Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Tentara Langit Penjaga Hati

Tentara Langit Penjaga Hati

Kiky Suripto

3.5
Komentar
957
Penayangan
25
Bab

Jatuh cinta kembali setelah melewati pada pernikahan sebelumnya tentu tidaklah mudah untuk dijalani. Rasa tidak percaya diri tentu lebih mendominasi. Tetapi kekuatan cinta mampu mengesampingkan segala hal yang menghalangi Wardana, duda tampan berpangkat Letnan Satu untuk mendapatkan hati Zanna, gadis pujaannya. "Aku sudah berjanji pada diriku untuk tidak menikah jika terluka lagi. Aku sudah merasa nyaman hidup tanpa lelaki. Jadi jangan pernah lagi muncul di hadapanku!" Tatapan tajam Zanna mengiringi setiap ucapannya yang penuh penekanan. Berhasilkah Wardana memenangkan hati Zanna, mengingat gadis itu memiliki trauma dengan lelaki? Bagaimana juga Wardana mengatasi rasa tidak percaya dirinya atas penolaka-penolakan Zanna. Baca kisah mereka, yuk!

Bab 1 Kepergiannya

Jakarta 2005

Suara ayam jantan milik tetangga berkokok nyaring. Membangunkan penghuni komplek perumahan, yang terletak di pinggiran Ibu Kota. Anak lelaki berusia empat tahun, beranjak bangun mencari ibunya, karena tidak berada di sampingnya. Mengelilingi seluruh ruangan, dalam rumah minimalis, khas perumahan sederhana, yang hanya terdapat ruang tamu, dua kamar tidur, dapur, juga kamar mandi. Tetapi tidak ditemukannya sosok perempuan yang telah melahirkannya.

"Ibu.... Ibu!" tangis anak lelaki berwajah tampan itu, sambil terus mencari ibunya. Namun, hanya ruangan kosong yang ditemui.

Untuk ukuran anak kecil yang masih balita, Ken termasuk pemberani. Pagi masih buta, tetapi kaki kecil Ken justru melangkah keluar, untuk mencari keberaadaan ibunya. Bu Hendi, tetangga sebelah rumah keluarga Pak Cavero Suwardana--papa Ken-melihat anak tetangga itu tampak kebingungan, lalu menghampiri bocah lelaki yang sering meramaikan rumahnya.

"Ken, ada apa, Nak? Lagi nyari siapa?" tanya Bu Hendi sambil mengelus lembut kepala Ken.

"Nyari ibu, Bulik," jawab Ken, dengan tetap memperhatikan sekelilingnya, kalau-kalau ibunya muncul.

"Memang ibu kemana, Sayang? di rumah nggak ada?" Kembali perempuan yang baru setahun menikah itu meminta penjelasan pada Ken.

"Ken nggak tahu, tapi pas bangun tidur, ibu sudah nggak ada." Raut kecemasan tercetak jelas pada wajah bocah yang sudah ingin sekolah itu.

"Ya sudah, Ken ikut ke rumah Bulik dulu sampai ibu datang. Mungkin ibu lagi ke pasar, kita tunggu ibu, ya." ajak Bu Hendi pada Ken. Setelah menutup pintu rumah Ken, Bu Hendi membawa anak lelaki yang mengidolakan superman itu ke dalam rumahnya.

Sampai di rumah bercat kuning gading, Pak Hendi menyongsong kedatangan istrinya, dengan tatapan heran. Pagi buta begini sudah bersama Ken? Rasa penasaran lelaki jebolan Fakultas Tekhnik ITB bergejolak. Bu Hendi meminta suaminya untuk mengajak Ken salat subuh dulu. Sedang dirinya yang sedang halangan, menyiapkan sarapan untuk mereka bertiga. Begitu dua lelaki beda generasi itu selesai salat, Dinda-istri Hendi-juga telah menata tiga piring nasi goreng di atas meja makan. Khusus untuk Ken, nasi goreng tanpa cabai dengan sosis berbentuk kembang.

Selesai sarapan, Ken izin mau pulang untuk mandi. Tetapi Hendi memintanya untuk mandi di rumahnya saja. Masih ada beberapa baju Ken tersimpan di almari kamarnya. Sambil menunggu Ken selesai mandi, Dinda menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada bocah lelaki yang lebih sering bersama mereka dari pada ibunya, saat Wardana harus tugas keluar kota.

Bagi keluarga Hendi, terutama Dinda, tidak jadi masalah kalau Murwani--ibu Ken--sering menitipkan Ken pada dirinya. Dinda justru merasa senang, karena ada teman saat Hendi harus berangkat kerja. Entah punya kesibukan apa Murwani di luar rumah, karena selama mereka bertetangga, setahunya Murwani hanya ibu rumah tangga.

Hendi memutuskan untuk menghubungi Wardana, yang rupanya sedang dinas ke Bandung. Bersyukur hari ini, lelaki yang berprofesi sebagai anggota TNI AU itu, sudah bisa pulang. Wardana mengabarkan, kalau sampai Jakarta sebelum dzuhur. Dia juga meminta tolong pada keluarga Hendi, untuk titip Ken sampai dirinya datang. Tentu Hendi dan Dinda tidak keberatan. Sedikit ada kelegaan di hati lelaki berdarah campuran Jawa dan Bali itu.

Rassed Kennan adalah anak yang penurut, tidak rewel apalagi cengeng. Wardana sebisa mungkin menyiapkan Ken menjadi anak lelaki yang tangguh dan kuat, sejak dirinya mengetahui perselingkuhan sang istri. Wardana tidak terkejut, ketika Hendi memberitahukan tentang kepergian istrinya dari rumah. Lelaki berkulit sawo matang itu, sudah memperkirakan kalau hari ini akan datang juga, cepat atau lambat. Wardana masih bisa bersyukur, Ken tidak dibawa pergi ibunya. Hanya bocal lelaki itu, penyemangat hidup dalam keterpurukan saat ini.

Kedatangan Wardana disambut dengan gembira oleh Ken. Sudah lebih dari dua pekan mereka terpisah jarak. Murwani tidak mengizinkan dua lelaki beda generasi itu saling berkominikasi. Ketika Ken meminta pada ibunya, untuk menelpon sang papa, maka perempuan itu akan membuat alasan, kalau papanya sedang sibuk dan tidak bisa diganggu. Begitu juga sebaliknya, kalau Wardana menghubungi dan ingin berbicara pada anak lelakinya, Murwarni beralasan kalau Ken sudah tidur atau sedang bermain ke rumah temannya.

Wardana sangat berterima kasih pada keluarga Hendi, yang sudah sering direpotkan, dengan menitipkan Ken pada mereka. Pernah, saat wardana mendapat tugas mendadak untuk perbaikan radar di Natuna. Sedang Ken tidak ada yang menjaga karena istrinya sedang pergi. Dengan terpaksa, Ken dibawa ke Halim. Entah nanti mau dititipkan pada siapa? mungkin anggota atau letingnya. Dinda sempat mendengar kebingungan Wardana sebelum berangkat, langsung menghububgi suaminya. Tidak lama Hendi sudah berada di Lanud Halim Perdanakusuma, setelah meminta izin pada atasannya.

Dari kejauhan, tampak Ken menangis sambil memandang kearah papanya, yang sibuk mempersiapkan keberangkatan. Hati Hendi terasa tercubit melihat kenyataan, Ken yang masih belia harus mengalami hal demikian. Lelaki berperawakan tinggi kurus itu, berlari menuju tempat Ken berdiri. Wajah bocah yang sudah basah oleh airmata, seketika ceria, begitu melihat Om Hendinya datang. Disong-songnya lengan kecil yang terbuka lebar, lalu diangkatnya ke dalam gendongan Hendi.

"Anak ganteng, kenapa nangis?" tanya Hendi, sambil mengusap airmata Ken dengan tissue, yang selalu tersedia dalam tas punggungnya.

"Ken takut ditinggal papa. Sekarang ada Om Hendi, jadi nggak takut lagi," celoteh Ken dengan gaya khas bocahnya.

Wardana mendekat saat melihat Ken dalam gendongan Hendi. Perwira dengan dua cekung di kedua pipinya saat tersenyum itu, memang sering mengajak Hendi dan istrinya main ke Halim, sehingga rekan juga anggota yang lain sudah tidak asing dengan lelaki asal Ponorogo Jawa Timur tersebut. Sehinga dengan mudah, Hendi melewati pemeriksaan di pintu masuk bandara khusus VIP.

"Mas, besok-besok lagi kalau mau dinas luar, biar Ken sama Dinda saja. Apa Mas sudah nggak percaya lagi sama kami, hingga membawa Ken seperti ini?" Suara Hendi sedikit tercekat. Wardana tahu, bahkan sangat paham kalau suami istri yang belum juga diberi amanah anak itu, sangat menyayangi Ken. Perwira muda itu, hanya merasa tidak enak merepotkan tetangganya terus menerus.

"Bukan begitu, Hen, aku takut kalau merepotkan kalian terus." Wardana menjawab dengan rasa bersalah menyelimuti hati.

"Nggak ada yang repot, Mas. Justru kami senang kalau ada Ken di rumah. Buat temen Dinda juga. Ken, aku bawa ya, Mas. Fokus saja dengan tugas yang Mas emban," ucap Hendi sambil menepuk pundak Wardana. Lalu dibalas pelukan hangat dari tentara berpangkat Letnan Satu tersebut. Begitu pesawat yang membawa Wardana take off, Hendi mengajak Ken pulang.

Begitulah kehidupan yang harus dijalani Wardana, setelah kepergian Murwani dari rumah. Tanpa membuang waktu, sepulang dari Natuna, Wardana segera mengumpulkan bukti-bukti perselingkuhan istrinya. Dibantu beberapa teman dan anggota POM AU, akhirnya saksi juga sudah didapat. Ayah Ken sudah mengajukan cuti untuk pulang ke Tegal. Lelaki berusia tiga puluh tahun itu, harus menceritakan apa yang sedang menimpa rumah tangganya, pada kedua orang tuanya. Walau dengan resiko, pasti akan membuat hati Ajik dan Biangnya kecewa.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku