Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Symphony Hati
5.0
Komentar
5
Penayangan
5
Bab

Dayana tidak berencana menikah. Dia tidak ingin mengulang kesialan demi kesialan yang dialami oleh keluarganya. Rencana Dayana sejauh ini hanyalah kerja keras, menjadi kaya, dan menghabiskan masa tuanya di panti jompo. Dia tidak membutuhkan keluarga berikatan darah, karena dia punya sahabat-sahabat yang sempurna. Namun, ketika satu per satu sahabatnya menikah, mereka mulai mengkhawatirkan keputusan Dayana: mereka takut Dayana kesepian. Dengan barter sebuah uang sewa apartemen di kawasan strategis selama setahun, Dayana membiarkan teman-temannya mengatur kencan buta demi kencan buta dengan pria potensial. Sementara Dayana diam-diam, bagaimanapun caranya, membuat kencan-kencan itu tidak berhasil. Sampai akhirnya dia bertemu Naren, si pria berengsek yang disodorkan Debby–sahabatnya–yang kesal karena Dayana terus-terusan menolak pria-pria baik yang dia rekomendasikan. Sayangnya, Naren menawarkan sesuatu yang sulit Dayana tolak. Padahal pria itu jelas-jelas seperti papan peringatan "WASPADA" berjalan.

Bab 1 SH - 1

Tempat itu bukan warung remang-remang, tapi pencahayaannya sangat minim. Lampu mati-hidup yang membuat pusing kepala. Suara musik menghentak-hentak yang membuat telinga sakit, sangat berisik. Ditambah lagi tubuh-tubuh berseliweran yang bergoyang seirama dengan hentakan musik.

Orang-orang dalam gedung itu menggila, meninggalkan segala masalah, tagihan-tagihan dan norma. Tambahkan juga esok pagi ketika pengaruh alkohol sudah hilang, masalah-masalah itu akan kembali menuntut dipikirkan. Namun, biarlah itu menjadi urusan besok.

Dayana sebisa mungkin berjalan cepat, ke kanan ke kiri menghindari orang-orang yang sudah setengah sadar agar tidak perlu bertabrakan. Dayana menggerutu dalam hati dan merutuki teman-temannya. Bagaimana bisa mereka membuat agenda party di hari kerja?

'Udah mulai gak waras dia ya,' pikir Dayana sambil geleng-geleng kepala. 'Bisa-bisanya pesta lajang saat weekday, emang harus begini banget?'

Dayana menghentikan langkahnya, Ia menyipitkan mata memandang sekitar, menyesuaikan netranya dengan keremangan cahaya. Mencari keberadaan teman-temannya, untungnya dia segera menemukan sosok seorang perempuan yang sangat familier. Berambut panjang dengan highlight ash brown, pakaian yang dikenakan nyaris kurang bahan. Perempuan ini tengah asik menggerakkan tubuhnya meliuk-liuk di atas meja, ya ... sahabatnya yang satu ini sangat mencolok dan mudah sekali dikenali.

Dayana melanjutkan langkahnya, menghampiri sofa tempat kawan-kawannya yang mulai menggila. Seorang perempuan berambut merah menyala berjalan limbung ke arahnya. Di belakangnya seorang pria berbadan besar, berjalan tidak kalah limbungnya-sepertinya mulai mabuk-keduanya menubruk Dayana hampir bersamaan.

Dayana yang semampai bertubrukan dengan keduanya, dan karena perbedaan postur yang terlalu besar, membuat Dayana tidak bisa mempertahankan posisi. Langkahnya ikut limbung meski tidak mabuk, dan langkah mundurnya untuk mempertahankan keseimbangan membuatnya nyaris terjerembap ke lantai, jika saja tidak ada sepasang lengan yang meraih pinggangnya tepat waktu.

"Got you!" suara bariton yang berat dan dalam terdengar panik sekaligus lega. "Are you okay?"

Lega rasanya tidak terjatuh dalam keramaian dan keremangan lampu. Dayana menggeliat melepaskan diri dari lengan kokoh yang menangkapnya, ia memutar tubuhnya menghadap penyelamatnya-seorang laki-laki tinggi memakai hitam slim fit, wajahnya terlihat tidak cukup jelas karena cahaya dalam ruangan yang minim.

"Yap. I'm okay. Thanks a bunch dear!" kata Dayana dengan melemparkan senyuman manisnya.

"No problem dear, anytime," jawab laki-laki itu, masih dengan suara baritonnya yang membuat bulu-bulu halus di leher Dayana sedikit meremang.

Dayana melanjutkan langkahnya, kembali mendekati meja kawan-kawannya yang masih asik dengan alunan musik menghentak.

"Dayana! Sini!" panggil si seksi ash brown yang tetap dengan posisi berjoget di atas meja, meliuk-liukan tubuhnya seirama musik.

Debby, sang pemilik pesta malam ini sekaligus salah satu sahabatnya. Ia mengenakan gaun dark blue berbahan sutra yang jatuh dan bertali spageti, memiliki potongan rendah di bagian dada maupun punggung. Beberapa sobekan kertas confetti tampak menempel di kulitnya yang terbuka. Tangan kanannya memegang gelas kristal yang berisikan cairan keemasan dengan buih halus mengelilinginya. Badannya meliuk-liuk mengikuti musik yang sedang hits, diputar oleh DJ kenamaan.

Saat ini turut menari Bersama Debby, dua sahabat Dayana yang lain, yang mala mini penampilannya nggak kalah seksi dan glaumor.

"Jahat banget sih lo, ini sudah jam berapa? Masa lo telat sampe satu setengah jam!" Debby berbicara dengan suara keras, karena suara musik yang menghentak masih dominan.

Dayana, yang baru saja diteriaki, bersikap acuh dengan tetap mengembangkan senyum tipis di bibirnya. Jika teman-temannya yang lain dating ke sini dengan memakai gaun bertali spageti atau rok mini dengan dengan aksesoris dan sepatu high heels, Dayana justru datang masih dengan setelan kantornya hari ini. Celana panjang slim fit berbahan kain stretch yang mencetak jelas panggul dan kaki jenjangnya, dipadukan dengan kemeja putih dengan aksesoris kalung sebagai pemanis. Rambut panjangnya ia biarkan tergerai dengan sedikit curly di bagian bawahnya.

"Astaga, Day! Lo itu kesini mau party, bukan mau pitching ke klien!" sembur Diana saat melihat penampilan Dayana. Diana adalah sahabat Dayana dengan potongan rambut pendek sebahu yang diwarnai burgundy, persis seperti wine yang mengisi gelas di tangannya. Diana malam ini mengenakan rok mini putih berbahan kulit yang sedikit mengkilap, dipadukan dengan crop top senada yang hanya menutupi bagian dadanya. Sementara perut rata hasil gym-nya dibiarkan terpampang sempurna.

Dayana tersenyum lebar menanggapi ocehan sahabatnya soal penampilannya. Dilemparkannya tas ke sofa, dan dihenyakkannya tubuhnya juga. Ia meraih botol Champagne yang sudah banyak berkurang isinya, dan menuang sisanya ke satu gelas kosong yang ada di meja. Dayana menegak minuman keemasan itu sekaligus, dan berdecak menikmatinya.

"Mantappp!" ujarnya, sembari mencecap-cecap sisa rasa alkohol yang masih tertinggal di lidahnya. "Gilaa! Capek bener gue! Mau meledak rasanya kepala gue hari ini!"

Ketiga sahabat Dayana masih meliuk-liuk, menari dengan gerakan liar. Diana, si rambut pendek yang seksi dan sporty berjoget gelas wine yang masih dalam genggamannya. Sedangkan Lina, yang malam ini mengenakan mini dress berbahan satin mirip lingerie hanya bergoyang lemah gemulai seirama musik, sepertinya Lina sudah mengalami trans akibat pengaruh Civas yang diminumnya.

Debby akhirnya melompat turun dari atas meja, dan mengempaskan dirinya di samping Dayana, memeluknya seperti bayi simpanse yang menggelayut di induknya.

"Lo bau banget, woii!" gerutu Dayana sembari menutup hidungnya dan mendorong sahabatnya menjauh. Aroma alcohol berbaur dengan aroma parfum Diana sungguh bukan perpaduan yang bersahabat dengan hidung Dayana.

"Lo udah minum berapa botol, Deb?"

Debby tergelak mendengar protes Dayana. "Namanya juga party, Day. Lo yang aneh, masa datang ke tempat ginian pake outfit kantor. Lo belom mandi ya? Untung masih cakep!"

"Ya kan gue emang langsung dari kantor ini, Debby yang pintar," jawab Dayana mencoba bersabar menghadapi sahabatnya yang sedang setengah trans.

"Lina!" panggilnya kepada perempuan dengan mini dress satin. "Oh My God! udah teler lo, Lin?" Dayana tergelak melihat Lina yang kagok saat berusaha turun dari meja. "Sini! Pelan-pelan, awas itu kepleset!" Kemudian Dayana berpaling pada Debby yang duduk menyandari sofa. "Lo apain si Lina, Deb? Buset, kalian pada bar-bar bener, sih? Minum apa aja kalian?"

Tidak lama kemudian, Diana turun dari meja dan ikut mengempaskan tubuhnya di samping Dayana. Aroma alkohol terpancar kuat. Dayana jadi penasaran sudah berapa botol yang mereka habiskan.

Malam ini, Debby menggelar pesta lajang privat untuk mereka berempat, alasannya demi merayakan pertunangannya. Dayana yakin sebenarnya itu hanya alasan untuk Debby supaya melegalkan acara mabuk-mabukannya saja. Dayana menduga, Debby sedang suntuk dan ingin bersenang-senang saja.

Debby sebenarnya mengajak mereka semua untuk mabuk sampai black out sejak pukul 9 malam. Namun sayang, Dayana harus menyelesaikan urusan kantornya yang menguras energi dan waktunya. Editor tempatnya bekerja melakukan kesalahan karena tidak segera mengecek approved draft dari klien untuk penayangan advertorial hari ini. Saat hendak tayang, editor baru menyadari bahwa ada satu foto pilihan klien yang diambil bebas di internet. Alhasil, timnya harus menghubungi pemilik foto pilihan klien untuk memproses pembelian, dan dia seorang Hungaria. Jadi, bayangkan saja bagaimana serunya sore Dayana hari ini.

Meski bukan kesalahannya, dan tidak ada yang bisa dilakukan selain menghibur klien selama tim editor bekerja selaku sales manager yang bertanggung jawab atas project yang di-handle oleh account executive di bawahnya, Dayana tetap saja tetap ikut lembur di kantor untuk memastikan semuanya bisa beres. Alhasil, dia baru tiba di Heaven menjelang pukul setengah 12 malam, dan teman-temannya sudah teler.

"Lo nggak capek, Day, kerja sampe tengah malam begini terus?" tanya Diana.

Jangan tertipu dengan penampilan seksi nan sporty menjurus ke hipster Diana malam ini. Di balik itu semua, Diana adalah seorang ibu rumah tangga dengan dua anak perempuan menggemaskan yang masing-masing berusia 4 dan 2 tahun. Suaminya adalah pengacara senior di sebuah firma hukum terkenal. Setiap hari, jika tidak ada pesta semacam ini, aktivitas Diana didominasi oleh mengurus keluarga kecilnya dan beramah tamah dengan tetangga sekitar serta mendampingi suami ke acara-acara formal.

"Duit nggak bisa masuk sendiri ke rekening gue, Say," jawab Dayana.

Matanya memilah-milah botol alkohol di meja, lantas pilihannya kembali pada sebotol Red Wine yang tinggal setengah. Dayana langsung menegaknya dari botol.

"Lo nikah makanya, biar seenggaknya duit yang datang sendiri ke rekening lo," sambar Lina, menggelosor di pinggiran meja.

Debby tergelak. "Lo suruh Dayana nikah, Na? Itu sama kayak gue nyuruh lo pake hijab."

"Terus?" Lina mengerutkan dahi.

"Kan lo Katolik, Carolina!"

Dayana tergelak menyimak obrolan random orang-orang mabuk ini. Dayana tidak akan bersikap menye-menye dengan mengatakan hal ini kepada ketiga sahabatnya, tetapi inilah yang dia cari setiap hari. Sahabat-sahabat baik yang siap mendengar keluh kesahnya. Sahabat yang meski tidak ragu mengatainya tolol atau memarahinya habis-habisan saat dia melakukan kesalahan bodoh, tetapi selalu datang pertama dan mengulurkan tangan saat Dayana butuh bantuan. Di akhir hari, setelah penat bekerja, obrolan di grup WA "CUAN LADIES" menjadi hiburan sendiri bagi Dayana.

"Debby yang the real bitch aja akhirnya tied the knot," komentar Lina. "Gue yakin Dayana pada akhirnya juga bakalan ketemu seseorang."

"Barusan juga gue ketemu seseorang," kata Dayana tanpa berpikir panjang. "Laki-laki, pake kemeja hitam, kayaknya sih ganteng."

Ketiga sahabatnya memandangnya dengan ekspresi tertarik.

"Siapa?" tanya Diana.

"Ya mana gue tahu lah! Kan gue bilang ketemu, bukan kenalan. Terus, ada lagi laki-laki gede kekar, perempuan mabuk, satpam yang kepalanya plontos, ibu-ibu yang nungguin taksi -"

"Woy!" sergah Debby kesal. "Lo mabuk apa gimana, sih?!"

Dayana tertawa. "Lo yang mabuk, bego!"

"Maksudnya Lina seseorang yang spesial, tolol! Bukan random people yang lo temuin di jalan!"

"Random people juga bisa jadi spesial," sanggah Dayana.

"Udah, udah, jangan didesak terus si Dayana. Ntar doi malah cabut," lerai Diana. "Malam ini jadi kan nginep di tempatnya Debby?"

Sontak Dayana berdecak. "Besok gue kerja, wooii."

"Bukannya lo ambil cuti?" tanya Diana cepat.

"Debby suruh ambil cuti, kan?"

"Cuti sih cuti, tapi di hari kerja ini takut ada yang urgent, terus guenya teler gimana?"

Debby berdecak. "Beb, bilang yang jujur! Lo paham artinya cuti nggak?"

Alih-alih menjawab, Dayana hanya tertawa. Sahabatnya itu tentu tidak tahu artinya bekerja di bidang penjualan. Hidup dan matinya, kapan dia bisa liburan ke luar negeri, atau kapan dia bisa beli baju dan tas branded, semuanya ditentukan oleh klien.

'Cuti? Itu adalah kata-kata utopia yang terlalu digembar-gemborkan, tapi aslinya hanya fenomena saja,' menurut Dayana.

"Pokoknya malam ini kita mabuk sampe gak bisa bangun!" jerit Debby sembari mengambil sembarang gelas di meja, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi.

Dayana, Lina, dan Diana mengikutinya. Masing-masing memegang gelas dan mendetingkannya di udara.

"Ya udah, kalian aja yang mabok. Biar gue yang stay sober sekalian jagain kalian," putus Dayana.

"Ih, ngapain? Semua yang ada di sini udah gue bayar. Minum sampe black out Babe!"

"Kalau semua teler, yang nyetirin balik siapa, Nenggg?"

"Tenaaang," jawab Debby sembari mengisi ulang gelasnya. "Gue udah siapin sopir buat malam ini."

"Sopir?" Mata Dayana mencuat naik. "Danis?"

"Bukan. Tuh orangnya," jawab Debby sembari mengedikkan kepala ke sisi kanan mereka.

Dayana mengikuti arah kedikan Debby, dan melihat seorang pria muncul dari sela-sela orang yang tengah berpesta. Pria itu memakai kemeja slim fit hitam dan membawa minuman kaleng. Dayana menyipitkan mata begitu mengenali sesuatu.

Lho, itu kan laki-laki yang menolongnya tadi?

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh LucioLucas

Selebihnya
MANTAN DEPAN RUMAH

MANTAN DEPAN RUMAH

Romantis

5.0

"Pacarku memang dekat, lima langkah dari rumah." Allana mendengus kesal saat lagu Pacar Lima Langkah yang dinyanyikan oleh lceu Wong itu ternyata masih ada di dalam playlist Spotify-nya. la benar-benar lupa, belum menghapus lagu legendaris itu dari playlist-nya. Lagu yang pernah terdengar begitu manis itu, membuat Allana teringat akan kisahnya dulu dengan si Mantan Suami. Kisah yang kini hanya bisa ia sesali. Allana bersumpah akan mencari sampo yang ia dapatkan pada periode flash sale itu nanti, di kamar mandi Marchell. Bulan lalu saja hand body favoritnya yang dihemat setengah mati, ia temukan di sudut kamar Marchell. Allana menghela napas panjang. Kapan Marchell akan berhenti seenaknya menggunakan barang-barangnya? Toh mereka bukan lagi suami istri. Pasca bercerai, tentu saja ia semakin sibuk mencari rezeki. Memangnya apa yang bisa diharapkan dari pria seperti Marchell? Demi secepatnya bercerai dari Marchell, Allana memutuskan tidak terlalu mempermasalahkan harta gono-gini, asalkan hak asuh anak jatuh ke tangannya. Lagi pula, harta yang mereka miliki setelah menikah tidak begitu banyak. Hanya boks bayi, stroller, dan beberapa perlengkapan bayi lainnya. Marchell juga tidak menuntut pembagian uang tabungan yang memang sebagian besar berasal dari hasil kerjanya. Proses perceraian mereka berjalan sangat lancar meskipun hakim berkali-kali menawarkan mediasi. "Ibu Allana yakin bercerai? Suami anda good looking, baik, tidak KDRT, dan tidak selingkuh. Hanya belum beruntung dalam mencari rezeki. Toh anda juga bekerja," tanya Pak Hakim kala itu di pengadilan. "Saya yakin seyakin-yakinnya Pak! Saya sudah tidak tahan hidup bersama dia!" jawab Allana kala itu sambil melirik sengit pada mantan suami yang tampak hanya menghela napas panjang. Setelah melalui proses yang nyaris tanpa hambatan, akhirnya mereka resmi bercerai. Allana pikir, segalanya akan berjalan mudah karena mereka tidak lagi tinggal satu atap. Namun kenyataannya, tidak seperti yang Allana bayangkan karena sang mantan suami memutuskan kembali menempati rumah lamanya, yang hanya berjarak lima langkah dari rumah. Persis di depan rumahnya.

KEPINCUT PAPA MUDA

KEPINCUT PAPA MUDA

Romantis

5.0

"Anak-anak manis, kalian tidak apa-apa?" Kedua anak kembar itu mendongak, wajah mereka sudah dibasahi hujan dan air mata. Mendadak, kedua anak itu berteriak keras sambil memeluk Althea. "Mamaaaa...!!" "Wait... Mama? Siapa Mama?" "Eh, tunggu. Kalian siapa?" tanyanya bingung. "Oh, ada mamanya. Bagaimana kerja kamu jadi jadi orang tua, hah! Anak dibiarin hujan-hujan. Lihat, nih, saya hampir jatuh karena ngindarin anak itu!" Althea, seorang dokter muda mandiri yang tidak mengenal kata manja. Ia dibesarkan oleh orangtua tunggal, Mama-nya, setelah Papa-nya meninggal karena terlambat mendapat penanganan medis. Sang Papa adalah pekerja keras yang memilih meninggalkan kekayaan keluarganya dan hidup bersama Mama-nya. Setelah kepergian Sang Papa, Opa dari Papa-nya kembali datang untuk membawa Althea dan Mama-nya masuk menjadi bagian keluarga. Ketulusan dan kebaikan hati Althea dan Sang Mama membuat Opa-nya begitu menyayangi dan mempercayakan seluruh asset-nya untuk mereka kelola. Hingga di akhir hayatnya, Sang Opa mewariskan seluruh asetnya kepada keduanya. Hal ini menimbulkan konflik dengan Sang Tante serta sepupu-sepupunya. Kelembutan hati Althea membawanya bertemu dengan sepasang anak kembar yang telah ditinggal meninggal oleh Mama-nya sejak kecil. Rasa senasib karena harus hidup dengan orangtua tunggal, membuat Althea sangat memahami kesepian anak-anak itu. Terbukti dengan begitu mudahnya ia dekat dan sayangnya Althea pada kedua anak kembar – anak tetangganya itu. Kedekatannya dengan anak-anak itu membuat mereka merasa aman dan bergantung pada Althea. Siapa sangka, kasih sayangnya pada anak-anak itu membawanya pada kisah cinta yang tidak biasa namun tetap indah. Sementara itu Evander, duda keren beranak dua, tidak pernah menyangka bahwa usahanya untuk membentengi diri dari wanita demi anak-anaknya, justru dibuat kembali merasakan jatuh cinta seperti anak remaja oleh seorang wanita unik. Kisah cinta mereka tidak semulus jalan tol, juga tidak secantik taman bunga, tapi cukup menggemaskan dan penuh tantangan.

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku