/0/25091/coverorgin.jpg?v=32fc9b36aa4ede9f3eedb3c97ca99daa&imageMogr2/format/webp)
"Tiga ... Dua ... Satu! Fight!"
Suara penghapus dipukulkan. Dua tangan saling mengait seerat mungkin sambil bertumpu pada meja. Bersama dengan semarak tepuk tangan anak-anak sekelas dan juga sorakan kencang. Sesekali Shaina mengangkat ujung lengan seragam, lalu mengerahkan segenap kekuatan dalam otot-otot lengannya untuk melawan satu cowok di kelasnya dan beradu panco.
"SHAINA! SHAINA! SHAINA!"
"PATAHIN AJA, NA! SIKAT!"
"JANGAN KASIH KENDOR!"
Detik demi detik, silih berganti tangan Shaina menekan dan tertekan hingga memiring perlahan ke kanan dan ke kiri. Entah sejak kapan menggeluti kegiatan ini, tapi hampir setiap hari Shaina menantang teman-temannya. Dan, senjata yang membuat Shaina selalu menang yaitu lewat tatapan mata dan bibir seksinya. Seperti sekarang, meski otot sedang berjuang tapi Shaina tetap terlihat enjoy sembari mempertahankan senyum andalannya.
Percayalah, semua iman lelaki tergoda berkat itu. Shaina memiliki manic mata yang indah seperti batu emerald yang mampu merobohkan benteng hati dan keegoisan.
Bruk!
"Yaaahhhh!"
Dan terbukti, saat cowok itu lengah maka Shaina dengan mantap menekan tangannya hingga jatuh membentur meja. Saat itu juga barulah dia sadar telah dikalahkan. Bukan Shaina yang heboh tapi teman-teman lain, mereka saling mengkoor dan terbahak-bahak menertawai pak ketua kelas yang cemen itu. Dia hanya mengacak-acak belakang rambutnya dengan muka memerah padam.
"Ayo, siapa lagi mau coba duel sama gue maju sini!" Ujar Shaina dengan napas terengah-engah, lima kali panco baginya masih belum cukup untuk pemanasan di pagi ini.
"Gue dong, Na!" Cowok di bangku belakang berdiri dan menyimpan ponsel di saku celana. Menempati tempat duduk di depan Shaina dan melemaskan jari-jari sesaat.
"Siap? Yok!" tantang Shaina antusias.
Dan, terjadi lagi pertandingan panco di kelas sepuluh IPA-2. Semarak anak-anak sekelas kembali memenuhi segala penjuru ruangan itu untuk menyemangati Shaina dan lawannya kini. Bahkan, beberapa murid lain mulai melipir dan melihat dengan penasaran di luar kelas itu, tak sedikit juga yang menonton dari jendela bagaimana Shaina mampu menjatuhkan banyak cowok yang ingin menjajal kemampuan. Mereka dibuat geleng-geleng.
Di mata para cowok, Shaina teramat mengagumkan. Dia selalu berusaha membuktikan bahwa derajat perempuan dan laki-laki itu sama. Sehingga, perempuan tidak bisa dipandang rendah begitu saja oleh mereka kaum lelaki.
Jaman emansipasi.
Di tempat lain, Shaka baru saja datang sepuluh menit sebelum bel masuk. Dengan headphone membungkam telinga, Shaka menyusuri sepanjang koridor yang ramai dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku jaket bomber. Wajahnya dingin tanpa ekspresi, Shaka menjadi fokus perhatian cewek-cewek biang gossip yang bertebaran di pinggir setiap koridor yang ia lewati. Bahkan tak segan-segan mereka memanggil Shaka, menyapa selamat pagi, dan meneriakan berapa nomor hape Shaka, namun tidak digubris sama sekali meski Shaka mendengar suaranya.
"Woy, Ka!" Tak lama seseorang datang dari belakang dan mendaratkan tepukan kerasnya di pundak Shaka. Seketika menginterupsi aktivitas itu dan Shaka bergegas menurunkan headphonenya ke leher. Ternyata si Jafar.
"Ka, gue barusan liat ada anak kelas lo adu panco, cewek, rame gitu di luar pada ngeliatin. Siapa dia? Coba, gih, lo tanding ama dia, dia jago banget asli."
Shaina, cewek tukang panco menggemparkan sekolah. Sejujurnya Shaka bosan sekali dengan fakta itu. Entah Shaina punya ilmu apa Shaka tidak ingin tau-menau, yang pasti Shaka malas sekali jika disuruh membaur dengannya. Dia tidak sepaham dengan Shaka. Dia suka menjadi pusat perhatian, sementara Shaka sebaliknya.
"Ayo, Ka, keburu bel!" Tanpa aba-aba Jafar langsung menarik bahu Shaka menuju kelas sepuluh IPA-2 di ujung koridor itu. Hingga menembus kerumunan murid-murid dan masuk ke dalam. Suasana berisik akan bermacam teriakan cewek kelas itu, karena Shaina lagi-lagi mampu mengalahkan cowok kelas sebalah dan yang terakhir itu.
"Ehm, hai, Shaina!" Jafar setengah mengeja nama yang tertera pada name tag seragam itu, sebagaimana murid-murid meneriakkan tadi. "Shaina, lo hebat banget ya?"
Tampak gadis itu tersenyum tipis usai meneguk air minumnya. "Hebat apanya? Cuma olahraga doang."
"Panco sekali lagi dong, sama Shaka, pake taruhan tapi," usulan Jafar mengundang pelototan Shaka tapi tidak digubris olehnya. "Gimana, mau gak? Yakin seru deh."
"Sori, maksud lo taruhan apa ya?" Shaina mengerutkan kening masih terduduk di bangkunya. Lambat laun murid-murid yang mengerubungi kelasnya berangsur pergi satu per satu bersama dengan decakan kagum tiada henti.
"Gini, kalo lo yang menang, nanti Shaka bakal traktir lo makan siang. Tapi, kalo misalnya Shaka yang menang..."
Shaka menggeram pelan, merasa tidak enak mendapati tatapan horor di mata Jafar. Pasalnya, keponakannya itu suka aneh-aneh dan bertindak semau udelnya sendiri.
Seperti yang dulu-dulu pernah terjadi selama keduanya tumbuh bersama di sekolah yang sama pula. Jafar suka nyodorin Shaka dalam hal apapun, termasuk soal cewek. Jafar paling sering membuat akal-akalan untuk mencomblangkan Shaka dengan cewek yang berbeda supaya Shaka keluar dari zona nyamannya. Nyatanya, sampai detik ini juga, tidak ada satupun yang berhasil.
Shaka masih sendiri, dan tak ada niat pacaran. Mungkin hanya itu yang tidak diwariskan oleh Zendi, sifat playboy.
/0/6707/coverorgin.jpg?v=51488038aaafd71b32bcc6bbb7b39e71&imageMogr2/format/webp)
/0/19539/coverorgin.jpg?v=8129e08c5be673a953fc32d0071ef17d&imageMogr2/format/webp)
/0/14181/coverorgin.jpg?v=3bbe7c7150d37d99a6072d3d27f6e6d9&imageMogr2/format/webp)
/0/5264/coverorgin.jpg?v=20250121173816&imageMogr2/format/webp)
/0/3138/coverorgin.jpg?v=1a4b687a9eba8dbc8bcae1a6d8d3aa0e&imageMogr2/format/webp)
/0/22169/coverorgin.jpg?v=203653b35ca3e02173de51098c3f79bc&imageMogr2/format/webp)
/0/23719/coverorgin.jpg?v=20250526182731&imageMogr2/format/webp)
/0/16631/coverorgin.jpg?v=4118de32494a844bd89b800d666018cc&imageMogr2/format/webp)
/0/8502/coverorgin.jpg?v=7273f836dd3d8fa97a33bc1c3b10be7b&imageMogr2/format/webp)
/0/17268/coverorgin.jpg?v=20240514184634&imageMogr2/format/webp)
/0/19192/coverorgin.jpg?v=e54dad19d00d05cf0bd66fdbc58f5c5e&imageMogr2/format/webp)
/0/5489/coverorgin.jpg?v=eba8f6a47395b98812effb7679eb4c78&imageMogr2/format/webp)
/0/6207/coverorgin.jpg?v=dbadfe8150377681ba1521cae9427531&imageMogr2/format/webp)
/0/18257/coverorgin.jpg?v=577fd49c17486fe54a57b3ae5421e213&imageMogr2/format/webp)
/0/26436/coverorgin.jpg?v=662d31027b29deaa516232960da79bd2&imageMogr2/format/webp)
/0/17755/coverorgin.jpg?v=c03d6b2af81ce04d9d705988982426d3&imageMogr2/format/webp)
/0/18744/coverorgin.jpg?v=80fadf347cc81c364fa3ac91215c8e85&imageMogr2/format/webp)