Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Ikatan Hati

Ikatan Hati

Kaeb

5.0
Komentar
91K
Penayangan
80
Bab

Abian Bimantara. Anak kamu, Adrian Bimantara. Oke. Ini mengejutkan. Kediaman Bimantara dibuat gempar ketika sesosok bayi muncul di depan pintu rumah. Ditambah secarik kertas berisi sebaris kalimat yang menyatakan si bayi adalah keturunan keluarga Bimantara. Oㅡwow! Seisi rumah heboh! Lalu, bagaimana reaksi si tersangka yang disebutkan dalam kertas? Siapa sebenarnya Abian? Ibunya? Orang tuanya?

Bab 1 Pertama

Abian Bimantara. Anak kamu, Adrian Bimantara.

Oke. Ini mengejutkan.

"Hah?!" Seluruh anggota keluarga Bimantara serentak melongo setelah membaca sebaris kalimat yang tertulis di kertas yang mereka temukan dalam box dimana baru saja mereka menemukan sesosok bayi laki-laki gembul berkulit putih yang menjadi ciri khas keluarga Bimantara–rata-rata memang mempunyai kulit yang putih bersih. Entah laki-laki atau perempuan.

Tuan serta nyonya dan si sulung di kediaman Bimantara langsung mengalihkan pandangan pada si putra bungsu yang juga berada di tempat kejadian perkara dengan tatapan heran sekaligus menyelidik.

Adrian Bimantara dikenal sebagai anak pendiam. Meski begitu, dari kecil hingga dewasa dia tak pernah melakukan hal-hal yang dapat menggunjing keluarga. Anak yang patuh, berbakti, selalu mengedepankan pendidikan hingga dia berhasil menduduki kursi menejer di perusahaan milik keluarga Bimantara. Dia tak punya waktu–atau tak terlalu suka–terlibat dengan seseorang untuk urusan perasaan.

Bisa dikatakan si bungsu fokus pada karir daripada menjalin hubungan dengan seseorang. Walau banyak wanita yang menaruh hati dan berusaha merebut perhatiannya, Adrian tetap tak acuh. Dan lelaki yang sempat dikira aseksual–oleh keluarganya–tiba-tiba memiliki anak?

Hah? Kapan buatnya?!

"Nggak!" pungkas si bungsu merengut. Tidak terima. "Mungkin aja itu bayinya kakak!"

"Enak aja!" Adnan pun tak terima, "Jelas-jelas nama kamu yang ada di sini. Sekarang jelasin sama kami. Kamu hamilin siapa?"

Arah tatapan pasangan Bimantara senior masih terarah pada si bungsu. Ditambah pertanyaan menohok Adnan tadi. Ketiganya berpikir bila Adrian tidak mau bertanggung jawab maka bayi gelap ini dikirim kemari. Untuk membuktikan bila si bungsu Bimantara bersalah.

Hmph.

Tidak ada penjelasan lebih masuk akal dari itu. Mereka bertiga menghela bersamaan. Astaga!

"Aku nggak pernah berhubungan nggak jelas kayak gitu sama siapa pun! Nggak mungkin bayi itu anak aku!" Adrian lagi-lagi membantah. Ya, dia merasa tidak terlibat hubungan asmara atau melakukan pergaulan bebas. Tidak terima dituduh begini. Siapa pula yang membuang si bayi ke kediaman Bimantara dan menumbalkan namanya?

Ketiga anggota Bimantara yang lebih tua dari si bungsu menatap ke arah box berisi bayi gembul yang sedang bermain-main dengan mainan karet yang ada di genggamannya. Nggak jelas, tapi menghasilkan bayi, batin ketiganya sedikit prihatin dengan keadaan si gembul yang tak diakui oleh ayahnya.

"Coba Tes DNA! Hasilnya pasti nggak cocok!" Adrian membangun benteng pertahanan.

Agam Bimantara–sang Kepala keluarga–kembali menghela, "Tenanglah. Kita semua terkejut. Apalagi nama kamu tertulis di kertas itu. Kalau tes DNA bisa ngasih jawaban, kita bakal lakuin."

"Kalau hasilnya cocok, gimana?" tanya Adnan menghiraukan raut kekesalan di wajah adiknya. Dia hanya ingin mereka menetapkan tindakan jika hasil tes keluar.

Adrian mendengus, "Hasilnya nggak bakal cocok!"

"Udah, udah. Kalau hasilnya cocok tentu kita rawat. Dia adalah keturunan Bimantara. Baru cari ibu kandungnya," Agam langsung mengacungkan telunjuk ketika si bungsu ingin menyela, "Kalau hasilnya nggak cocok, kita tetap rawat sampai nemuin siapa yang bawa kemari dan balikin bayi itu."

Adil dan bijak. Semua setuju. Meski Adrian tetap merengut. Untuk sementara sebelum dilakukan tes DNA, bayi bernama Abian itu tetap akan mereka jaga. Rosa langsung mengambil si bayi dari dalam box dan menggendongnya. Menatap dari dekat wajah lucu Abian yang banyak terlihat menuruni gen Bimantara–atau lebih tepatnya Adrian. Ahem.

Yang berbeda dari Bimantara adalah binar cantik di mata si gembul yang tidak dimiliki oleh keturunan Bimantara lain. Irisnya berwarna coklat terang, seperti kerlipan lampu yang bersinar di gelap malam serta senyumnya yang lebar. Bayi Abian tidak suram–bermuka datar seperti keturunan Bimantara biasanya–dia malah gampang tertawa; apalagi ketika Rosa mencubit hidung mancungnya.

Abian bergidik geli dan tertawa tanpa suara.

Ah, seandainya benar cucu, Rosa dengan senang hati menerima. Umumnya kejadian seperti ini akan ditanggapi serius, namun dia tak ingin hawa dingin keluarga ini yang begitu terkenal berdampak pada si kecil Abian yang seperti oasis di dalam rumah. Abian adalah kebalikan dari orang-orang Bimantara. Semoga benar bila si bayi adalah cucunya. Dia berdoa dalam hati.

**

Hanya tiga hari. Hasil tes DNA telah keluar. Mereka sengaja mengirim bahas tes tanpa datang ke Rumah Sakit karena tidak ingin membuat skandal. Untungnya Dokter senior di Rumah Sakit yang mereka kirimi bahan tes adalah teman Agam, jadi rahasia mengenai si bayi tetap aman.

Semuanya berkumpul di ruang tengah; ruang keluarga. Agam, Rosa, Adnan dan Adrian. Tak lupa si gembul bernama Abian dalam gendongan sang Nyonya Bimantara yang sibuk mengigiti mainan karet. Padahal giginya belum tumbuh.

Amplop berlabel Rumah Sakit berada di genggaman sang Kepala keluarga. Mereka memandang amplop berwarna putih itu dengan tegang. Menunggu Agam membuka dan membaca isi surat di dalamnya. Sewaktu ujung amplop di robek, Adnan dan Adrian bersamaan menelan saliva dengan susah payah. Menegangkan sekali, ah!

Surat keterangan hasil tes sudah dilembari. Agam tengah membaca apa yang tertulis di sana. Raut wajahnya perlahan berubah. Mengerutkan kening lalu menyipitkan mata di bagian akhir dari isi surat.

"Astaga ...!"

"Kenapa? Kenapa?" sang Nyonya Bimantara mendekati suaminya. Ikut membaca isi surat hasil tes DNA yang dipegang oleh Agam. Langsung membaca ke bagian kesimpulan. Alis Rosa bertaut seraya menggumam, "Beneran?"

Melihat reaksi kedua orang tuanya yang bisa dikatakan aneh, Adnan dan Adrian mendekati Agam serta Rosa. Si sulung merebut kertas surat hasil tes DNA tersebut dari tangan ayahnya–mohon jangan ditiru tindakan tak sopan ini–kemudian membacanya bersama Adrian.

Berdasarkan bahan yang pihak Rumah Sakit terima dan uji coba kecocokan antara Adrian Bimantara dengan bayi bernama Abian hasilnya hampir seratus persen–yang artinya DNA mereka cocok–memaksudkan ialah si bungsu adalah ayah dari si bayi.

Adrian mengambil kertas surat hasil tes DNA dan membaca ulang setiap kata yang tertera di sana. Berharap dia salah melihat tadi. Namun, kesimpulan yang menyatakan bahwa DNAnya dan Abian cocok–mereka adalah ayah dan anak–tidak berubah. Terpampang kelas di sana dengan nama Dokter yang menguji coba, tanda tangan dan stempel.

"Nggak mungkin!" seru si bungsu, "Ini pasti salah!" lanjutnya tidak terima.

"Adrian." Sang Kakak menepuk pundak si adik, mencoba menenangkan, "Sekali pun kamu membantah, hasil ini nggak akan berubah." Katanya.

"Tapi ..., tapi ..., aku nggak pernah berhubungan dengan siapa pun! Gimana mungkin bayi itu anaku?!" sungguh, bagaimana caranya bayi yang tengah digendong oleh mamanya adalah bayinya–anaknya? Dia tidak pernah tidur dengan siapa pun!

"Adrian, bukannya kamu yang mau tes DNA?" Agam bersuara. Menohok si bungsu.

Pemuda berusia dua puluh lima tahun itu terdiam dengan wajah pucat. Bagaimana ... bagaimana bisa terjadi? Kenapa begini? Niatnya agar terbukti bahwa dia tak terikat darah atau apapun dengan si bayi. Tapi, kenapa malah terbukti mereka berkaitan? Dia adalah ayahnya? Ti-tidak mungkin!

"Udah, udah. Apapun hasilnya kita udah sepakat untuk rawat Abian," Rosa mencairkan suasana yang cukup tegang antara suami dan kedua putranya. "Sekarang kita mesti cari siapa ibunya Abian."

Agam dan Adnan kompak menghela, sedang Adrian terpaku pada hasil tes DNA di tangannya. Masih memikirkan bagaimana bisa Abian adalah anaknya. Mengingat-ingat setiap orang yang dia temui, yang dia kenal, yang berkemungkinan adalah ibu dari si bayi. Atau dia tak sadar pernah berbuat asusila? Argh!

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Romantis

4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Romantis

5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku