Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Rahasia Istri yang Terlantar
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Sang Pemuas
Gairah Sang Majikan
Disuatu malam yang dingin, Dimas menghentikan laju mobilnya di kedai kopi yang terletak tidak jauh dari tempat lokalisasi, berniat turun dan memesan secangkir kopi untuk menghangatkan tubuh di kedai itu, tiba-tiba dengan lancang seorang perempuan datang menggedor pintu mobilnya, diiringi riuhnya suara sirene mobil polisi. Rupanya malam itu tengah diadakan razia Satpol PP ditempat lokalisasi.
"Mas-mas, tolong buka pintu mobilnya!" Perempuan itu menunjukan mimik wajah panik.
"Mungkin dia salah satu PSK disini, apakah aku perlu membukakan pintu? Atau membiarkan dia terciduk Polisi? Tapi kasihan sih, ah nggak ada salahnya aku nolongin, kali ini saja", gumam Dimas dalam hati yang diikuti gerak tangannya membukakan pintu mobil untuk perempuan malam itu.
Begitu pintu mobil terbuka, dengan sigap perempuan itu masuk, maringkuk dibawah carseat. Badanya bergetar hebat dengan kepala yang masih meringkuk kebawah. Apakah sedemikian takutnya perempuan ini dengan salah satu resiko yang harus dia tanggung sebagai perempuan malam?
Ingin Dimas menepuk bahu perempuan itu untuk sekedar menyadarkannya dari rasa panik yang menerjang, tetapi situasi ini cukup canggung bagi Dimas. Dia sama sekali tidak mengenal perempuan itu.
"Mbak, tenang ya? Dari luar kaca mobil ini tidak terlihat, Mbak nggak perlu meringkuk seperti itu...", ucap Dimas memecah suasana hening.
Perempuan itu mengangkat kepala dengan nafas yang masih tersenggal. Kedua tanganya memeluk tubuh gemulai yang masih bergetar itu. Perempuan itu menoleh ke arah luar mobil untuk memastikan situasi di luar aman.
"Mas, sementara saya di sini dulu ya sampai situasi di luar aman?",pinta perempuan itu dengan tatapan berkaca-kaca.
Dimas terpukau dengan kecantikan yang dimiliki perempuan itu. Rambut hitam panjang sepinggang dengan poni depan yang cukup tebal, membuat perempuan itu terlihat semakin manis. Dari wajah, kini tatapan mata Dimas turun tertuju pada tubuh perempuan yang kini duduk di sebelahnya. Leher yang begitu indah. Tubuh perempuan itu nampak sekal dibalut gaun merah terang yang sangat ketat di bangian dada, membuat buah dada yang subur itu nampak jelas.
"Mas?", ucap perempuan itu dengan kedua telapak tangan melambai di depan wajah Dimas.
"Mas dengar saya bicara?", sambung si perempuan membuat Dimas mulai tersadar dari lamunanya.
"Oh iya, Mbak, saya dengar kok. Sementara Mbak disini dulu saja sampai situasi di luar aman." jawab Dimas dengan senyum ramah.
Seketika suasana menjadi hening. Satu sama lain memiliki perasaan yang sama, sama-sama malu untuk memulai perbincangan di dalam ruang kecil yang saat itu hanya ada mereka berdua. Dimas masih terus memperhatikan perempuan itu yang sampai sekarang pandanganya terus tertuju di luar, berharap keselamatan memihak kepadanya.
"Mbak mau di sini aja atau kita pergi ke tempat lain?", ucap Dimas ngasal yang berhasil memecah keheningan.
"Eh, bukan gitu, maksud saya, mungkin kalau Mbak lapar kita bisa pergi ke tempat makan dulu sambil nunggu situasi aman."
"Boleh, Mas." jawab perempuan itu singkat.
Dimas memilih untuk memutar kendaraanya, memilih jalan lain untuk menghindari tempat lokalisasi itu.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang, sengaja Dimas melakukan itu untuk membuat perempuan yang duduk di sebelahnya merasa nyaman. Laju kendaraan mereka terhenti di suatu kedai makan yang cantik dengan aksen vintage di dalamnya.
Ketika tangan perempuan itu hendak membuka pintu mobil, Dimas dengan sigap menghentikannya.
"Tunggu!", seru Dimas seraya melepas kemeja bermotif kotak yang dia kenakan.
"Ini Mbak, dipakai aja," Dimas menyerahkan kemejanya pada perempuan itu.
"Loh, Mas, kenapa sampai melakukan itu? Saya sudah terbiasa berpakaian seperti ini," jawab si perempuan.
"Jangan Mbak! Saya mohon, pakai kemeja ini. Tubuh Anda begitu beharga!" ucap Dimas meyakinkan.
Perempuan itu tersenyum, membalas ucapan Dimas dengan tangan menengadah, yang berati dia mengiyakan untuk memakai kemeja pemberian Dimas.
'Ternyata masih ada laki-laki yang menganggapku beharga di dunia ini.' gumam si perempuan dalam hati. Ucapan Dimas cukup membesarkan hatinya yang rapuh oleh banyaknya sayatan luka dari banyak pria yang pernah dia temani. Bagaimana tidak? Disaat semua laki-laki yang datang kepadanya hanya membutuhkan kenikmatan atas raganya, disaat setiap pria yang melaluinya tak segan berpandangan liar dan menggodanya, bahkan tak jarang dia menerima ucapan dan sikap kasar dari para tamu laki-laki yang datang.
"Kita duduk di bangku pojok ya,"