoisan itu, dia meyakinkan Pak Josep bahwa semua bisa diselesaikan dengan kepala dingin. Kemudian, dia menyarankan kepada Pak Josep untuk segera memulai jam pelajaran agar waktunya tidak terbuang sia-sia.
Pak Josep masuk ke kelas terlebih dahulu, lalu hendak disusul oleh Gandi.
"Gandi!" Langkahnya terhenti saat mendengar Bu Mira memanggilnya. Dia kembali berbalik ke arah Bu mira.
"Jam istirahat nanti kamu ke ruangan ibu, ya," ucapnya. Gandi hanya menjawabnya dengan anggukan yang terlihat sedikit kaku.
Beberapa jam mengikuti pembelajaran, jam istirahat pertama telah berbunyi. Sesuai permintaan dari Bu Mira, Gandi segera beranjak ke ruang BK untuk menemuinya.
"Gan!" Seorang pria memanggil Gandi sembari memegang pundaknya dari belakang. Lantas Gandi pun segera berbalik.
"Eh, ada apa, Ma?" tanya Gandi pada Rama.
"Gue mau minta maaf nih, gara-gara gue sama temen-temen lain kelupaan ngerjain PR jadi lu yang kena marahnya."
"Udah santai aja lah, Ma. Udah jadi tanggung jawab gue juga." Gandi merasa tak enak jika harus menyalahkan teman-temannya walau kenyataannya mereka memang salah. Dia terlalu memikirkan perasaan orang lain, sehingga lupa memikirkan dirinya sendiri.
Setelah percakapan yang singkat itu, Gandi pun pamit untuk segera pergi ke ruang BK (Bimbingan Konseling). Mendengar Gandi hendak ke ruang BK, Rama mencemaskan bahwa kelas mereka mungkin bermasalah dengan Pak Josep gara-gara tak mengerjakan tugas.
Akan tetapi, lagi dan lagi Gandi meyakinkan semua akan baik-baik saja, tak akan ada masalah apapun.
Gandi mengetuk pintu ruang BK yang sebenarnya terbuka, tapi dia melakukan itu untuk menarik perhatian Bu Mira yang tengah fokus pada laptopnya.
Bu Mira mempersilakan muridnya untuk masuk. Sebagai guru BK, Bu Mira ingin memastikan bahwa mental Gandi tak terguncang dengan bentakan Pak Josep tadi pagi, dia memberi beberapa saran pada muridnya itu untuk tidak mengambil hati atas perkataan Pak Josep.
"Mungkin aja Pak Josep kayak gitu karena lagi banyak masalah. Kebetulan juga ujian sebentar lagi, mungkin itu bisa mempengaruhinya."
"Iya, Bu, lagian yang salah juga kelas saya, bukan Pak Josep. Beliau sudah benar cara mendidik kami agar lebih disiplin," balas Gandi.
"Bagus kalau paham, terima kasih, ya, Gan. Ibu percaya kamu bisa jadi pemimpin yang baik buat kelas kamu." Bu Mira mengusap pundak Gandi sesaat sebelum menyuruhnya kembali ke kelas.
Bel tanda selesainya jam sekolah telah berbunyi, para siswa yang telah membereskan kelasnya lantas berbondong-bondong untuk segera pulang.
"Gan, jangan lupa nanti sore kerja kelompok di rumahku, ya," ujar Reina.
"Gampang, nanti habis kumpulan, aku langsung otw ke rumahmu," balasnya.
Gandi merupakan salah satu siswa yang mengikuti organisasi OSIS di sekolahnya, dan hari ini kebetulan sedang diadakan rapat organisasi.
...
Sore itu, terlihat Pak Josep sedang memutar-mutar keran air di wc guru dengan pintu yang terbuka.
"Lagi ngapain, Pak Jos?" tanya Pak Rusli- guru Seni Budaya-yang tak sengaja melihat Pak Josep di toilet.
"Ini, Pak Rus, kerannya gak mau nyala."
Pak Rusli masuk ke wc dan melakukan hal yang sama dengan Pak Josep. "Wah ini rusak lagi pasti, pake toilet siswa aja dulu, Pak. Besok saya hubungi tukang buat benerin ini," kata Pak Rusli.
Pak Josep menuruti saran dari rekan kerjanya itu, dia berjalan ke arah toilet siswa. Mengerutkan sedikit dahinya setelah berada di depan toilet karena mencium sedikit bau yang tidak sedap, tapi karena dia tak bisa menahan keinginan untuk buang air, tanpa berpikir panjang dia bergegas masuk ke toilet dan memilih wc yang bersih.
Pintu toilet yang sebelumnya terbuka tiba-tiba terdengar menutup, padahal sebelumnya dia tak melihat seorang pun di sana karena semua siswa sudah pulang. Namun, dia berpikir positif, mungkin saja itu orang suruhan sekolah untuk membersihkan taman di sekolah bagian bawah.
Tak berselang lama, lampu toilet mati seketika, hal itu membuat Pak Josep sedikit terkejut. Kini di toilet sangat gelap karena tak ada penerangan sama sekali, ditambah dengan suasana yang sudah sore hari.
Dia bergegas menyelesaikan aktivitasnya di wc, mengeluarkan ponselnya dan menyalakan senter untuk penerangan. Dia berjalan ke arah pintu keluar toilet yang tengah tertutup, tanpa dia sadari seseorang mengenakan hoodie mengamatinya di ujung toilet.
Baru saja dia memegang kenop pintu, orang yang mengenakan hoodie itu mengagetkan Pak Josep dengan mengangkat sedikit bagian kepala lalu digorok tepat di lehernya.