Kembalinya Sang Mantan

Kembalinya Sang Mantan

tyas

5.0
Komentar
1K
Penayangan
29
Bab

"Kalau jalan lampu hijau, hati-hati lampu kuning, kalau kita asing, gimana?" "Udah asing kali. Gak inget ya, kita udah putus dua tahun yang lalu?" Cica, perempuan yang tahun ini menginjak kepala dua itu, harus berjumpa kembali dengan sang mantan sewaktu SMA dulu. Pertemuannya sangatlah tidak aesthetic. Di selokan--ketika Cica fokus memainkan ponsel sampai tidak melihat selokan penuh lumpur dan bau. "Es krim yang dari Cina itu apa sih namanya? Miss you gak sih?" Cica memutar kedua bola matanya, lalu mencebik kasar, "Bantuin gue naik, oy. Malah ngegombal terus. Udah kenyang gue makan janji manisnya elu, Soleh?!" Soleh--mantan Cica justru terkekeh ringan. Lelaki tersebut jongkok alih-alih membantu Cica keluar dari selokan, "Le minerale itu yang ada nangis-nangisnya dikit gak sih?" "Keinget masa lalu ya, Beb?" sambung Soleh membuat Cica menggeram, menahan emosi. "Dasar g*la," Tidak disangka, Cica menarik pergelangan tangan Soleh. Alhasil, mereka berdua sama. Iya, sama-sama kotor terkena lumpur. "Untung gue masih sayang sama elu, Ca," Soleh mencuil sedikit lumpur dan menaruhnya di pipi tirus sang mantan.

Bab 1 Mantan

"Kenalan lagi dong, Ca. Biar lebih akrab."

Usai drama di selokan, kini mereka berdua bersih-bersih di sungai dekat rumah kosong. Agak lumayan jauh dari rumah Cica.

"Sabar. Yang cuekin gue semoga jodohnya gue," imbuhnya lagi.

Cica menyipratkan air langsung ke wajahnya Soleh, "Berisik. Sadar, ini masih sore. Nggak usah kebanyakan halu,"

"Zaman sekarang banyakin halu, Ca. Supaya jadi kenyataan,"

"Btw, nomor WhatsApp gue dibuka dong blokirannya," Cica mengabaikan ocehan Soleh.

Selesai membersihkan celana tidurnya, dia bergegas berdiri ingin segera hengkang meninggalkan Soleh. Bukan hatinya cenat-cenut lagi sehingga menimbulkan getaran cinta. Perempuan itu belum membeli pesanan Bapaknya yakni kopi juga rokok di warung.

"Ca? Demen amat cuekin gue?" Soleh tidak menyerah. Dia ikut menyusul Cica dan ... hap.

Kena sasaran.

Soleh membalikkan tubuh Cica agar menghadap ke dirinya, "Rumah onoh kosong lho, Ca,"

Cica mengangguk singkat, "Tau kok,"

"Cica dulu sama sekarang beda. Gue gak takut setan, karena elo udah jadi setan menurut gue?!"

Sakit banget loh. Sampe tembus empedu, batin Soleh.

"Ada buaya, Ca, awas," seru Soleh sambil modus memeluk erat tubuh Cica.

Nyaman.

Satu kata terucap dalam benak lelaki itu.

Kapan ya, terakhir dirinya memeluk Cica yang pelukable?

***

"Ke warung, Ca? Beli apaan dah? Roti Jepang?" Soleh bertanya secara beruntun.

"Bang Soleh??" pekik anak penjaga warung. Bocah bernama Yuna menghamburkan tubuhnya ke pelukan Soleh.

Fyi, Soleh amatlah terkenal di daerahnya Cica. Mungkin keseringan apel kali, ya, dulunya? Ada lah seminggu tiga kali. Kesayangannya bocah plus idaman emak-emak. Yah, Cica mengakui bahwasanya Soleh semacam kembar identik dengan Lee Min Hoo. Kulit putih bersih, hidung mancung macem perosotan anak TK, alis tebal, bulu mata lentik, serta mempunyai postur tubuh tinggi dan punya ABS alias six pack. Serius. Cica tidak mengada-ngada. Apalagi soal roti sobeknya. Gak sengaja dia liat perut kotak nya Soleh itu ketika cowok tersebut tengah ganti baju di dalam kelas. Nah, dia mengira tidak ada siapa-siapa. Lah dalah, rupanya Soleh sedang berganti dari baju osis ke kaus olahraga.

"Hey, kids. How are you?"

Cuih, sok Inggris. Cica mendengkus kasar, lebih baik dirinya masuk warung setelah mengucapkan salam.

Soleh udah pulang?

Alhamdulillah sih. Jadinya Cica gak darah tinggi karena sikap lelaki itu berubah. Pas dulu emang friendly, tetapi sekarang murah senyum. Tebar pesona sama murah senyum beda gak sih?

"Heiii, melamun mulu dah kerjaan elu, Ca?"

Waduh, Cica tidak sadar udah di depan pagar rumahnya. Efek memikirkan mantan jadinya ya ... wait? Suara tadi kok tidak asing ya di telinga perempuan itu?

Mendongakan kepala, dirinya hampir terpesona seketika kala Soleh membuka pintu pagar seraya tersenyum lembut.

Alamak, Pak. Tolonglah anakmu ini supaya enggak terjerat kembali oleh pesona sang mantan. Bahaya. Harus warning.

"Iya, gue ganteng, Ca. Segitu terpesona ya lo dengan wajah bak oppa Korea ... aduh,"

Soleh mengaduh kesakitan karena Cica mencubit perut six pack nya. Sakit sih tapi, nikmat dalam waktu bersamaan kalau Cica yang melakukan hal tersebut.

"Ngapain lu ke sini lagi, Soleh?!" geramnya.

"Slow, Ca. Gue mau silaturahmi sama calon mertua. Gak aneh-aneh,"

"Oh satu lagi. Bapak lo batuk-batuk terus sewaktu gue ngucap salam--- "

"Lah, gue ditinggal masa," gumam Soleh.

Apa Bapak kambuh lagi sakitnya? Batin Cica sambil berjalan cepat menuju rumah.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh tyas

Selebihnya

Buku serupa

Gairah Liar Ayah Mertua

Gairah Liar Ayah Mertua

Gemoy
5.0

Aku melihat di selangkangan ayah mertuaku ada yang mulai bergerak dan mengeras. Ayahku sedang mengenakan sarung saat itu. Maka sangat mudah sekali untuk terlihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan perasaanku, maka aku mengambil air yang ada di meja. Kulihat ayah tiba-tiba langsung menaruh piringnya. Dia sadar kalo aku tahu apa yang terjadi di selangkangannya. Secara mengejutkan, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Ayah langsung bangkit dan memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya juga tiba-tiba meraih tanganku dan membawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mungkin karena kaget atau aku juga menyimpan hasrat seksual pada ayah, tidak ada penolakan dariku terhadap kelakuan ayahku itu. Aku hanya diam saja sambil menuruti kemauan ayah. Kini aku bisa merasakan bagaimana sesungguhnya ukuran tongkol ayah. Ternyata ukurannya memang seperti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. tongkol ayah benar-benar berukuran besar. Baru kali ini aku memegang tongkol sebesar itu. Mungkin ukurannya seperti orang-orang bule. Mungkin karena tak ada penolakan dariku, ayah semakin memberanikan diri. Ia menyingkap sarungnya dan menyuruhku masuk ke dalam sarung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung tongkol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-benar membuatku makin bergairah. Aku hanya melihat ke arah ayah dengan pandangan bertanya-tanya: kenapa ayah melakukan ini padaku?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku