/0/28057/coverorgin.jpg?v=f3b4efcf5a91765b6e671e1a7eb8bdcb&imageMogr2/format/webp)
Perusahaanku, CiptaKarya, adalah mahakarya dalam hidupku. Kubangun dari nol bersama kekasihku, Baskara, selama sepuluh tahun. Kami adalah cinta sejak zaman kuliah, pasangan emas yang dikagumi semua orang. Dan kesepakatan terbesar kami, kontrak senilai 800 miliar Rupiah dengan Nusantara Capital, akhirnya akan segera terwujud.
Lalu, gelombang mual yang hebat tiba-tiba menghantamku. Aku pingsan, dan saat sadar, aku sudah berada di rumah sakit. Ketika aku kembali ke kantor, kartu aksesku ditolak. Semua aksesku dicabut. Fotoku, yang dicoret dengan tanda 'X' tebal, teronggok di tempat sampah.
Saskia Putri, seorang anak magang yang direkrut Baskara, duduk di mejaku, berlagak seperti Direktur Operasional yang baru. Dengan suara lantang, dia mengumumkan bahwa "personel yang tidak berkepentingan" dilarang mendekat, sambil menatap lurus ke arahku. Baskara, pria yang pernah menjanjikanku seluruh dunia, hanya berdiri di sampingnya, wajahnya dingin dan acuh tak acuh. Dia mengabaikan kehamilanku, menyebutnya sebagai gangguan, dan memaksaku mengambil cuti wajib.
Aku melihat sebatang lipstik merah menyala milik Saskia di meja Baskara, warna yang sama dengan yang kulihat di kerah kemejanya. Kepingan-kepingan teka-teki itu akhirnya menyatu: malam-malam yang larut, "makan malam bisnis", obsesinya yang tiba-tiba pada ponselnya—semua itu bohong. Mereka telah merencanakan ini selama berbulan-bulan.
Pria yang kucintai telah lenyap, digantikan oleh orang asing. Tapi aku tidak akan membiarkan mereka mengambil segalanya dariku. Aku berkata pada Baskara bahwa aku akan pergi, tetapi tidak tanpa bagianku sepenuhnya dari perusahaan, yang dinilai berdasarkan harga pasca-pendanaan dari Nusantara Capital. Aku juga mengingatkannya bahwa algoritma inti, yang menjadi alasan Nusantara Capital berinvestasi, dipatenkan atas namaku seorang.
Aku melangkah keluar, mengeluarkan ponselku untuk menelepon satu-satunya orang yang tidak pernah kusangka akan kuhubungi: Revan Adriansyah, saingan terberatku.
Bab 1
"Apakah ini Revan Adriansyah?"
Hening sejenak di seberang sana, lalu sebuah suara yang halus dan berat menjawab. "Benar. Dengan siapa saya bicara?"
"Kirana Maheswari."
Keheningan kali ini terasa lebih lama, sarat dengan pertanyaan yang tak terucap. Aku bisa membayangkannya di kantor sudutnya, yang memiliki pemandangan panorama kota Jakarta, mungkin sedang mengerutkan kening menatap ponselnya. Kami adalah rival. Perusahaannya, Sinergi Teknologi, telah menjadi pesaing terberat kami selama tiga tahun terakhir. Kami tidak pernah saling menelepon untuk basa-basi.
"Kirana Maheswari," ulangnya perlahan, nama itu terdengar seperti sebuah pertanyaan. "Harus kuakui, ini tidak terduga."
"Aku tahu," kataku, suaraku stabil, tidak mengkhianati kekacauan di dalam diriku. "Aku menelepon dengan sebuah proposal bisnis. Aku ingin membawa kesepakatan dengan Nusantara Capital kepadamu."
Suara tarikan napas yang tajam di ujung sana adalah kemenangan kecil pertamaku. "Kesepakatan Nusantara? Kukira itu sudah pasti jadi milikmu dan Baskara. Milik... perusahaan kalian."
"Keadaannya sudah berubah," ujarku datar.
"Berubah bagaimana?" desaknya, naluri CEO-nya langsung bekerja. "Kirana, apa yang terjadi? Apa ini ada hubungannya dengan Baskara?"
Keterusterangannya mengejutkanku. "Ini tentang bisnis, Revan. Ini adalah peluang senilai delapan ratus miliar. Aku yang membangun arsitekturnya, aku yang punya hubungan dengan Nusantara. Mereka berinvestasi padaku, bukan pada nama perusahaan. Aku bisa membawanya ke Sinergi Teknologi."
"Semua orang di industri ini tahu kau yang membangun perusahaan itu dari nol," katanya, nadanya berubah dari curiga menjadi sesuatu yang lebih lembut. "Aku pernah melihatmu di konferensi. Kau bekerja dua kali lebih keras dari siapa pun di ruangan itu, dan kau dua kali lebih pintar."
Dia berhenti sejenak. "Aku ingat pernah mendengar tentang masa-masa awal kalian. Kau dan Baskara hidup hanya dengan mi instan, ngoding di garasi rumah. Kau bahkan memakai uang warisanmu untuk biaya server saat dia tidak bisa membayar gaji karyawan."
/0/26694/coverorgin.jpg?v=60eb1a2015e492715f7bf1d10c5ffc9b&imageMogr2/format/webp)
/0/7971/coverorgin.jpg?v=dca440106a4673dbd2ad510e2059881b&imageMogr2/format/webp)
/0/15598/coverorgin.jpg?v=f653fa1c67a8c0cb568160fc4e500d33&imageMogr2/format/webp)
/0/18693/coverorgin.jpg?v=b47fb6091ccd5dc83be6d07ed6a1f4d1&imageMogr2/format/webp)
/0/16546/coverorgin.jpg?v=4f27093d09fa5e7d187b392e532878a9&imageMogr2/format/webp)
/0/15327/coverorgin.jpg?v=027a1fcecb93017dd1d87345850b5037&imageMogr2/format/webp)
/0/29640/coverorgin.jpg?v=04a85618c17bd8334be9470f43906970&imageMogr2/format/webp)
/0/20434/coverorgin.jpg?v=3349f46a85b181fc79c776f6d3a9e78c&imageMogr2/format/webp)
/0/17527/coverorgin.jpg?v=f897dc8b13f78dfe01fceeb0f359ac4c&imageMogr2/format/webp)
/0/20199/coverorgin.jpg?v=e0c0b20a45916a73035c20ed8e50f00b&imageMogr2/format/webp)
/0/14522/coverorgin.jpg?v=02d11d14dbe1cf8041fa5b4bd4cc1800&imageMogr2/format/webp)
/0/15215/coverorgin.jpg?v=95cee41582b2ffdb0bb53d61caad3028&imageMogr2/format/webp)
/0/27036/coverorgin.jpg?v=714481bd1e4e99a18860b71374587623&imageMogr2/format/webp)
/0/30216/coverorgin.jpg?v=ce8a760e55a193f7e3b71672332814fe&imageMogr2/format/webp)
/0/21580/coverorgin.jpg?v=af0cab4eb45e24ae39aefd5785fd410f&imageMogr2/format/webp)
/0/17738/coverorgin.jpg?v=94abbd137374562cd68cb4d231d746e6&imageMogr2/format/webp)
/0/17129/coverorgin.jpg?v=c7133c7cf7386821f7350d0c81edca4d&imageMogr2/format/webp)
/0/30058/coverorgin.jpg?v=7e6f95ada6d9f78ff009e46c6f25d3cb&imageMogr2/format/webp)
/0/6658/coverorgin.jpg?v=6ddf3846795b2e35b6aade1bd2089ce0&imageMogr2/format/webp)
/0/18538/coverorgin.jpg?v=22532312abb581bb0af87ccc4a8b6038&imageMogr2/format/webp)