Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Belenggu Sang Mantan

Belenggu Sang Mantan

Miss Secret

5.0
Komentar
74
Penayangan
3
Bab

Kiara, dan Arron bercerai saat usia pernikahan mereka hanya dalam hitungan bulan. Sebuah perceraian yang sebenarnya disebabkan oleh fitnah dan konspirasi. Tanpa sepengetahuan Arron, saat mereka bercerai, Kiara sebenarnya sedang mengandung darah dagingnya. Tujuh tahun kemudian, mereka kembali dipertemukan. Namun, saat ini situasinya sudah berbeda. Arron telah menikah, dan Kiara sudah memiliki tunangan. Arron telah menikah dengan wanita yang dijodohkan oleh kedua orang tuanya, sedangkan Kiara menjalin hubungan dengan seorang laki-laki yang telah menolongnya saat dia mengalami trauma ketika berpisah dengan Arron. Namun, rasa cinta yang masih begitu dalam membuat keduanya tak mampu lagi memendam rasa cinta dan gairah yang begitu menggelora, meskipun harus hanyut dalam hubungan terlarang.

Bab 1 Tujuh Tahun

Sebuah mobil BMW Hurricane warna hitam tampak melaju dengan kecepatan sedang di jalan tol arah masuk ibu kota. Di bawah rintik hujan yang turun begitu lebatnya, tampak seorang laki-laki fokus mengendarai mobil itu dengan begitu hati-hati karena derasnya air hujan yang membasahi kaca depan mobilnya. Atensi laki-laki itu, tiba-tiba tertuju pada sebuah mobil yang berhenti di tepi jalan tol tersebut.

Dari kejauhan, tampak sesosok wanita berdiri di samping mobil dengan kap mobil yang terbuka. Merasa kasihan, laki-laki itu pun memperlambat mobilnya, tentunya dia tidak tega melihat wanita yang terlihat tak berdaya itu. Terjebak di tengah jalan tol dalam kondisi mobil yang mogok, dan juga hujan lebat, pasti bukan hal yang mudah, sekaligus juga membahayakan bagi seorang wanita, begitu yang ada dalam benaknya. Setelah menghentikan laju mobilnya, laki-laki itu mengambil sebuah payung di dalam laci dasboard lalu turun dari mobil dan mendekat pada wanita itu.

Di bawah guyuran rintik hujan, kedua manik mata itu bertemu pada satu titik, dada keduanya bergemuruh, rasa rindu, sakit, dan emosi bergumul di dalam hati. Sejenak mereka terpaku dalam diam, diantara gejolak hati yang begitu menggebu, namun tak tahu harus berbuat apa. Hingga akhirnya, kebekuan diantaranya pun memudar, manakala bibir keduanya mulai bergerak, dan mengucap sebuah nama.

"Kiara..."

"Arron..." ucap mereka dengan bibir bergetar. Beberapa saat, keduanya kembali terdiam dalam rinai hujan yang beradu dengan suara gemuruh kilat dan petir yang sesekali menggelegar, dalam pekatnya suasana malam. Tubuh mereka seakan kembali membeku.

Gemuruh langit malam ini, seolah sama dengan apa yang mereka rasakan, begitu hebat mengoyak kalbu, mengingatkan kembali pada kisah masa lalu. Sebuah kisah yang seharusnya telah usai. Tujuh tahun memang telah berlalu, tetapi kisah itu seakan masih membekas di dalam hati keduanya, Kiara, dan Arron yang harus terpisah saat usia pernikahan mereka hanya dalam hitungan bulan saja.

Perlahan, langkah kaki Arron pun mendekat, sedangkan Kiara hanya bisa diam terpaku. Ingin rasanya dia berlari, tapi tubuh itu terasa begitu kaku. Hingga akhirnya, dia merasakan rintik hujan itu tak lagi jatuh ke atas kepala dan tubunya saat sebuah payung yang dipegang oleh Arron, kini melindungi tubuh keduanya dari derasnya air hujan. "Lama tak bertemu," sapa Arron. Kiara hanya tersenyum kecut. "Maafkan aku, Kiara. Aku tahu kalau kata maaf ini terlambat, seharusnya tujuh tahun yang lalu aku mengatakan ini padamu."

"Cukup Mas, lebih baik kau pergi sekarang, kisah kita sudah usai."

"Tapi rasa cinta ini belum usai, Ara."

"Itu menurutmu, tapi tidak denganku. Kisah ini sudah usai ketika suamiku mengusirku saat dia berfikir aku telah berselingkuh di belakangnya. Rasa cintaku juga sudah habis saat dulu suamiku lebih mempercayai apa yang dikatakan oleh orang lain dibandingkan diriku. Padahal, dia mengenalku bukan satu, dua, atau tiga hari, tetapi dia sudah bertahun-tahun mengenalku. Namun, semua itu ternyata sia-sia. Jadi, lebih baik kau pergi sekarang, dan anggap kita tidak perah bertemu lagi."

"Aku tahu kesalahanku begitu besar padamu. Silahkan kalau kau tidak mau memaafkan aku, kau berhak melakukan itu, Kiara. Tetapi, tolong malam ini ijinkan aku untuk menolongmu. Tolong jangan pedulikan siapa yang sedang menolongmu, anggap saja aku orang asing bagimu, anggap kau tak mengenalku. Tapi tolong, terima pertolongan dariku, setidaknya demi orang-orang yang masih menyayangimu, dan menunggu kepulanganmu. Kiara, ini sudah malam, sangat berbahaya di sini, aku yakin di saat seperti ini tidak ada petugas yang berkeliling, sedangkan pintu tol masihsangat jauh. Jadi, tolong ikut denganku. Sejenak Kiara pun terdiam dan tampak berfikir. "Kiara.."

"Baiklah."

Segurat senyum pun tersungging di bibir Arron. "Ayo masuk ke mobilku, biar anak buahku yang membawa mobil ini ke bengkel." Kiara pun mengangguk, lalu berjalan mengikuti laki-laki bertubuh tegap yang berjalan di depannya. "Baju kamu basah, pakai ini saja," ujar Arron sambil memberikkan jas yang dikenakan olehnya saat mereka sudah sampai di mobil Arron. Kiara hanya menatap jas itu. "Kenapa? Tolong pake, Ara. Lihat tubuhmu sudah menggigil seperti ini."

Perlahan, Kiara pun mengambil jas tersebut, lalu dia kenakan di luar kemeja basahnya. Tetapi, tetap saja tidak bisa mengurangi rasa dingin yang rasanya sudah begitu menusuk ke dalam tulang. "Ara!" panggil Arron. Wanita itu tak menyahut, yang terdengar hanya suara gemerletuk giginya disertai tubuh yang tampak kian menggigil. Melihat keadaan itu, Arron pun kian mempercepat laju mobilnya. Dalam benak laki-laki itu, dia harus membawa Kiara ke sebuah tempat untuk menghangatkan tubuhnya.

"Ara, bertahan ya!" Tak berapa lama, mobil itu pun keluar dari pintu tol. Lebih tepatnya, sebuah pintu tol yang jaraknya masih puluhan kilo meter dari ibu kota. "Kita mau kemana, Mas?"

"Ara, lihat tubuhmu. Menggigil seperti itu, jarak ke Jakarta masih jauh, Ara. Sebaiknya kita cari tempat dulu sampai kondisi tubuhmu jauh lebih baik."

Dalam hati Kiara, sebenarnya dia menolak ajakan dari Arron, dia sadar siapa laki-laki itu, Arron hanyalah sebatas mantan suami yang seharusnya dia lupakan, dan dia tak mau hanyut dalam kenangan masa lalu itu. "Ara, aku nggak ada niat buruk sama kamu. Percaya sama aku."

"Jangan lama-lama, aku ada urusan penting di Jakarta."

"Iya," sahut Arron, sambil melajukan mobilnya ke sebuah hotel yang lokasinya tak jauh dari pintu keluar tol itu. Setelah melakukan reservasi dan masuk ke dalam kamar, Arron menyuruh Kiara untuk mengganti bajunya dengan bathrobe sambil menunggu pelayan yang diperintahkan olehnya untuk membelikan baju datang ke kamar itu.

"Kamu istirahat dulu, tidurlah. Nanti kalau bajunya sudah datang kau kuberi tahu."

"Iya," jawab Kiara singkat, dia memang tak ingin banyak berbicara pada Arron, karena baginya, hanya akan semakin memperdalam luka di hatinya. Laki-laki itu pun memilih untuk pergi ke ruangan di samping kamar, dia ingn menepati janjinya untuk tidak mengganggu Kiara, meskipun harus menahan rasa rindu yang begitu menggebu. Rindu yang telah dia tahan selama bertahun-tahun. Lebih tepatnya, sebuah rindu yang terbingkai dalam penyesalan. Arron pun hanya bisa menghela napas sepenuh dada, hingga lamunannya tersentak saat terdengar bel di pintu kamar itu.

TET TET

Sedangkan di sisi lain ruangan, tubuh Kiara yang sudah terbungkus oleh sebuah selimut, tetap saja merasa kedinginan, bahkan tubuh itu terlihat semakin mengigil. Arron yang baru saja mendekat ke arah ranjang Kiara, spontan membelalakkan matanya saat melihat wanita itu tampak begitu kedinginan. Detik itu juga, Arron baru menyadari jika Kiara sedang terserang hipotermia.

"Kiara!" panggil Arron, seraya mendekat ke arah Kirana, dan melemparkan begitu saja pakaian yang dibawakan oleh petugas hotel tersebut. Arron pun masuk ke dalam selimut, lalu mendekap dan memberikan kehangatan pada tubuh Kiara.

"Kiara! Ada aku di sini, kamu pasti baik-baik aja, aku nggak bakalan biarin kamu kenapa-kenapa, Kiara," ujar Arron, tangannya pun menjelajah dan menggesek seluruh lekuk bagian tubuh Kiara hingga hampir satu jam lamanya keadaan Kiara pun tampak lebih membaik.

Arron yang telah begitu telaten merawat Kiara akhirnya menghembusakan napas dengan lega. "Sekarang udah jauh lebih baik, kan?" Kiara pun menganggukkan kepalanya. "Aku ke samping dulu ya," pamit Arron. Tetapi saat dia akan beranjak dari ranjang itu, tiba-tiba Kiara mencekal tangannya. "Jangan pergi, temani aku sebentar," ucapnya dengan begitu lirih, bahkan hampir saja tak terdengar.

Meskipun dipenuhi perasaan yang begitu campur aduk, pada akhirnya Arron pun mengikuti keiginan Kiara. Dia merebahkan tubuhnya di samping Kiara, lalu mendekap tubuh itu. Awalnya Kiara menolak dekapan hangat itu karena dia hanya ingin Arron menemani di sampingnya, bukan untuk bermesraan dengannya.

Tetapi dekapan Arron yang kian kencang, membuatanya tak mampu lagi mengelak, apalagi tubuhnya kini masih terasa begitu lemah. Di tengah suasana malam dengan derasnya hujan yang begitu syahdu, keduanya seakan tak mampu lagi membendung rasa cinta dan hasrat yang begitu bergumul di dalam dada.

"I love you, Kiara. I love you, we together."

"Ingat istri dan anakmu, Mas."

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Miss Secret

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku